Debat calon presiden (capres) 2024, akhirnya telah berakhir. Momen ini tidak hanya menjadi ajang bagi para kandidat untuk mengokohkan posisi mereka, tetapi juga kesempatan bagi masyarakat untuk menilai dan membandingkan visi serta rencana para capres untuk masa depan bangsa.
Dalam debat terakhir ini setiap kandidat menampilkan pertarungan gagasan, argumen, dan rencana untuk meyakinkan pemilih tentang keunggulan dan integritas mereka sebagai pemimpin masa depan Indonesia.
Maka salah satu topik dalam debat terakhir yang paling dinanti oleh masyarakat, khususnya generasi muda adalah terkait Pendidikan. Sebab, selain pendidikan dinilai sebagai tonggak penting untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, nantinya siapapun yang menjadi pemimpin di masa depan, maka berpengaruh terhadap sistem pendidikan yang akan diterapkan.
Capres nomor urut 1, Anies Baswedan, menyebutkan Visi-misinya pada bidang pendidikan untuk mewujudkan manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif, berakhlak, serta berbudaya.
Dalam hal pendidikan berkeadilan, Anies menjanjikan siswa lulusan Dasar (SD) atau sederajat dapat melanjutkan pendidikan sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat, melalui peningkatan daya tampung sekolah negeri maupun swasta. Akses sekolah anak berkebutuhan khusus pun akan diperluas melalui penyediaan bantuan pendidikan dan penanganan faktor-faktor yang mempengaruhi putus sekolah.
Ia juga menjanjikan kesejahteraan tenaga pendidik, salah satunya dengan pengangkatan ratusan ribu guru honorer, hal ini diucapkan langsung saat debat pamungkas calon presiden 2024, “Kita ingin pendidik bisa mendidik anak-anak kita, maka kita harus bertanggung jawab dengan penuh atas kesejahteraan pendidik,” kata Anies. Beliau juga menjanjikan pemberian beasiswa kepada anak guru atau anak dosen. “Jadi jangan sampai mereka mendidik ratusan ribu anak, tapi anaknya tidak bisa menyelesaikan pendidikan sampai tuntas.”
Sementara calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto, mengatakan memiliki rencana besar, yakni strategi transformasi bangsa yang bermaksud meningkatkan kemakmuran bangsa Indonesia dan memperbaiki kualitas hidup seluruh bangsa Indonesia. “Kita kirim 10 ribu anak pintar dari lulusan SMA ke luar negeri untuk belajar kedokteran. Dan 10 ribu di bidang sains engineering, matematika, kimia, biologi dan fisika. Kita rebut teknologi dan sains. Kita akan memperbaiki gaji guru termasuk honorer. Meningkatkan kompetensi guru. Kita harus memberikan pelatihan-pelatihan dan juga seluruh penyelenggara ASN, TNI/Polri,” kata Prabowo.
Melansir dari CNN Indonesia, saat sesi tanya jawab, Ganjar menyebutkan untuk berhenti melakukan liberalisasi pendidikan. Pernyataan tersebut dilontarkan Ganjar untuk menanggapi pertanyaan calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, terkait masalah pendidikan tinggi di Indonesia, salah satunya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tinggi hingga membuat pinjol menjadi opsi.
“Hentikan liberalisasi pendidikan. Hentikan hari ini. Berikanlah kepada para mahasiswa kita proporsi yang benar,” ujar Ganjar
Sayangnya, ketiga calon presiden 2024 dinilai belum menawarkan terobosan serius terkait perbaikan kualitas pendidikan serta sistem pendidikan yang lebih berkeadilan.
Padahal, konsep pendidikan berkeadilan telah ada sejak beberapa tahun yang lalu, seharusnya ketiga calon presiden mengetahui bahwa keadilan dalam bidang pendidikan tidak hanya ada pada satu aspek saja melainkan terdiri dari beberapa aspek seperti; pemerataan pembangunan pendidikan, kualitas tenaga pendidik, pemerataan akses pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan, kesejahteraan tenaga pendidik, kenyaman dan keamanan pelajar, hingga keterjangkauan biaya pendidikan bagi semua kalangan.
Bagaimana pun pendidikan adalah hak setiap warga negara yang tercantum dalam hak asasi manusia dan pembukaan UUD 45. Sayangnya, permasalahan pendidikan masih belum dapat terselesaikan dengan baik, bahkan tawaran inovatif untuk menjawab masalah yang sudah turun-temurun tersebut masih normatif.
Melansir dari Kompas, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, “Sayangnya, tidak satu pun dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para kandidat. Semua jawaban bersifat biasa-biasa saja, tanpa ada terobosan baru dan tawaran sebuah sistem pendidikan yang lebih berkeadilan,” ujar Ubaid.
Terlebih, dalam debat terakhir hanya berfokus pada topik pendidikan dari lingkup kelompok sains dan teknologi (saintek). Ketiga calon presiden melupakan permasalahan penting yang seharusnya diperhatikan oleh ketiganya, yaitu terkait Kekerasan Seksual (KS) yang masih banyak terjadi.
Berdasarkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), pada Juli 2023 lalu, terdapat 115 kasus kekerasan seksual yang ditangani dengan 65 kasus berasal dari perguruan tinggi.
Hal tersebut tentunya perlu menjadi perhatian bagi para capres demi menciptakan suasana belajar yang nyaman bagi para mahasiswa.
Pemerintah sekarang ini memang telah mengusahakannya dengan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di setiap universitas.
Akan tetapi, regulasi pembentukan satgas PPKS ini masih jauh dari kata sempurna, pasalnya masih banyak ditemukan celah dari regulasi yang telah dibentuk, salah satunya tidak ada jaminan perlindungan bagi satgas, keputusan yang sepenuhnya dipegang oleh rektor universitas dan mekanisme satgas yang hanya akan menindak kasus kekerasan seksual saat korban melapor.
Oleh karena itu, diharapkan siapapun presiden nantinya dapat menjamin kenyamanan dan keamanan dunia pendidikan yang bebas dari bayang-bayang kekerasan seksual.
Debat capres 2024 telah mengingatkan kita akan kebutuhan mendesak untuk memprioritaskan investasi dalam pendidikan yang berkualitas. Melalui pemilihan presiden yang semakin dekat, mari kita bersama-sama memastikan bahwa visi dan komitmen para calon tidak hanya sekedar pertarungan retorika politik, tetapi juga menjadi cerminan dan landasan nyata bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.
Debat terakhir ini menandai akhir dari serangkaian diskusi publik yang penting dalam proses pemilihan presiden. Meskipun setiap kandidat berusaha memaparkan diri sebagai solusi bagi masa depan Indonesia, penting bagi masyarakat, khususnya generasi muda untuk mempertimbangkan secara seksama dan melakukan analisis kritis terhadap rencana-rencana dan kebijakan yang diajukan.
Penulis: Radisty Sabila Noveira
Editor: Melody Azelia Maharani