20 Februari diperingati sebagai Hari Keadilan Sosial Sedunia atau World Day Social Justice. Keadilan sosial merupakan cita-cita bangsa yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Tidak hanya menjadi tujuan dari negara kita, Indonesia. Tetapi, keadilan sosial menjadi tujuan dari seluruh dunia, hal ini jelas tercantum dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG’s).
Melansir dari detikcom, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengusung tema ‘Global Coalition for Social Justice: Bridging Gaps, Building Alliances’ atau ‘Koalisi Global untuk Keadilan Sosial: Menjembatani Kesenjangan, Membangun Aliansi’ tema ini ditujukan agar seluruh bangsa dapat bekerjasama untuk memutuskan kesenjangan sosial dan mencapai kesejahteraan.
Majelis Umum PBB mengakui bahwa pembangunan sosial dan keadilan sosial sangat diperlukan untuk pencapaian dan pemeliharaan perdamaian dan keamanan di antara bangsa-bangsa. Pembangunan sosial dan keadilan sosial tidak dapat dicapai tanpa adanya perdamaian dan keamanan, atau tanpa adanya penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.
Ke Mana Perginya Petinggi Dunia?
Rupanya, keadilan sosial dan perdamaian dunia yang dijanjikan oleh PBB tidak dirasakan oleh masyarakat Palestina. Genosida yang dilakukan Israel menjadi bukti kuat bahwa keadilan sebagai tujuan berkelanjutan hanya omong kosong belaka. Nyatanya hingga saat ini PBB nyaris menyerah untuk memperjuangkan keadilan di negeri para nabi tersebut. Faktanya, saat ini Israel justru memperluas serangannya ke kota Rafah, membunuh masyarakat sipil tidak bersalah, dalam genosida ini korban tewas bertambah menjadi 28.858 jiwa dengan anak-anak dan perempuan menjadi korban terbanyak. Sayangnya, hingga saat ini PBB belum melakukannya upaya terbaru untuk menghentikan agresi Israel kepada Palestina, padahal salah satu tujuan PBB adalah menciptakan perdamaian dunia.
Melansir kabar24, pada 17 Desember 2019, Kongo, terdapat lima Perusahaan yang dituntut sebab mendapat tuduhan adanya eksploitasi anak. Tuntutan ini mencuat di tengah-tengah kampanye pemilihan presiden yang tengah berlangsung di Indonesia. Para aktivis dan kelompok advokasi mempertanyakan bagaimana calon-calon presiden bersikap terhadap isu eksploitasi anak dan keadilan sosial secara umum.
Kasus-kasus ini membuka mata kita bahwa peran pejabat tinggi dunia sangat penting untuk menciptakan kedamaian, perlu adanya kolaborasi bersama untuk mewujudkan tujuan berkelanjutan dunia. Namun, alih-alih saling bergandeng tangan, justru banyak anggota PBB dan negara lainnya yang acuh bahkan dengan mudah memilih kabur dari peran dan tanggung jawab mereka.
Hari Keadilan Sosial, Rakyat Masih Sengsara
Setelah 17 tahun Hari keadilan sosial ditetapkan, sayangnya hingga saat ini kesenjangan sosial masih banyak terjadi di berbagai negara berkembang, salah satunya Indonesia. Indonesia masih jauh dari kata adil, hal ini dapat kita lihat dari sejumlah pejabat negara yang melakukan korupsi; bansos, dana kesehatan, anggaran pendidikan. Ketimpangan sosial juga dirasakan oleh masyarakat bawah Indonesia, khususnya pada kasus pemberian Bantuan Sosial (Bansos) yang tidak merata pada setiap wilayah hingga salah sasaran penerima bansos. Belum lagi adanya praktik kecurangan dalam sistem hukum dan demokrasi menjadi bukti kuat lemahnya tingkat keadilan di negara ini. Padahal, keadilan adalah hak setiap masyarakat dalam suatu negara. Alih-alih meningkatkan cita-cita bangsa justru malah memperumit keadaan.
Hari Keadilan Sosial Sedunia menjadikan isu ini sebagai tantangan serta panggilan bagi pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk bersatu dalam upaya menciptakan dunia yang lebih adil dan merata bagi semua.
Penulis: Febriyanti Musyafa & Darren Verrol
Editor: Febriyanti Musyafa