[ Reupload Artikel Berjudul “Chaos di Dago Elos” Setelah Mendapati Take Down Berita di Website LPM Gema Alpas Secara Misterius. Postingan ini Sebelumnya Telah di Posting Pada Tanggal 16 Augustus dan Meraih Pembaca Sekitar 200an ]
Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id
Berawal dari sekelompok warga Dago Elos yang mendatangi Polrestabes untuk melaporkan tindak pidana kasus sengketa tanah pada Senin 14 Agustus 2023 namun ditolak untuk kedua kalinya. Laporan sebelumnya, pada 8 Maret 2023 juga ditolak bahkan tim kuasa hukum mendapatkan perlakuan kasar berupa ancaman verbal berbunyi, “lamun jaman baheula geus digebugan ku aing,” yang berarti “kalau terjadinya jaman dahulu, udah saya gebug orang ini.”
Saat laporan kedua ditolak, warga yang kesal melakukan protes memasuki ruang Kasat Reskrim agar Kasat Reskrim menjelaskan langsung hasil pelaporan kepada warga yang hadir di luar. Pendamping hukum menjemput warga yang melakukan protes agar segera kembali ke barisan warga. Tepat setelah keluar gerbang Polrestabes, warga yang didampingi kuasa hukum menerima tindakan kekerasan verbal oleh salah satu anggota polisi yang melotarkan kata makian kepada warga yang melapor ”gara-gara kalian, Anjing!”.
Seorang warga lainnya juga merasa kecewa dan melakukan protes di depan pagar Polrestabes Bandung, lalu menerima pemukulan dari salah satu anggota kepolisian. Salah seorang kuasa hukum yang berusaha menjemput warga yang masuk ke kantor Polrestabes Bandung mengalami kekerasan fisik berupa pencekikan leher oleh salah satu anggota polisi. Terbukti bahwa warga menerima kekerasan dan intimidasi oleh pihak kepolisian.
Warga yang merasa kecewa karena tuntutan yang tidak diterima selama dua kali, memutuskan pulang. Tetapi, tak lama setelah itu, mereka berdatangan dengan menggunakan spanduk bertuliskan “Kita Belum Merdeka”, “Dago Melawan”, dan “Tanah untuk Rakyat”. Lalu memblokir Jalan Dago sebagai luapan kekecewaan, aksi blokir jalan kemudian berujung ricuh menjelang tengah malam. Aparat mulai melakukan tindak represifnya kepada para pendemo agar membubarkan diri sejak pukul 20.00 WIB.
Foto: Dini Putri/BandungBergerak.id
Aparat kepolisian mulai menembakan gas air mata ke arah warga, keadaan pun mulai ricuh. Beberapa warga menuding aparat telah mengkhianati kesepakatan karena telah melepaskan gas air mata. Namun beberapa aparat yang berdiri di bagian depan mengklaim tidak melakukan upaya apa-apa. Mereka mengangkat tangan sebagai tanda penyangkalan.
Penembakan gas air mata menyulut emosi sebagian warga. Mereka mengumpat bahwa polisi tidak bisa dipercaya sejak awal. Beberapa warga dan anggota solidaritas bersiap dengan batu. Dalam kejadian ini tidak hanya menembakan gas air mata kearah kerumunan warga, para polisi juga menangkap paksa secara acak para warga yang bermukim di Dago Elos hingga mengganggu ketenangan warga dengan menggedor rumah, menerobos masuk dengan segala bentuk kekerasan yang dilayangkan.
Video serta foto yang menunjukkan insiden di Dago Elos pun tersebar di sosial media dengan menampilkan tindakan represif pihak kepolisian hingga berakibat banyaknya warga yang mengalami luka-luka dan batuk darah. Insiden ini memberikan gambaran bahwa semakin “bringas” pihak kepolisian kepada rakyat sipil.
Kejadian ini ditengarai oleh kasus sengketa tanah di wilayah Dago Elos yang semulanya tanah seluas 6,3 hektare tersebut milik keluarga Muller untuk pabrik NV cement tegel fabriek dan materialen hendel simoengan atau PT Tegel Semen Handeel Simoengan yang bermodalkan bukti Eigendom Verponding (sertifikat tanah era kolonial Belanda) nomor 3740, 3741, 3742 yang dikeluarkan pemerintah Kerajaan Belanda pada tahun 1934.
Namun, pasca kemerdekaan terbitlah Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960 yang mengharuskan, seluruh tanah Eigendom Verponding harus dikonversi selambat-lambatnya 20 tahun sejak berlakunya UUPA.
Tetapi keluarga Muller tidak pernah mengkonversi tanah tersebut sehingga status tanah tersebut menjadi tanah milik negara. Kemudian tanah tersebut digunakan sebagai pemukiman warga RT 01 & 02 RW 02 Dago Elos, bahkan di daerah tersebut juga didirikan terminal serta Kantor Pos Dago Elos.
Pada tahun 2016 keluarga Muller yaitu Herry Hermawan, Dody Rustendi, Pipin Sandepi yang ketiganya menyandang nama Muller, menjual secara sepihak tanah tersebut kepada PT. Dago Inti Sejahtera yang merupakan perusahaan properti kemudian menggugat tanah warga tersebut dengan dasar Eigendom Verponding yang tidak pernah dikonversi dan merupakan dokumen illegal/tidak resmi untuk mengusir paksa warga yang tinggal di Dago Elos.
Pada putusan Kasasi Nomor 934.K/Pdt/2019, Mahkamah Agung mem-pertimbangkan bahwa Eigendom verponding atas nama Keluarga Muller sudah berakhir karena tidak dikonversi paling lambat tanggal 24 September 1980.
Menanggapi pasca putusan Kasasi, Dago Elos mempersiapkan pendaftaran tanah kepada Badan Pertanahan Negara Kota Bandung. Terhitung dari 21 Januari 2021 mengajukan permohonan sertifikasi pendaftaran tanah kepada Kantor, Agraria dan Pertanahan (ATR/BPN) Kota Bandung namun hingga sampai saat ini belum ditanggapi oleh kantor BPN Kota Bandung.
Pada Tahun 2022, Mahkamah Agung menganulir putusan kasasi dan mengeluarkan Putusan Peninjauan Kembali dengan nomor 109/dt/2022, dengan mengabulkan gugatan pihak keluarga Muller, berdasarkan hal tersebut kemudian ini menjadi penghianatan terhadap warga Dago Elos bahwa Hakim Agung sebagai representasi negara yang mengerti dan memahami hukum malah membenarkan dan memenangkan penggugat. Hal ini menjadi pilu dan menghancurkan rasa keadilan masyarakat yang telah puluhan tahun menempati dan mengelola wilayah tersebut tersebut.
Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id
Hingga saat ini perlawanan warga Dago Elos masih berlanjut dalam melawan atas ketidakadilan hukum serta tindak aparat penegaknya kepada rakyat sipil. Dalam kejadian Dago Elos terlihat bahwa pihak kepolisian tidak pernah belajar apapun soal kemanusiaan, sloga presisi Polri hanya omong kosong belaka. Upaya mempertahankan tanah, merupakan bagian dari upaya bertahan hidup.
Dago Elos akan terus bertahan walau dalam upaya pembungkaman dan perlawanan dari pihak pemangku kepentingan dengan berbagai cara yang menyengsarakan rakyat. Penyempitan ruang hidup yang berdampak hingga memberangus kesejahteraan masyarakat sipil harus terus diperjuangkan terutama dalam permasalahan ini, demi mempertahankan hak atas tanah mereka.
Penulis: Raihan Fadilah
Editor: Nabila
Sumber:
https://bandungbergerak.id/article/detail/158644/malam-mencekam-di-dago-elos
https://bandungbergerak.id/article/detail/158643/kronologi-kaos-penutupan-jalan-di-dago-elos-gas-air-mata-melukai-warga
https://nasional.tempo.co/read/1760146/pbhi-jawa-barat-ungkap-kronologi-kericuhan-di-dago-elos?fbclid=PAAaZUGhn27YgaJEN_niHVL8ehBaTz2KuEhdi-eWHW3wbvXsPE6KxpopDAdRU_aem_AUI6sOfuZ6GDyC3hkQe-yehrijqBu4p7wuO_U_tvKrw5Z1LcwDq0Y7DTa50c_8IThPg
https://www.instagram.com/p/Cv7vzwayAia/?img_index=1
https://www.instagram.com/p/Cv9sd1rPDqT/?utm_source=ig_web_copy_link&igshid=MzRlODBiNWFlZA==
https://www.instagram.com/p/Cv83dDyJmlp/?utm_source=ig_web_copy_link&igshid=MzRlODBiNWFlZA==
https://www.instagram.com/p/Cv9KH1kRAsr/?utm_source=ig_web_copy_link&igshid=MzRlODBiNWFlZA==
https://www.instagram.com/p/Cv9FteZsNLO/?utm_source=ig_web_copy_link&igshid=MzRlODBiNWFlZA==
https://www.instagram.com/p/CifLRQEvoqd/?utm_source=ig_web_copy_link&igshid=MzRlODBiNWFlZA==
https://bandungbergerak.id/article/detail/15866/haris-azhar-menyemangati-warga-dago-elos-untuk-terus-melawan-mempertahankan-tanahnya