Generasi Beta, atau yang lebih dikenal sebagai Gen Beta, adalah generasi yang lahir antara tahun 2025 hingga 2039. Mereka muncul sebagai generasi baru yang menjadi penerus sekaligus penutup dari Generasi Alpha, yang lahir dalam rentang waktu 2010 hingga 2024.
Mengutip detik.com, perusahaan analisis tren dan demografi asal Australia, McCrindle, memperkirakan bahwa Gen Beta akan mencapai 16 persen dari populasi global pada tahun 2025. Bahkan, banyak di antara mereka yang kemungkinan akan hidup hingga abad ke-22.
Gen Beta akan tumbuh pada era di mana teknologi semakin terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka bukan hanya generasi baru, tetapi generasi yang benar-benar dibentuk oleh dunia yang sangat berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. McCrindle juga menggambarkan bahwa bagi Gen Beta, dunia digital dan fisik akan menyatu tanpa batas.
“Sementara Generasi Alpha telah mengalami kebangkitan teknologi pintar dan kecerdasan buatan, Generasi Beta akan hidup di era di mana AI dan otomatisasi tertanam sepenuhnya dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari pendidikan dan tempat kerja hingga perawatan kesehatan dan hiburan,” ujar McCrindle.
Teknologi & Inovasi untuk Masa Depan Berkelanjutan
Generasi Beta diprediksi akan menjadi generasi yang unggul dalam inovasi, terutama dalam bidang teknologi dan sains, karena sejak dini mereka telah terbiasa dengan Internet of Thing (IoT), kecerdasan buatan (AI), dan teknologi berbasis data. Kehidupan mereka mengakses informasi dan budaya global dengan cepat, sehingga meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap tantangan besar seperti transformasi sosial, ketidakpastian ekonomi, dan perubahan iklim.
Menurut McCrindle, Gen Beta akan menemukan keseimbangan antara tetap terhubung dan mengekspresikan diri, membangun persahabatan, belajar dan bekerja dalam lingkungan digital yang menjadi norma. Maka dari itu, penting bagi mereka untuk mengembangkan identitas digital yang aman dan bijaksana dengan bimbingan orang tua, serta mempertahankan individualitas mereka baik secara daring maupun di dunia nyata.
Selain itu, dengan tumbuh di era yang semakin menerima perubahan dan keberagaman, mereka diharapkan memiliki rasa ingin tahu dan inklusivitas yang tinggi. Peristiwa dunia, terutama perubahan iklim, juga akan membentuk perspektif dan prioritas Gen Beta.
Karena dibesarkan oleh orang tua dari generasi milenial dan Gen Z yang peduli terhadap keberlanjutan, mereka kemungkinan besar akan lebih sadar akan isu global dan terdorong untuk menemukan solusi inovatif dalam mengatasinya. Dikutip dari abcnews.com, menurut Pew Research Center, 71 persen generasi milenial dan 67 persen Gen Z menganggap perubahan iklim sebagai prioritas utama, yang memungkinkan akan memengaruhi cara Gen Beta memandang dan menghadapi tantangan global di masa depan.
Dengan demikian, Gen beta tidak hanya akan menghadapi tantangan perubahan iklim, tetapi juga pergeseran demografi global, seperti menurunnya angka kelahiran dan meningkatnya harapan hidup. Saat mereka mencapai usia dewasa, perhatian dunia akan bergeser dari isu kelebihan populasi menuju keberlanjutan populasi, yang menuntut mereka untuk mencari solusi inovatif dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, sumber daya, dan kesejahteraan sosial.
Peran Gen Beta dalam Kesetaraan, Teknologi, dan Tantangan Global
Selain menghadapi tantangan perubahan iklim dan dinamika demografi, Gen Beta juga diharapkan berperan aktif dalam memperjuangkan keadilan sosial dan kesetaraan. Dikutip dari akun X oleh @GNFI, seorang sosiolog bernama Lila Nguyen, mengatakan bahwa Gen Beta diharapkan dapat meneruskan perjuangan melawan ketidaksetaraan dan ketidakadilan. Dengan inklusivitas yang tertanam dalam nilai-nilai sosial, mereka cenderung mendorong kebijakan dan praktik yang meningkatkan kesetaraan di semua lapisan masyarakat.
“Diharapkan mereka menjadi yang terdepan dalam gerakan global yang mengadvokasi kesetaraan gender, keadilan rasial, dan hak-hak masyarakat yang terpinggirkan,” ujar Nguyen.
Gen Beta diprediksi tumbuh dengan integrasi teknologi yang kuat dan apresiasi tinggi terhadap keragaman, tetapi mereka juga menghadapi tantangan seperti kecanduan teknologi yang berdampak pada kesehatan mental serta perubahan pola kerja akibat otomatisasi. Oleh karena itu, perlu untuk memahami kebutuhan dan nilai mereka agar dapat membantu dalam beradaptasi, mengatasi tantangan, dan berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif serta berkelanjutan.
Penulis: Apwina K
Editor: Shalza Bilillah