DPR RI sedang membahas revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui RUU Polri. Setelah mengesahkan RUU TNI 2025, DPR menetapkan RUU Polri sebagai usul inisiatif dalam Rapat Paripurna pada 28 Mei 2024.

Dalam siaran pers yang dipublikasikan oleh PSHK, Koalisi Masyarakat Sipil menilai RUU ini gagal menghadirkan reformasi fundamental dan justru memperluas kewenangan Polri secara tidak proporsional, hingga berpotensi menjadikannya lembaga “superbody”.

Pasal dalam RUU Polri yang Menjadi Sorotan

  1. Pasal 14 Ayat 1 Huruf b dan Pasal 16 Ayat 1 huruf q tentang Pengawasan Ruang Siber 

Dalam pasal ini, RUU Polri memberi kewenangan untuk mengawasi, mengamankan, dan membina ruang siber, termasuk “penindakan pemblokiran, pemutusan, serta perlambatan akses Ruang Siber”.

Kebijakan ini dikhawatirkan mengancam kebebasan berekspresi dan privasi digital, serta membatasi kritik terhadap pemerintah. Selain itu, wewenang Polri di ruang siber juga rawan tumpang tindih dengan lembaga lain, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), serta Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN).

  1. Pasal 16A dan 16B tentang Penggalangan Intelijen oleh Polri 

Dalam Pasal 16A, memberikan kewenangan kepada Polri untuk melakukan penggalangan intelijen yang bertujuan memengaruhi pihak tertentu agar mengubah perilaku atau tindakannya sesuai dengan keinginan Polri. Dengan adanya kewenangan ini, Polri juga dapat mengakses data intelijen dari lembaga lain seperti BIN, BSSN, dan BAIS.

Tidak hanya itu, Pasal 16B memperluas fungsi Intelkam Polri, termasuk menangkal kegiatan yang dianggap mengancam “kepentingan nasional” tanpa definisi jelas, sehingga rawan disalahgunakan untuk membungkam kritik dengan alasan “gangguan keamanan”. Intelkam juga diberi wewenang memeriksa aliran dana dan meminta data lintas lembaga, yang berisiko tumpang tindih dengan BIN dan PPATK serta membuka peluang pelanggaran HAM.

  1. Pasal 14 Ayat 1 Huruf o tentang Kewenangan Penyadapan Tanpa Izin

Selain perluasan kewenangan Intelkam, RUU Polri memberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan, meskipun hingga kini di Indonesia belum terdapat regulasi khusus yang mengatur mekanisme tersebut. Berbeda dengan KPK yang memerlukan izin dari dewan pengawas, RUU ini tidak menetapkan syarat serupa, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan, pelanggaran privasi, dan pelanggaran HAM.

  1. Pasal 14 Ayat 1 Huruf g dan Pasal 16 Ayat 1 Huruf n, o, dan p tentang Intervensi terhadap Penyidikan Lembaga Lain

Pada Pasal 14 ayat 1 huruf g, memberikan kewenangan kepada polri untuk membina secara teknis Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) serta penyidik dari lembaga lain, termasuk KPK. Kewenangan ini dikhawatirkan dapat mengurangi independensi lembaga-lembaga lainnya dan membuka ruang bagi intervensi kelembagaan.

Sementara itu, dalam Pasal 16 Ayat 1 Huruf n, o, dan p juga memberikan Polri wewenang untuk merekomendasikan pengangkatan penyidik, memberikan arahan dalam penyidikan, dan menerima hasil penyidikan dari lembaga lain. PSHK menilai adanya potensi intervensi Polri, mulai dari rekrutmen hingga pelaksanaan tugas penyidikan, yang dapat memperkuat dominasi Polri sebagai satu-satunya institusi penegak hukum dengan kewenangan luas.

  1. Pasal 14 Ayat 1 Huruf g tentang Penguatan Pam Swakarsa 

Dalam Pasal ini, memberikan kewenangan kepada Polri untuk membina Pasukan Pengamanan Masyarakat (PAM) Swakarsa, yang berperan dalam membina berbagai bentuk pengamanan guna mendukung tugas kepolisian. Namun, mengingat rekam jejak buruk PAM Swakarsa pada 1998, kebijakan ini dikhawatirkan membuka celah pelanggaran HAM, konflik kepentingan, dan komersialisasi keamanan. PSHK menilai aturan ini perlu dikaji ulang guna mencegah potensi penyalahgunaan.

  1. Pasal 30 Ayat 2 dan 3 tentang Perpanjang Usia Pensiun 

RUU Polri mengusulkan peningkatan usia pensiun bagi anggota Polri menjadi 60 tahun, dengan kemungkinan perpanjangan hingga 62 tahun bagi yang memiliki keahlian khusus, serta 65 tahun untuk pejabat fungsional Polri. Kebijakan ini dikhawatirkan menghambat regenerasi, menumpuk perwira, dan berisiko membuka kembali praktik “dwifungsi ABRI”, sehingga perlu evaluasi rekrutmen dan kaderisasi, serta sinkronisasi dengan RUU ASN dan RUU Kementerian Negara.

  1. Pasal 14 Ayat 1 Huruf e dan Ayat 2 Huruf c tentang Kewenangan Membina Hukum Nasional dan Smart City

Pada Pasal 14 Ayat 1 Huruf e, memberi Polri peran dalam pembinaan hukum nasional, yang bisa berbenturan dengan tugas Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) di bawah kementerian Hukum dan HAM. Selain itu, Pasal 14 Ayat 2 Huruf c juga memberikan Polri kewenangan dalam penyelenggaraan smart city, yang dikhawatirkan mendorong kontrol berlebihan dan pendekatan sekuritisasi dalam tata kelola kota.

Evaluasi Diabaikan, Ekskalasi Jadi Pilihan

Revisi UU Polri muncul di tengah maraknya kasus yang mencoreng institusi kepolisian, seperti kekerasan seksual yang melibatkan perwira, tindak korupsi, hingga penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kematian tersangka di luar proses hukum. Situasi ini menegaskan pentingnya perbaikan dalam sistem pengawasan agar kepolisian dapat lebih profesional dan bertanggung jawab.

Mengutip dari bbc.com, Bambang Rukminto, pengamat keamanan dari Institute for Security and Strategic Studies, menjelaskan bahwa revisi UU kepolisian seharusnya berfokus pada peningkatan mekanisme pengawasan. “Harapan masyarakat terkait revisi ini tentu adalah Polri yang lebih profesional. Untuk menuju ke sana, diperlukan sistem kontrol dan pengawasan yang lebih ketat. Namun, di dalam draf RUU Polri, kontrol dan pengawasan nyaris tidak diperkuat. Justru sebaliknya, kewenangannya yang diperkuat. Padahal dengan undang-undang yang selama ini berlaku saja, mereka kerap melakukan abuse of power,” jelas Bambang, Selasa (25/03).

UU Kepolisian yang telah berlaku sejak tahun 2002, seharusnya menjadi pijakan untuk memperbaiki institusi kepolisian sesuai dengan semangat reformasi. Namun, revisi yang diusulkan saat ini tidak mengarah pada penguatan pengawasan, sehingga berisiko memperburuk penyalahgunaan kewenangan dalam tubuh Polri.

Penulis: Shalza Bilillah

Editor: Sarah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini