Suriname merupakan negara yang terletak di Benua Amerika Selatan. Negara ini memiliki wilayah seluas 163.265 km2 dengan kekayaan alam melimpah terutama pada sektor pertambangan dan pertanian. Dari segi geografis, sebagian besar wilayah Suriname masih berupa hutan. Secara demografis, Suriname terdiri dari etnis pribumi dan pendatang. Pendatang terdiri dari suku bangsa Eropa, India, Jawa, dan Tionghoa.

Etnis terbesar di Suriname saat itu adalah Kreol dan India, sedangkan suku Jawa berada di urutan ketiga. Sebesar 15 persen dari total penduduk asli, atau sebanyak 590.855 merupakan suku Jawa mendiami Suriname, hal ini tentunya menjadi keunikan tersendiri, karena tidak banyak ditemui pada negara-negara bagian dari Amerika Selatan. Keberadaan suku Jawa di Suriname juga merupakan dampak dari kolonialisme Belanda.

Pada akhir tahun 1910-an, Suriname mengalami krisis ekonomi karena Perang Dunia I. Mengakibatkan banyak perusahaan gulung tikar dan banyak memberhentikan pegawai kontrak. Karena itu, pemerintah Belanda mengubah kebijakan berupa memerintahkan imigran Jawa untuk menanam padi di pelosok Suriname. Setelah tahun 1930, pekerjaan yang ditekuni menjadi lebih beragam. Selain bertani (padi, singkong, dsb), mereka memelihara unggas dan hewan ternak lainnya, sampai ada juga yang menjadi seniman.

Menjadi Minoritas, Etnis Jawa Ditindas 

Pemerintah Belanda mempekerjakan calo untuk membantu merekrut tenaga kerja dari Jawa. Upaya para calo dilakukan dengan cara yang beragam, mulai dari pemasang poster untuk menarik perhatian para tenaga kerja, menghembuskan isu-isu ekonomi, mengajak orang-orang Jawa untuk bekerja ke Suriname, hingga melakukan cara kotor membohongi korban dengan mengatakan kedatangan anggota keluarga, dan menculiknya ke Suriname.

Pengiriman imigran Jawa ke Suriname berlangsung selama 49 tahun, yakni dari tahun 1890 sampai 1939 dengan jumlah keseluruhan pekerja sebanyak 32.956 orang. Kebanyakan yang bekerja di Suriname merupakan orang Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sebagian besar dari mereka beragama Islam, berbeda dengan penduduk asli Suriname yang beragama Kristen. Sehingga saat itu, suku Jawa menjadi kaum minoritas yang tidak mendapatkan hak sebagaimana mestinya.

Orang Jawa di sana dipekerjakan sebagai pegawai kontrak oleh macam-macam Perusahaan milik Belanda. Setelah selesai masa kerja, mereka diizinkan pulang ke Indonesia, tetapi terdapat biaya yang dipungut oleh Belanda untuk pekerja itu pulang. Akhirnya mereka memilih menjalankan kehidupan di Suriname saja.

Kehidupan yang mereka jalani, sangat tidak layak. Dari gaji rendah, makanan seadanya, sampai pelayanan Kesehatan di bawah standar. Adanya Poenale Sanctie (pidana sanksi) menjadi sumber ketakutan bagi para pekerja. Sebab, terdapat peraturan berupa pekerja yang melarikan diri dari pekerjaan, dapat ditangkap dan dibawa ke majikannya dengan kekerasan apabila melakukan perlawanan.

Unik! Bahasa Jawa menjadi Bahasa sehari-hari di Suriname

Bahasa utama di negara ini adalah Belanda, tapi karena tidak semua penduduknya bisa bahasa Belanda. Bahasa ini pun berakhir menjadi bahasa kedua sehingga tidak heran ketika melihat orang Jawa di sana berbicara dengan bahasa Jawa. Bahasa Jawa pun akhirnya lambat laun menjadi salah satu bahasa yang digunakan oleh penduduk di sana.

Hiburan yang populer di kalangan orang Jawa Suriname berupa wayang, ludruk, dan ande lumut. Pewayangan kerap dipentaskan saat ada hari besar, contohnya hari ulang tahun Ratu Belanda. Selain itu, para migran juga mengadakan beberapa acara keagamaan. Dari segi pendidikan, mereka sangat jauh tertinggal dibandingkan etnis-etnis lainnya di Suriname layaknya Kreol atau India. Dalam laporan tahun 1940 dinyatakan bahwa 60% – 75% anak suku Jawa tidak memahami sama sekali bahasa Belanda, sementara 50% di antaranya bahkan buta huruf (Meel, 2011). Keadaan ini berbanding terbalik dari para pekerja India yang dapat leluasa menyekolahkan putra-putrinya.

Pada tanggal 25 November 1975, Suriname akhirnya Merdeka. Hari kemerdekaan menjadi pencapaian penting bagi kehidupan suku Jawa di Suriname. Sebab, mereka dapat pulang ke Indonesia tanpa ancaman, serta juga ada yang memilih untuk menetap.

 

Penulis: Farinda

Editor: Melody Azelia

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini