Menghadapi masalah sampah yang kian meningkat, Gen Z mulai menerapkan gaya hidup zero waste yang salah satunya dengan menggunakan tumbler untuk mengurangi sampah plastik. Tren ini terus berkembang seiring meningkatnya kesadaran lingkungan yang diharapkan mampu membantu mengurangi beban sampah di Indonesia.

Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mencatat bahwa Indonesia menghasilkan lebih dari 68 juta ton sampah setiap tahunnya, dengan 15% di antaranya merupakan sampah plastik yang sulit terurai. Kondisi ini menimbulkan ancaman bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Di tengah situasi tersebut, generasi muda, khususnya Gen Z, menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan melalui gerakan zero waste. Menurut survei yang dilakukan oleh Jakpat pada tahun 2023, mengungkapkan bahwa 78% generasi muda tertarik untuk menerapkan gaya hidup zero waste, dengan 16% di antaranya sudah melakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu langkah nyata yang diambil adalah penggunaan tumbler sebagai pengganti botol plastik sekali pakai. Survei yang sama menunjukkan bahwa 55% dari 931 responden menggunakan tumbler sebagai bagian dari upaya mereka dalam mengurangi sampah plastik. Langkah sederhana ini tidak hanya mengurangi jumlah sampah plastik, tetapi juga sebagai simbol komitmen Gen Z dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Akan tetapi, kebiasan ini belum sepenuhnya menggantikan penggunaan produk sekali pakai yang masih digunakan dalam beberapa kondisi. Sedotan plastik, kantong keresek, hingga makanan yang berbahan styrofoam masih sulit untuk dihindari. Selain sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan, membawa tumbler juga menjadi bagian dari tren dan identitas gaya hidup modern.

Tumbler Sebagai Bentuk Kepedulian Lingkungan atau Sekadar Tren?

Dalam beberapa tahun terakhir, tumbler telah berkembang dari sekadar botol minum menjadi simbol gaya hidup modern, terutama di kalangan anak muda. Popularitasnya didorong oleh meningkatnya kesadaran akan dampak negatif botol plastik sekali pakai, menjadikannya alternatif ramah lingkungan yang dapat digunakan berulang kali. Selain sebagai upaya untuk mengurangi limbah, tumbler juga berfungsi sebagai aksesoris fashion yang mencerminkan identitas dan status sosial penggunanya.

Bagi sebagian kalangan anak muda, penggunaan tumbler bukan sekadar tren, tetapi menjadi bentuk nyata terhadap kepedulian lingkungan. Mengutip dari Narasitoday.com, Nabila Adifia, seorang Mahasiswa yang aktif dalam kampanye lingkungan, merasakan dengan menggunakan tumbler dapat membantu mengurangi sampah plastik. “Saya merasa lebih baik ketika menggunakan tumbler, karena saya tahu saya membantu mengurangi sampah plastik,” ungkapnya.

Selain itu, media sosial dan influencer berperan besar dalam menjadikan tumbler sebagai ikon gaya hidup. Tren ini semakin kuat dengan hadirnya tumbler berdesain estetik dan fitur yang inovatif, menjadikannya bukan hanya sebagai wadah minum saja, tetapi juga pelengkap gaya sehari-hari.

Tren ini juga dipengaruhi oleh fenomena FOMO (Fear of Missing Out), di mana banyak orang yang merasa perlu mengikuti tren agar tidak tertinggal. Yuswohady, seorang Pakar Pemasaran, menjelaskan bahwa tumbler kini bukan hanya soal fungsi, tetapi juga menjadi bagian dari citra diri penggunanya. “Konsumen saat ini membeli tumbler tidak hanya karena fungsinya, tetapi juga karena ingin menunjukkan citra diri mereka,” ujarnya.

Antara Kepedulian Lingkungan dan Tren Konsumtif

Fenomena tumbler sebagai simbol gaya hidup menunjukkan bagaimana kepedulian lingkungan dan tren konsumsi bisa saling beriringan. Di satu sisi, penggunaan tumbler membantu mengurangi sampah yang sulit terurai, tetapi juga dapat menjadi dorongan untuk mengikuti tren dan faktor estetika yang memengaruhi popularitasnya. Banyak orang yang membeli tumbler bukan karena kesadaran lingkungan, melainkan karena desain yang menarik atau sekadar ingin mengikuti tren yang berkembang di media sosial.

Sementara itu, esensi utama penggunaan tumbler adalah sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan dibandingkan botol plastik sekali pakai. Jika seseorang memiliki banyak tumbler, tetapi tetap menggunakan plastik sekali pakai dalam aktivitas sehari-hari, maka manfaat lingkungan yang diharapkan menjadi tidak optimal. Justru konsumsi berlebihan terhadap tumbler dengan membeli berbagai model dan merek hanya akan menciptakan pola konsumtif baru yang bertentangan dengan prinsip zero waste.

Oleh karena itu, penggunaan tumbler yang ideal bukan hanya sekadar mengikuti tren, tetapi benar-benar menggantikan kebiasan menggunakan produk sekali pakai. Masyarakat perlu memahami bahwa gaya hidup ramah lingkungan tidak hanya sebatas memiliki produk tertentu, melainkan juga mengubah kebiasaan konsumsi menjadi lebih berkelanjutan.

Penulis: Shalza Bilillah

Editor: Sarah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini