Generasi Z (Gen Z), Zillenial, atau iGeneration merupakan generasi setelah milenial, merangkup tahun kelahiran 1996-2012. Paparan teknologi hingga ketergantungan sosial media membuat Zillenial dianggap lemah mental.
Generasi stroberi, itulah julukan lain dari Gen Z. Dikenal sebagai generasi yang mempunyai segudang ide kreatif, tetapi ketika dihadapkan dengan suatu permasalahan akan mudah menyerah dan cenderung baperan, hal ini menjadi klaim bagi generasi ini.
Namun, apakah anggapan tersebut dapat dibenarkan?
Sebab setiap generasi tentu mempunyai mentalitas, tantangan dan hambatan yang berbeda, termasuk Zillenial. Jika ditinjau lebih jauh, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketahanan mental pada iGeneration saat ini, yakni:
- Pola Asuh
Peran orang tua dan lingkungan menjadi faktor utama dalam membentuk pribadi seseorang. Jika seorang anak tidak dibiarkan untuk mengeksplorasi sekitarnya, maka akan cenderung memiliki sifat penakut dan mudah stres etika menghadapi suatu tantangan.
- Sosial Media
Berbeda dengan generasi sebelumnya, Gen Z lahir ketika internet dan sosial media menjadi kebutuhan banyak orang.
Kehadiran media sosial menjadi tantangan tersendiri bagi Zillenial. Lantaran semakin banyaknya persaingan di dunia digital, menjadikan mereka sibuk membandingkan diri dengan persona yang muncul di sosial media.
- Pandemi Covid-19
Saat pandemi Covid-19 melanda, iGeneration yang masih dalam usia remaja harus dihadapkan dengan situasi menyulitkan. Mulai dari mengubur mimpi hingga kehilangan sanak saudara, menjadikan Gen Z sebagai generasi yang sensitif akan suatu permasalahan.
Berdasarkan dari tiga faktor tersebut, faktor utama ialah pada kemajuan teknologi khususnya sosial media hingga tantangan berlipat kali lebih berat dari generasi sebelumnya. Hal ini disampaikan oleh Project Leader & Founder, EHFA dan President Indonesian Association for Suicide Prevention Dr. Sandersan Onie
Namun, yang menjadi pembeda adalah tingkat kerapuhan Gen Z lebih tinggi, tetapi sisi baiknya generasi ini lebih sadar terhadap beragam hal, salah satunya kesehatan mental.
Persoalan Kesehatan Mental
Kebanyakan masyarakat Indonesia menganggap bahwa isu kesehatan mental adalah hal yang tabu untuk dibahas. Tidak jarang orang beranggapan bahwa gangguan mental sama halnya seperti gila. Tak ayal para penderita diberikan julukan seperti “kurang se-ons”, “ora genep” atau “orang aneh”.
Berdasarkan hasil penelitian The Indonesia Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) pada 2022, terdapat 2,45 juta remaja Indonesia di diagnosis mengalami gangguan jiwa. Dilansir pada laman Kumparan, data dari American Psychological Association menyampaikan 45% Gen Z yang mengaku kesehatan mental mereka baik, yang mana lebih buruk dari generasi lain yaitu Milenial 56%, Gen X 51%, dan Boomer 70%.
Zillenial mudah mengalami gangguan kesehatan mental. Diawali dengan banyaknya kejadian yang dialami dan konsumsi sosial media. Terbukti menurut Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri Indonesia (INASP), remaja Indonesia telah melakukan tindakan bunuh diri sebanyak 670. Melalui hal ini, ditelaah bahwa 1 dari 20 remaja mengidap gangguan mental daripada generasi sebelumnya.
Nyatanya stigma dan julukan senonoh serta diskriminasi terhadap penderita, menujukkan minimnya tingkat literasi dan pemahaman akan kesehatan mental.
Informasi dari Sosial Media Bukan untuk Mendiagnosis
Minimnya tingkat literasi dan kurangnya pemahaman akan informasi yang cepat tersebar, termasuk pemahaman perihal kesehatan mental. Mengakibatkan iGeneration sering kali melakukan tindakan self diagnosis.
Self-diagnosis menggambarkan seseorang mendiagnosis diri sendiri mengenai gangguan atau penyakit tertentu berdasarkan informasi yang didapat secara mendiri. Hal ini marak terjadi akibat sejumlah pengguna sosial media dari jagat maya, membagikan tips atau pengalaman pribadi seputar kesehatan mental.
Sepatutnya jika ingin mengetahui ada atau tidaknya gangguan kesehatan mental, harus melakukan pemeriksaan kepada tenaga ahli medis atau psikiater dan psikolog. Sehingga hasil yang didapat tepat, bukan menerka-nerka.
Gangguan Kesehatan Mental Bisa Terjadi pada Siapapun
Gangguan kesehatan mental memang dapat dialami oleh siapapun. Meskipun begitu, jika tidak dipedulikan dan ditangani dengan baik maka akan menyebabkan kerugian bagi para penderitanya, bahkan dapat meregang nyawa.
Melansir dari liputan6.com, Sandersan kembali menyampaikan bahwa angka percobaan bunuh diri bahkan jauh lebih besar antara 7-24 kali lipat dari angka kematian bunuh diri. Selanjutnya, ia juga menambahkan bahwa kecenderungan melakukan bunuh diri disebabkan oleh stigma dan diskriminasi yang ada di masyarakat.
Salah satu kasus yang terjadi menimpa seorang mahasiswi berusia 19 tahun dari Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq (UIN KHAS). Ia melakukan percobaan bunuh diri di kamar mandi kos pada (22/11/2022) dengan cara menyayat lehernya lantaran diduga tidak mampu menyelesaikan tugas kuliahnya dengan baik.
Selain itu, seorang mahasiswa di Tanggerang mengakhiri hidupnya pada (06/08/2022). Melalui minum obat sampai overdosis sehingga meregang nyawa. Disebabkan depresi mendapat nilai jelek diperkuliahan.
Klaim mental lemah bagi gen Z dikarenakan lebih berani mengungkapkan kerapuhan dirinya. Melek kesehatan mental memang diperlukan dan begitu penting. Namun, yang tidak dibenarkan adalah menelan mentah-mentah informasi sosial media terkait penyakit mental hingga melakukan self diagnosis bahkan mengkaitkan segalanya pada permasalahan mental akibat Fear of Missing Out (FOMO) jejaring sosial.
Karena itu, bila merasakan tanda-tanda terkait gangguan mental, segera hubungi ahli atau mencari bantuan. Sebab apa yang dirasa oleh tubuh, merupakan tanda agar dapat lebih peduli terhadap tubuh dan jiwa sendiri. Kepedulian akan kesehatan mental juga dapat dilakukan dengan melakukan langkah kecil namun berarti bagi mereka, menjadi pendengar yang baik dan tidak menghakimi.
“Masalah kesehatan mental tidak menentukan siapa kamu. Hal itu adalah sesuatu yang kau alami. Kamu berjalan di tengah hujan dan kamu akan merasakan hujan. Akan tetapi, yang terpenting adalah kamu bukan hujan.”
– Matt Haig
Penulis: Aisha Balqis S & Faturahman Sopian
Editor: Melody Azelia M
Sumber:
https://www.seributujuan.id/id/stigma-dan-kesehatan-mental
https://m.liputan6.com/amp/5111704/kena-mental-remaja-makin-banyak-alami-gangguan-jiwa
https://doktersehat.com/psikologi/kesehatan-mental/self-diagnosis/
https://www.halodoc.com/artikel/bahaya-self-diagnosis-yang-berpengaruh-pada-kesehatan-mental
https://ultimagz.com/lifestyle/mengenal-generasi-stroberi/
https://m.merdeka.com/khas/benarkah-generasi-z-bermental-lembek.html?page=4
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/362/mengenal-pentingnya-kesehatan-mental-pada-remaja
https://www.bfi.co.id/id/blog/apa-itu-generasi-strawberry
https://www.halodoc.com/artikel/mitos-atau-fakta-gen-z-memiliki-mental-yang-lebih-lemah