Generasi muda merupakan generasi penerus bangsa yang dapat membuat perubahan besar, kekuatan moral, serta pengawasan sosial suatu bangsa dan negara.

Generasi muda berperan besar dan kuat dalam meneruskan kemajuan bangsa dan negara. Seperti perkataan Bung Karno “Beri aku sepuluh pemuda maka akan aku guncangkan dunia”.

Pada 2045 nanti generasi muda Indonesia genap berumur seratus tahun dalam memimpin Indonesia, pada tahun tersebut diprediksi akan terjadi lonjakan anak muda atau bonus demografi yang menjadikan Indonesia menjadi negara dengan bidang perekonomian terkuat di dunia.

Sayangnya generasi muda tidak diimbangi dengan sikap yang baik, nyatanya mayoritas generasi muda Indonesia menunjukkan sikap apatisme, terutama dalam pemilihan umum (pemilu) kepemimpinan Indonesia.

Apatisme; Wadah Pertunjukan Politik?

Apatis menurut Luis Rey adalah suatu kondisi kejiwaan seseorang atau individu yang ditandai dengan ketidaktarikan, ketidakpedulian, atau juga ketidakpekaan terhadap kehidupan sosial, emosional, atau juga fisik.

Sikap apatisme terdapat dimana saja, salah satunya bidang politik. Sikap apatisme politik atau sikap tidak memiliki ketertarikan kepada politik sudah menjadi hal umum yang terjadi sejak dahulu hingga sekarang.

Era digital memberikan ruang kebebasan bagi generasi muda untuk menyebarkan dan mendapatkan informasi. Penggiringan isu melalui opini kerap kali terjadi di era digital saat ini.

Sayangnya hal ini sangat mengkhawatirkan generasi muda, sebab sikap apatisme terhadap politik akan menggerus generasi muda. Sebab, generasi muda lah yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan Indonesia.

Jika generasi mudanya saja tidak peduli dengan politik Indonesia, bagaimana nasib Indonesia ke depannya?

Panggung politik adalah seni demokrasi, artinya politik adalah jembatan atau ruang bagi anak muda untuk ikut andil dan berpartisipasi dalam membangkitkan bangsa.

Golput menjadi Bentuk Ketidakpuasan Anak Muda

Berdasarkan data riset yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada September 2022 menunjukkan adanya penurunan pemuda rentang usia 17-39 tahun yang mendukung demokrasi sebesar 68,9% menjadi 63,8% pada 2018 lalu.

Penurunan kepuasan publik terhadap demokrasi di latar belakangi oleh ketidakpuasan publik terhadap praktik demokrasi di Indonesia. Tentunya hal ini dapat berpengaruh pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Janji-janji manis aktor politik menjadi faktor pendorong hadirnya sikap apatisme dalam diri pemuda. Tidak hanya itu, apatisme pada pemuda juga hadir dari rasa kecewa juga rasa tidak percaya terhadap kecurangan serta praktik politik dalam pemerintahan Indonesia.

Maraknya praktik ilegal seperti perebutan kursi parlemen, penentuan kebijakan yang menyengsarakan rakyat, dan praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) membuat pemuda merasa tidak lagi dibutuhkan, nyatanya suara dan partisipasi mereka menjadi sia-sia.

Pada akhirnya, golput menjadi solusi bagi pemuda Indonesia dalam menentukan pilihannya. Padahal, pemilihan suara menjadi faktor penting dalam kemajuan negara. Satu suara saja dapat menentukan masa depan suatu bangsa.

Berani Bersuara Berujung Pembungkaman Sebagai Faktor Apatis?

Rasanya tidak dapat dipungkiri, saat ini begitu banyak pertanyaan maupun pernyataan yang dilontarkan kepada anak muda tentang sikap apatis ini. Tetapi, tidak banyak yang mengetahui bahwa pertanyaan juga kerap kali mengintai ketika anak muda sudah berbicara tentang apa yang ia rasakan, pikirkan maupun ketahui khususnya tentang politik. Generasi muda yang berani angkat suara akan langsung di cap “sok pemberani” atau akan langsung mendapat serangan pembungkaman hingga membuat generasi ini serba salah, dan memilih diam. Begitu banyak bukti nyata dari pembungkaman ini terjadi dan berujung para generasi muda hanya ingin di zona nyamannya saja tanpa terlibat apapun.

Namun, pembungkaman tidak akan terus menyertai jika para pemuda bangkit secara bersama menindak dan berjuang untuk berpartisipasi dalam ranah politik. Generasi muda harus paham bahwa mengkritisi kebijakan politik itu perlu bahkan harus karena berdampak besar pada kehidupan banyak orang, bahkan generasi muda itu sendiri sebagai penerus. Berani bersuara memang memiliki resiko, tapi juga memiliki dampak besar untuk menghentikan kekuasaan yang menyeleweng bahkan hak masyarakat yang terus menjadi korban.

Bagaimana Apatisme Mempengaruhi Nasib Suatu Bangsa?

Dalam bukunya, mendiang Meriam Budiarjo menyatakan bahwa tinggi atau rendahnya partisipasi politis di masyarakat menjadi indikator penting bagi perkembangan demokrasi suatu negara.

Tingginya tingkat partisipasi politik masyarakat menunjukkan kepedulian masyarakat tersebut terhadap perkembangan politik di negara. Sebaliknya, semakin rendah angka partisipasi politik masyarakat di suatu negara menjadi pertanda kurang baik.

Sikap apatisme ini pun dapat berdampak pada krisis kepemimpinan generasi muda dan hal ini menjadi ancaman besar bagi masa depan negara.

Lantas bagaimana nasib negara?

Masa depan negara yang baik akan terlihat dari gaya kepemimpinan negara tersebut, namun jika praktik ilegal ini terus dilakukan bahkan pada tingkat terkecil seperti pada contoh pemilihan OSIS di tingkat sekolah, lantas bagaimana negara bisa bergerak ke arah pintu keluar?

Nyatanya praktik politik telah menjalar hingga ke tingkat terendah, Nabila salah satu pengurus organisasi mengatakan bahwa keputusan akhir dalam pemilihan di sekolah dipegang penuh oleh dewan guru tertinggi, bukan berdasarkan pemungutan suara dari masyarakat sekolah.

Kepemimpinan mana lagi yang harus dipercaya, jika sejak dini saja melihat banyaknya hal-hal yang tidak pantut dicontoh untuk kedepannya.

 

Penulis : Sarah Aini Salsabila

Editor : Febriyanti Musyafa

https://suaramahasiswa.com/tak-ada-kampus-merdeka-tanpa-kebebasan-pers-di-dunia-akademik

https://disperkimta.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/generasi-muda-masa-depan-bangsa-38

https://www.kompas.id/baca/riset/2023/07/17/komodifikasi-kaum-muda-di-ruang-politik-3

https://www.infoindonesia.id/info-polhukam/pr-9617027092/Regresi-Kepuasan-Publik-Terhadap-Demokrasi-Hanya-62-Persen

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-apatisme-politik/120003/2

https://koranbernas.id/generasi-muda-kritis-politik-atau-apatis-politik

https://bapenda.jabarprov.go.id/2015/12/24/tantangan-dunia-politik-di-masa-depan/

https://www.kominfo.go.id/content/detail/34036/politik-digital-anak-muda/0/artikel

https://www.fimela.com/lifestyle/read/4357991/mengenal-istilah-apatis-beserta-penyebab-ciri-dan-dampaknya

https://nasional.kompas.com/read/2010/08/03/08525794/~Nasional

https://www.kominfo.go.id/content/detail/46601/peran-penting-generasi-muda-untuk-menyambut-indonesia-emas-2045/0/berita

https://kepri.nu.or.id/opini/sikap-apatis-terhadap-politk-di-kalangan-anak-muda-AUGpa

file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/Final_Rilis_Survei_CSIS_26_September_2022.pdf

https://holopis.com/2021/05/03/tren-apatisme-politik-di-indonesia/

https://makassar.tribunnews.com/2020/09/12/komite-keselamatan-jurnalis-kecam-penangkapan-3-jurnalis-pers-mahasiswa-di-makassar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini