Ledakan bom rakitan terjadi di masjid SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Jumat siang (7/11/25) saat pelaksanaan Ibadah Salat Jumat, melukai puluhan siswa dan guru. Peristiwa ini diduga disebabkan oleh seorang siswa yang kerap menjadi korban perundungan (bullying) dan membawa bom rakitan ke dalam masjid sebagai bentuk balas dendam.

Kronologi dan Motif Pelaku

Ledakan terjadi sesaat setelah khotbah Jumat selesai dan sebelum iqomah dimulai. Berdasarkan keterangan saksi, terdapat tiga jenis bom rakitan atau molotov yang dibawa pelaku, dua di antaranya meledak di dalam masjid.

Mengutip dari Antaranews.com, suasana sebelum kejadian berjalan normal, seluruh siswa mengikuti kegiatan Adiwiyata tanpa adanya tanda-tanda yang mencurigakan. Ledakan besar kemudian mengguncang lingkungan sekolah dan menyebabkan kepanikan di antara jamaah yang langsung berhamburan keluar.

Menurut laporan Detik.com, total korban mencapai 54 orang, dengan 29 diantaranya masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit sekitar Jakarta. Secara rinci, di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih terdapat 14 korban, sedangkan 14 korban lainnya dirawat di Rumah Sakit Yarsi, kemudian satu korban dirawat di Rumah Sakit Pertamina Jaya dengan identitas para korban belum diketahui. Sejauh ini, Kompol Pengky Sukmawan, Kapolsek Cempaka Putih, sedang mempertimbangkan untuk melanjutkan pendataan informasi para korban dan hingga saat ini belum ada laporan mengenai hal tersebut.

Melansir dari Antara, dugaan sementara menyebutkan pelaku merupakan siswa yang sering mengalami perundungan di sekolahnya. Motif balas dendam diduga kuat menjadi pemicu insiden tersebut, meski polisi masih mendalami kasus ini lebih lanjut. Dikutip dari BBC Indonesia, kasus ini membuka perhatian luas masyarakat terhadap pentingnya penanganan kasus bullying dan keamanan di lingkungan sekolah.

Peristiwa ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta menunjukkan betapa seriusnya dampak dari masalah psikologis siswa tidak ditangani dengan benar. Kasus ini menjadi peringatan keras bagi sekolah dan orang tua untuk lebih peka terhadap  kondisi emosional anak, serta memperkuat komunikasi dan kepedulian di lingkungan pendidikan agar kejadian tersebut tidak terulang lagi.

 

Penulis: Danindra Zalfa Fadhilah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini