Saat ini di Indonesia, kesadaran masyarakat atas hak-hak perempuan dan kesetaraan gender mulai meningkat, namun kekerasan terhadap perempuan dari segi fisik, kekerasan seksual, serta emosional dan psikologis masih terus terjadi. Hal ini masih terjadi karena adanya budaya patriarki yang melekat kuat pada elemen masyarakat.
Dalam relasi romantis atau hubungan percintaan, sepasang kekasih seharusnya merealisasikan rasa cinta secara sehat yang indah dan murni. Namun pada realisasinya, perempuan masih sering cenderung mengalami kekerasan dalam relasi romantis yang menjerumuskan para perempuan dalam belenggu kesengsaraan.
Belenggu yang Menyelimuti Sang Puan
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Tahun 2025, menunjukkan kekerasan terhadap perempuan (KtP) sebanyak 3.887 kasus terlapor dengan korban perempuan, dimana 61,7% nya merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), 665 kasus dengan pelakunya adalah suami, serta 591 kasus dengan pelakunya adalah pacar.
Sedangkan, bentuk kekerasan yang dialami oleh korban menurut Simfoni PPA Tahun 2025, sebanyak 1.179 kasus kekerasan secara fisik, 1.207 kasus kekerasan psikis, 1.704 kasus kekerasan seksual, serta 325 kasus lainnya.
Kekerasan terhadap perempuan dalam relasi romantis atau hubungan percintaan adalah suatu masalah serius yang mengancam kesejahteraan dan keselamatan hidup sang puan.Terjadinya kekerasan dalam relasi romantis ini dapat terjadi oleh beberapa faktor, seperti, faktor ekonomi, faktor kecemburuan/perselingkuhan, dendam, atau faktor lain seperti superioritas, dominasi, misogini, dan relasi kuasa antara laki-laki terhadap perempuan.
Disamping itu, melansir dari pkbi-diy.info, Salah satu penyebab utama kekerasan dalam hubungan pacaran adalah ketidaksetaraan kekuasaan antara pasangan. Ketidaksetaraan ini sering kali membuat perempuan merasa tertekan untuk memenuhi harapan pasangan mereka, bahkan jika itu berarti harus mengorbankan kesejahteraan dan kebahagiaan mereka sendiri. Dalam beberapa kasus, pengendalian yang dilakukan oleh pasangan, baik secara emosional maupun finansial, menciptakan ikatan yang sulit diputus dan sering kali berujung pada bentuk kekerasan yang lebih serius.
Faktor-faktor inilah yang selanjutnya menghasilkan stereotip gender yang meyakini bahwa maskulinitas yang dimiliki oleh laki-laki cenderung kuat, perempuan lebih lemah dan usaha menguasai perempuan adalah hal yang wajar. Oleh sebab itu, tidak heran jika pelaku kekerasan terhadap perempuan di dominasi oleh kaum maskulin.
Menarik Perempuan dari Jeratan Romansa yang Sengsara
Adanya jeratan yang mengikat perempuan di dalam hubungan tidak sehat ini perlu dihentikan dengan melakukan pencegahan sedini mungkin agar perempuan dan remaja terhindar dari hubungan yang tidak sehat.
Melansir dari KEMENPPA, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan, Eni Widiyanti mengungkapkan untuk menghindari tindak kekerasan di dalam suatu hubungan, diperlukan untuk mengenali calon pasangan secara menyeluruh sebelum memulai hubungan yang lebih mendalam, jangan terlalu cepat mengambil keputusan dan lebih bijak, berani mengambil sikap dan mengatakan tidak jika terjadinya suatu pemaksaan dalam hubungan, membangun komitmen yang sehat, serta perlu adanya orang terdekat yang kerap mengetahui, mengawasi, dan turut menjaga.
Selain itu, melansir dari pkbi-diy.info, dalam menjalani hubungan romansa, penting untuk menerapkan prinsip-prinsip Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI). Prinsip GEDSI mengharuskan kita untuk memberikan perhatian khusus pada kelompok rentan seperti perempuan dan anak. Hal ini penting untuk memastikan bahwa mereka dilindungi dari segala bentuk diskriminasi, kekerasan, dan intimidasi.
Dalam aspek kehidupan, penting untuk menciptakan hubungan yang sehat dan murni untuk mewujudkan rasa aman, di hargai, dan membentuk kesejahteraan dalam menjalani kehidupan. Terus lakukan upaya pemenuhan hak-hak perempuan agar mencapai keseimbangan hidup untung sang puan di seluruh dunia. Selamat Hari Perempuan Internasional!
Oleh: Tim Redaksi LPM Gema Alpas