Harimau adalah spesies kucing terbesar yang masih hidup dari Genus Panthera. Harimau memiliki ciri loreng yang khas pada bulunya, berupa garis-garis vertikal gelap pada bulu oranye, dengan bulu bagian bawah berwarna putih. Harimau adalah pemangsa puncak. Sebagai predator puncak, mereka mengendalikan populasi hewan herbivora seperti rusa dan babi hutan.
Harimau (Panthera tigris) terbagi menjadi sembilan subspesies yang tersebar di Asia, mulai dari daratan Turki, Rusia dan Indonesia. Namun saat ini hanya tersisa 6 subspesies harimau di dunia. Harimau Bali (Panthera tigris balica) dan harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) yang telah punah dalam 50 tahun terakhir.
Kepunahan Sudah Terancam Sejak Lama
Harimau Bali dan Jawa terakhir kali diketahui keberadaannya pada akhir tahun 1930-an dan 1970-an. Hanya harimau sumatera yang menjadi satu-satunya harimau yang tersisa di Indonesia sampai saat ini.
Spesies itu disebut juga sebagai harimau sunda, yang mengacu pada kawasan biografi mencakup Sumatera, Jawa dan Bali. Namun, Harimau sumatera ini sangat kritis dan terancam punah hingga menjadi hewan langka. Penyebab kematian terbanyak harimau sumatera adalah perburuan liar, konflik dengan manusia, dan kerusakan habitat.
Seperti namanya, harimau Sumatera adalah populasi Panthera tigris sondaica yang mendiami pulau Sumatera. Hanya sekitar 400 harimau Sumatera terdapat di alam bebas. Dan merupakan harimau terkecil dari keseluruhan subspesies harimau dengan panjang mencapai 2,5 meter dan berat 140 kilogram. Warna bulunya lebih gelap dari jenis harimau lainnya dan bervariasi dari warna kuning kemerahan sampai oranye gelap dengan belang berwarna hitam.
Harimau hidup di kawasan hutan hujan tropis dataran rendah dan hutan gambut, namun semakin menghilang seiring berkurangnya tutupan hutan hampir di seluruh Pulau Sumatra akibat konversi hutan untuk kepentingan perkebunan sawit, pembangunan Hutan Tanaman Industri, pemukiman, pembangunan jalan yang membelah kawasan hutan dan kepentingan lainnya.
Keserakahan dan Kejahatan Manusia Menjadi Penyebabnya
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno menjelaskan permasalahan terbesar yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan kematian harimau sumatera adalah faktor manusia.
“Keberadaan harimau Sumatera terancam karena manusia. Pada 2020, ditemukan 700 jerat yang dipasang warga di sekitar kawasan konsesi,” ia juga menambahkan bahwa selain manusia, permasalahan utama terkait konservasi harimau Sumatera adalah sebaran dan wilayah jelajah harimau tumpang tindih dengan hak penebangan. Hal ini menyebabkan menyempitnya wilayah sehingga harimau terpisah dalam blok-blok hutan.
Dilansir dari laman TFCA sumatera, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Iman Santoso menyebutkan lebih dari 70 persen habitat harimau di Sumatera berada di luar kawasan konservasi.
“Pada areal konsesi perlu dialokasikan koridor satwa dan yang terpenting perlu pelibatan pihak swasta terutama di sektor kehutanan dalam mendukung konservasi harimau sumatera di luar kawasan konservasi yang terintegrasi pada skala bentang alam,” terang Iman Santoso.
Sebagai upaya penyelamatan populasi harimau, Tropical Forest Conservation Action (TFCA)-Sumatera melalui mitranya di Dinas Konservasi dan Penyelamatan Harimau Sumatera (PKHS) kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh telah membentuk tim patroli untuk menjamin keamanan dan memantau penyelamatan harimau.
Hingga saat ini, PKHS telah berhasil mengidentifikasi 58 individu harimau berdasarkan foto yang diambil dengan kamera jebakan. Sedangkan, di Taman Nasional Kerinci Seblat, melalui jaringan AKAR (Greater Alliance for Nature Conservation), TFCA-Sumatera berperan dalam penyelamatan habitat harimau dengan melakukan berbagai upaya untuk mengurangi perambahan, dan mendukung perencanaan wilayah yang dapat merugikan habitat harimau di Kerinci, Taman Nasional Seblat.
Melansir dari CNN Indonesia, akibat menipisnya hutan yang menjadi hunian harimau sumatera, hewan dilindungi itu terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia, hingga menimbulkan konflik.
Konflik tersebut acap kali berakhir dengan tewasnya harimau yang dibunuh atau ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan. Rumah penduduk yang dekat dengan hunian harimau pasti akan membuat masyarakat waspada terhadap hewan buas itu, apalagi harimau merupakan hewan yang sangat berbahaya. Sehingga beberapa penduduk banyak yang mengincar harimau agar tidak mengganggu pemukiman.
Perburuan Secara Ilegal
Selain memiliki konflik dengan manusia akibat habitatnya yang terganggu, harimau juga memiliki manfaat yang begitu besar. Beberapa bagian tubuh harimau diketahui bisa menjadi bahan pembuatan obat herbal. Pada daerah tertentu obat ini sering diincar oleh para pembeli.
Harganya pun lumayan mahal karena diambil langsung dari harimau yang memang sangat langka. Selain itu harimau memiliki kulit yang sangat cantik dan memiliki corak warna orange membuatnya sering dijadikan bahan pembuatan produk.
Salah satu barang yang memakai kulit ini yaitu karpet, tas, sepatu, dan masih banyak lagi. hal itu menjadikan sebuah keuntungan yang besar untuk si produsen. Harimau memang memiliki banyak keuntungan yang begitu besar, namun kepunahan harimau juga menjadi hal yang sangat dikhawatirkan untuk saat ini. Sehingga, perlindungan dan pelestarian perlu lebih ditingkatkan agar tidak ada lagi degradasi habitat dan penurunan populasi setiap tahunnya.
Penulis: Risma Amalia Ulfa Dewi
Editor: Aisha Balqis S
Sumber:
https://bobo.grid.id/amp/083366013/apa-penyebab-terjadinya-kelangkaan-harimau-sumatra