Pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan efisiensi anggaran terhadap sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah, dalam upaya memperbaiki pengelolaan keuangan negara yang dinilai tidak efisien dan sering kali tidak tepat sasaran.

Pemangkasan anggaran dilakukan sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang penghematan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 306,7 triliun. Kebijakan tersebut menimbulkan ketidakpastian di berbagai sektor, termasuk pendidikan yang merupakan pilar utama pembangunan bangsa.

Simpang Siur Efisiensi Anggaran Pendidikan

Setelah terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) tentang efisiensi anggaran negara, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) mengumumkan anggarannya berkurang sejumlah Rp 8 triliun, melansir dari Kompas.com, “Rp 33,5 triliun dikurangi Rp 8 triliun. Sekarang tinggal Rp 25 triliun,” ujar Abdul Mu’ti dalam rapat kerja dengan DPD, Rabu (5/2/2025).

Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Togar Mangihut Simatupang, mengatakan efisiensi anggaran yang diajukan sebesar Rp 22,5 triliun atau 39 persen dari pagu anggaran yang telah disetujui oleh DPR sebelumnya, mengutip dari Kompas.com, “Besaran ini peringkat kedua setelah Kementerian PU yang diefisienkan sebesar Rp 81 triliun,” ujar Togar kepada Kompas.com, Rabu (5/2/2025).

Pemangkasan anggaran tersebut menjadi pembahasan dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR dengan Kemdiktisaintek dan Kemdikdasmen terkait rencana efisiensi anggaran lebih lanjut. Dalam rapat tersebut, terungkap bahwa beasiswa KIP-K mengalami efisiensi sebesar 9%, mengancam 663.821 mahasiswa untuk putus kuliah. Anggaran Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) juga mengalami pemotongan 10%, menyebabkan 12 dari 33 penerimanya terlantar di luar negeri. Selain itu, anggaran beasiswa ADik berkurang 10%, berisiko menurunkan akses pendidikan tinggi bagi mahasiswa di wilayah 3T dan Papua.

Munculnya juga wacana Uang Kuliah Tunggal (UKT) mengalami kenaikan seiring dengan efisiensi yang dilakukan pemerintah terkait anggaran pendidikan, mengutip Antara, “Ini merupakan program bantuan langsung kepada perguruan tinggi, karena kalau mereka juga kena efisiensi, ada kemungkinan perguruan tinggi akan mencari tambahan dana untuk pengembangan, dan kalau tidak ada opsi lain terpaksa menaikkan uang kuliah,” ujar Satryo dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI di Jakarta, Rabu, (12/2/2025).

Kemudian, kebijakan efisiensi anggaran pendidikan memicu gelombang kritik di media sosial, mencerminkan ketidakpuasan dan kekhawatiran masyarakat terhadap dampaknya. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani mengadakan konferensi pers di DPR. Menyebutkan bahwa program beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP), beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), serta beasiswa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikti Saintek), dan beasiswa Indonesia Bangkit di bawah Kementerian Agama tetap berjalan sesuai kontrak dan tidak akan mengalami pemotongan atau pengurangan anggaran.

Mengutip kemenkeu.go.id, “Langkah ini tidak boleh, saya ulangi, tidak boleh memengaruhi keputusan perguruan tinggi mengenai UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang dalam hal ini baru akan dilakukan untuk tahun ajaran baru tahun 2025-2026 yaitu nanti pada bulan Juni atau Juli.” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (14/2).

Membuat kebijakan bukan soal mengamankan kekuasaan, tetapi memastikan rakyat tidak dikorbankan. Jika keputusan yang diambil tidak dipikirkan secara matang tanpa mempertimbangkan dampaknya, maka kebijakan yang berubah-ubah tanpa arah jelas hanya menunjukkan ketidaksiapan, sementara generasi mendatang harus menanggung akibat dari ketidakpastian tersebut.

Benarkah Pendidikan Bukan Lagi Menjadi Prioritas?

Pendidikan merupakan investasi jangka panjang untuk negara, tanpa investasi pendidikan yang memadai, visi Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi retorika tanpa fondasi. Pemangkasan anggaran pendidikan bukan sekadar soal efisiensi, tetapi pertaruhan masa depan bangsa dalam persaingan global.

Pemerintah menyebut kebijakan efisiensi diperlukan untuk mendukung program prioritas seperti Makanan Bergizi Gratis (MBG), ketahanan pangan, dan energi. Melansir bpkp.go.id “Kami fokus pada program prioritas yang akan diawasi, terutama yang berkaitan program Makan Bergizi Gratis (MBG), transformasi ekonomi, ketahanan pangan, serta pembangunan infrastruktur,” ujar Ateh dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) tentang efisiensi anggaran dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (12/2/2025).

Meskipun pemerintah berjanji menjaga amanat UUD 1945 dengan mengalokasikan 20% dari APBN untuk pendidikan, pemangkasan anggaran di berbagai sektor tetap menimbulkan kekhawatiran terhadap kualitas dan aksesibilitas pendidikan di Indonesia.

Jika pemerintah lebih sibuk membangun citra daripada membenahi pendidikan, serta hanya fokus pada slogan tanpa tindakan nyata, maka generasi mendatang akan terjebak dalam stagnasi yang menghambat kemajuan bangsa.

Penulis : Sarah Aini & Risma Amalia

Editor : Shalza Bilillah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini