Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan seperangkat hak dan kebebasan fundamental yang melekat pada hidup manusia. HAM merupakan perlindungan yang wajib dipertahankan.
Namun, prakteknya tidak mengedepankan fungsi HAM itu sendiri. Kasus pelanggaran kerap kali terjadi dan belum mampu terpecahkan.
Beragam kejadian telah merenggut hak asasi dari berbagai sisi. Tetapi, upaya menuntaskan pelanggaran HAM yang terjadi masih belum terselesaikan bahkan seringkali terabaikan. Anehnya, bukannya membenahi permasalahan HAM, sistem yang dibuat justru mempersempit ruang demokrasi melalui RUU KUHP.
RKUHP yang berpotensi mengancam kebebasan berpendapat, merusak ruang privat hingga membuka peluang kriminalisasi terhadap masyarakat. Kilas balik pada 2019 lalu, upaya turun ke jalan dengan #ReformasiDiKorupsi yang memakan korban tewas dan ratusan orang menjadi korban tindakan represif aparat hanya dipandang sebelah mata.
Untuk itu, masyarakat mengecam pasal-pasal yang dianggap tidak layak dan menyengsarakan dalam RUU KUHP yang disahkan pada (06/12/22) kemarin. Dilansir dari CNN Indonesia, lembaga pemantau HAM – Human Right Watch (HRW) mengatakan pengesahan RKUHP yang masih memuat berbagai pasal kontroversial dinilai sebagai sebuah kemunduran bagi demokrasi di Indonesia.
Berikut pasal bermasalah yang bertentangan dengan HAM:
- Pasal 240 Ayat 1
Mengenai Penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara. Di mana, dalam pasal itu dijelaskan bahwa “Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II (Rp 10 Juta)”.
Dalam pasal tersebut tidak dijelaskan dengan lengkap apa yang dimaksud dengan menghina, karena Lembaga Bantuan Hukum menyatakan bahwa kritik dan penghinaan sangat sulit dibedakan, sehingga sangat mungkin untuk terjadi salah kaprah. RUU KUHP yang disahkan juga membungkam kebebasan berpendapat, padahal hal seperti demonstrasi/unjuk rasa adalah hal yang wajar pada negara yang menganut sistem demokrasi.
- Pasal 256
“Setiap orang yang tanpa terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak kategori II (Rp 10 Juta)”
Melalui pasal ini, terdapat upaya membungkam kebebasan berpendapat. Padahal, demonstrasi/unjuk rasa adalah hal yang wajar pada negara yang menganut sistem demokrasi.
- Pasal 263 ayat 1
Hal serupa terjadi kepada pers, dimana kebebasan pers dalam melaksanakan tugas juga dapat terancam dengan adanya isi dari pasal “Setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V (Rp 500 Juta)”.
Bahkan hal ini memicu Dewan Pers turut buka suara, ia mengatakan bahwa wartawan dapat dihukum karena dugaan “menyebarkan kabar yang menimbulkan keonaran”. Namun, tidak hanya pasal-pasal tersebut yang memicu kegeraman masyarakat.
Seharusnya, pemerintah mengetahui urgensi dari ancaman yang sudah banyak dilayangkan kepada pers, seperti kasus redaksi Narasi yang diretas, pelecehan seksual kepada jurnalis perempuan hingga LPM Lintas di Ambon yang diancam pemberhentian studi dari pihak universitasnya. Mirisnya, kasus yang dapat menjadi pelanggaran HAM berat ini seolah tidak dilihat dengan semakin mengecam pers untuk mengungkapkan kebenaran.
Sebuah Ucapan di Hari Memperingati Hak Asasi Manusia
Permisi, tuan dan nyonya yang sedang berpesta diatas penderitaan rakyat. Apa yang sebenarnya kita rayakan di Hari Hak Asasi Manusia ini? Hak-hak kita dianggap tak berharga, dilenyapkan dengan mudah. Bagaimana dengan kasus-kasus kawan kita yang hingga saat ini tidak dapat dituntaskan? Tidakkah mereka berpikir bagaimana nasib keluarga dan sanak terdekat?
Nyatanya, HAM tidak akan pernah tuntas jika pemerintah masih enggan membuka mata dan telinga. Akan ada lebih banyak lagi hak-hak yang lenyap akibat dari keserakahan pemangku kepentingan, bagaimana HAM bisa dijunjung jika hukum kita ditumpulkan?
Ketidakadilan dalam RUU KUHP yang telah disahkan merenggut hak-hak sipil dengan kritik dikecam, bicara dibungkam, bertindak dimusnahkan. Selain itu RUU ini sebelumnya masih dalam gugatan ke Mahkamah Konstitusi, lalu bagaimana bisa RUU yang masih dalam gugatan MK disahkan begitu saja dengan DPR?
Penulis: Febriyanti Musyafa
Editor: Nabila
Sumber:
PBB desak Jokowi pertimbangkan RKUHP
15 kasus pelanggaran HAM terancam hilang karena RKUHP
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/22/01000001/kasus-pelanggaran-ham-di-indonesia-2022