Sudah 58 tahun berlalu, demonstrasi mahasiswa 1966 menjadi catatan bersejarah dan bukti nyata mempertaruhkan nyawa demi keadilan rakyat akibat ketidakstabilan politik kala itu. Unjuk rasa terjadi karena kekecewaan mahasiswa terhadap pemerintah dan disinyalir kaitannya akibat peristiwa G30S 1965.

10 Januari diperingati sebagai hari Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) aksi protes yang berasas wujud penderitaan atas krisis nasional. Aksi yang dikomandoi oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) berlangsung selama 4 hari 10-13 Januari 1966.

Unjuk kekecewaan ini membuat mahasiswa melayangkan tiga tuntutan, mendesak pemerintah untuk membawa perubahan politik bangsa Indonesia dengan berisikan:

  • Pembubaran Partai Komunis Indonesia
  • Perombakan Kabinet Dwikora
  • Turunkan harga pangan

Mengutip dari beberapa sumber, desakan dan suasana yang semakin genting membuat Presiden Soekarno melakukan reshuffle atau perombakan kabinet. Namun, keputusan ini masih dirasa tidak sesuai dengan tuntutan yang dilayangkan.

Sehingga, aksi protes yang kian kisruh terjadi kembali. Sampai akhirnya untuk mengatasi situasi tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar), untuk mengendalikan keamanan dan ketertiban negara. Melalui adanya Supersemar, menandakan tumbangnya rezim Soekarno dan lahirnya rezim Orde Baru.

Aksi besar Tritura yang dilakukan mahasiswa ‘66 memberikan adanya dampak positif maupun dampak negatif, diantaranya:

Dampak positif:

  • Terjadi pembersihan struktur pemerintah Indonesia yang menganut paham komunis.
  • Terjadi pembersihan Kabinet Dwikora.
  • Dikeluarkannya Surat Perintah 11 M
  • Aspirasi yang diajukan mahasiswa menjadi tinjauan khusus pemerintah.
  • Membangkitkan semangat juang mahasiswa demi kesejahteraan rakyat.

Dampak Negatif:

  • Banyaknya nyawa melayang akibat demonstrasi tersebut.
  • Organisasi KAMI dibubarkan karena dianggap provokatif.
  • Citra mahasiswa di era demokrasi terpimpin terkesan buruk di mata pemerintah.

Melihat begitu kerasnya perjuangan para mahasiswa ‘66 untuk mendapatkan keadilan demi memperjuangkan hak rakyat dan memperbaiki kondisi politik,  dibangun lah sebuah Monumen Tugu Tritura sebagai bentuk mengenang perjalanan aktivis bangsa, dengan harapan dapat membakar semangat juang generasi bangsa untuk terus memperjuangkan hak rakyat di masa yang akan datang.

Tuntutan Tritura berhasil mematahkan rezim kala itu dan menjadi momen bersejarah bangsa Indonesia. Namun, sudahkah pemerintah saat ini berkaca pada insiden Tritura?

Tahun-tahun telah berlalu, nyatanya tidak membuat lelah generasi muda berjuang untuk mendapatkan kembali hak rakyat yang dirampas dengan rakus oleh para tikus berdasi yang bersembunyi di balik bangku pemerintahan. Begitu banyak aksi protes mahasiswa yang terjadi setiap tahunnya pun mengakibatkan pertumpahan darah atas aksi protes yang dilakukan untuk menuntut kesejahteraan rakyat.

Ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi bersatu, memenuhi jalanan dan menjadi garda terdepan dalam menyuarakan aspirasi, membongkar kebobrokan pemerintah dalam penetapan regulasi.

Namun Tritura bukanlah akhir dari perjuangan mahasiswa untuk mendapatkan keadilan, terdapat sejumlah aksi besar lainnya yang dilakukan oleh mahasiswa Indonesia, seperti;

  • Reformasi 1998

Aksi besar yang terjadi tahun 1998 ini, berkedok krisis moneter berkepanjangan di tahun 1997 kian memanas saat pemerintah menaikkan harga BBM dan angkutan umum sehingga mahasiswa berkumpul untuk menuntut menurunkan Soeharto, padahal ketika aksi ‘66 berakhir Soeharto lah yang mengakhiri rezim kala itu. Namun, ternyata masa jabatannya pun diturunkan oleh para aktivis-aktivis bangsa.

  • Tolak kenaikan BBM 2012

Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM sebesar 44% mengguncang amarah mahasiswa sehingga aksi besar kembali terjadi tahun 2012. Unjuk rasa tersebut terjadi pada 30 Maret 2012 di Istana Negara dengan menuntut pemerintah mengurungkan kebijakan menaikkan harga BBM dan pengalihan dana subsidi BBM ke infrastruktur.

  • Tolak RKUHP (Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dan revisi UU KPK 2019

Aksi yang terjadi pada September 2019 di gedung DPR RI, membawa ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia untuk menyuarakan aspirasi menolak RKUHP yang dianggap mengancam demokrasi dan HAM (Hak Asasi Manusia). Mahasiswa juga mendesak pemerintah untuk revisi UU KPK karena dianggap sebagai bentuk pelemahan pemberantasan korupsi.

Berkaca dari peristiwa Tritura, tidak mematahkan semangat mahasiswa sebagai aktivis bangsa dan terus melakukan pembelaan rakyat melalui aksi-aksi besar yang terjadi di negeri ini. Telah menjadi catatan sejarah, bahwa demi kesejahteraan rakyat, generasi muda rela mempertaruhkan nyawa untuk menggaungkan aspirasi-aspirasi rakyat kepada para petinggi negeri yang menutup mata dan telinga atas penderitaan rakyat selama ini.

Perlu diingat bahwa hingga saat ini pemerintah belum merealisasikan aspirasi masyarakat, padahal sudah menjadi tugasnya untuk mensejahterakan rakyat, karena pemerintah sejatinya ialah pembantu bagi rakyat Indonesia.

Kita sebagai generasi muda penerus bangsa juga sangat penting untuk mengingat jerih payah perjuangan mahasiswa ‘66 demi bangsa Indonesia. Sebab generasi muda adalah harapan dan masa depan bangsa.

 

“Hanya ada 2 (dua) pilihan, menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka”

Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran

 

Penulis: Rena Maulida

Editor: Melody Azelia Maharani

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini