Setiap tanggal 06 Januari diperingati sebagai Hari Anak Yatim korban dari peristiwa perang. Perang terjadi karena adanya konflik antara dua kelompok atau lebih dengan tujuan mencapai kepentingan tertentu seperti penguasaan wilayah, perolehan kekuasaan politik, atau perubahan ideologi.

Sayangnya perang meninggalkan bekas  mendalam terhadap kesejahteraan suatu negara, bahkan menyebabkan jiwa-jiwa suci yang tidak bersalah turut menjadi korbannya. Seperti serangan bertubi-tubi yang dilakukan Israel terhadap Palestina, yang sekarang ini bahkan sudah tidak bisa disebut perang melainkan genosida.

Serangan Israel menyasar pada rumah ibadah dan rumah sakit. Penyerangan ini berdampak pada pemutusan pasokan listrik, air, makanan, dan kebutuhan lainnya.

Melansir BBC News Indonesia, 23.012 warga Palestina meninggal dunia, 9.077 di antaranya adalah anak-anak. Total kematian anak-anak diperkirakan melampaui angka 10.000.

Sumber: BBC News Indonesia

Terlepas dari tingginya angka kematian anak pada perang Israel – Palestina, ternyata kejahatan yang dilakukan oleh Israel berdampak hingga menyebabkan para anak-anak harus kehilangan keluarga mereka.

Bahkan menurut Pemantau Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania (Euro-Med Monitor), memperkirakan ada sebanyak 18 ribu anak-anak yang menjadi yatim piatu di Gaza karena orang tua mereka wafat akibat serangan Israel dalam beberapa pekan terakhir.

Bagaimana Kondisi Anak Korban Perang?

Anak-anak yang seharusnya mengalami masa kecil penuh kasih sayang dan berkembang di lingkungan yang aman, namun anak-anak di Palestina terjebak dalam pada situasi yang penuh ketidakpastian, dan ketakutan akibat perang. Dampaknya tidak hanya berpengaruh pada aspek fisik, tetapi juga mengancam kesehatan mental mereka.

Tragisnya, mereka harus melihat langsung peristiwa kehilangan anggota keluarga akibat ledakan bom yang meletus dimana-mana. Hal tersebut berdampak kepada kondisi psikis anak, rasa sedih, cemas dan ketakutan yang berkepanjangan menimbulkan kondisi psikis yang luar biasa pada korban anak pasca perang.

Sebagai bentuk pertahanan diri, anak cenderung akan menarik diri dari lingkungan. Sakit fisik dan psikis yang dirasakan oleh korban anak akan berdampak jangka panjang bagi kehidupannya, oleh karena itu, perlu adanya pemulihan bagi korban anak.

Pemulihan yang dapat dilakukan berupa memberikan dukungan penuh dengan mengajak bermain, bernyanyi, belajar hingga memberikan perhatian dan pengertian mendalam, tentunya hal ini dapat membuat kondisi psikis anak pulih secara berkala, karena dengan dukungan inilah anak akan merasa aman dan nyaman. Sayangnya, hal tersebut sulit untuk didapatkan oleh anak-anak kecil di Palestina.

Upaya Negara Internasional terhadap Kondisi Terkini Palestina

Dalam Konvensi Jenewa IV 1949 menegaskan bahwa, orang-orang yang dilindungi, termasuk anak-anak, tidak boleh mengalami paksaan fisik dan moral, terutama dalam rangka memperoleh keterangan.

Sebagai organisasi internasional, PBB memiliki tugas menjaga keamanan dan perdamaian global. Jadi, sudah seharusnya PBB mengambil peran sebagai mediator kedua negara yang berkonflik, karena bagaimana pun kemerdekaan adalah hak semua negara.

Upaya PBB untuk mendamaikan Israel–Palestina memang belum membuahkan hasil, oleh sebab itu diperlukan upaya bersama dari sejumlah negara yang tergabung dalam PBB untuk menyelesaikan konflik Israel–Palestina.

 

Penulis : Jasmine Mutiara Ananda

Editor : Ananda Rizka Riviandini

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini