Hari Bumi diperingati setiap tanggal 22 April, sejak tahun 1970. Peringatan ini tidak hanya menjadi momen untuk menghargai keelokan alam semesta yang menjadi tempat tinggal bagi seluruh makhluk hidup, melainkan sebuah panggilan penting untuk mengevaluasi keadaan aktual dari planet ini. Terutama dengan menyadari bahwa sebagian besar kerusakan disebabkan oleh ulah manusia yang semakin hari kian tamak.

Bumi telah menjadi pusat bagi segala aspek kehidupan, baik dalam hal sosial, ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, maupun lingkungan hidup.

Sebagai penghuni bumi, umat manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melindungi lingkungan. Manusia perlu menyadari pentingnya menjaga lingkungan hidup, sebab lingkungan sangat berpengaruh besar dalam proses kehidupan. Misalnya dari pohon sebagai produksi oksigen, akar tumbuhan yang menyerap air agar tidak terjadi banjir, dan masih banyak lagi. Sayangnya, sifat tamak manusia jauh lebih besar, padahal keserakahannya itu lah yang membawa dampak buruk bagi bumi dan keberlangsungan hidup manusia itu sendiri.

Cangkul, Cangkul, Cangkul yang Dalam, Bumi Menangis karena Dirusak 

Sumber daya alam (SDA) di bumi merupakan bagian dari sumber kehidupan manusia. Semua yang dibutuhkan oleh manusia disediakan oleh alam, mulai dari pangan, sandang, hingga papan. Namun sayangnya, semua aset berharga itu hilang dalam sekejap akibat ulah tangan nakal manusia.

Alam terus digerus hingga ke inti bumi, gunung dibelah, hutan dibakar, dan pohon ditebang. Seperti yang terjadi di Kalimantan Barat, melansir dari bbc.com, tahun 2022 di Kabupaten Kubu Raya, pohon bakau dengan jumlah puluhan juta kilogram, dibakar dan dijadikan sebagai arang. Tentunya hal ini menyebabkan hilangnya rumah bagi fauna langka dan kerusakan hutan.

Tidak hanya pada daratan, keserakahan manusia juga terjadi di wilayah perairan. Seperti yang terjadi di Pantai Indah Kapuk (PIK), kondisi di sana memperjelas bahwa laut yang diuruk merupakan bentuk eksploitasi alam pada wilayah perairan.

Selain itu, pencemaran air juga menjadi bukti ketidakpedulian manusia terhadap bumi. Melansir dari katadata, Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Sampah Laut (TKN PSL) menyebutkan, sepanjang tahun 2022, sebanyak 398 juta ton sampah plastik mengotori laut Indonesia.

Bila Habis, Apa yang Akan Dituai oleh Generasi Mendatang?

Ketidakpedulian manusia terhadap alam membawa dampak buruk bagi keberlangsungan hidup manusia. Alam mungkin terlihat biasa, namun semua aktivitas eksploitasi yang dilakukan oleh manusia terhadap alam membawa dampak kerusakan yang serius terhadap ekosistem. Seperti terjadinya perubahan kualitas udara dan suhu, tanah longsor akibat kurangnya daya serap dari pepohonan, hingga lapisan ozon yang terus menipis dan tidak dapat pulih kembali. Padahal, bumi dapat memulihkan kembali kondisinya secara alamiah. Sayangnya, penebangan pohon dan eksploitasi alam yang berlebih membuat proses pemulihan bumi terhambat.

Bencana alam; banjir, tanah longsor, gempa bumi, penurunan kualitas udara, peningkatan suhu bumi, dan bahan pangan yang meningkat, itu semua merupakan hasil yang dituai dari apa yang ditanam. Seperti kata pepatah, apa yang ditanam itu yang dituai.

Manusia memang gemar mengeluh, menyalahi alam dan kondisi yang terjadi. Padahal apa yang dirasakan saat ini merupakan efek jangka pendek dari keserakahan manusia, jika efek jangka pendeknya saja sudah cukup membuat manusia mengeluh, bagaimana dengan efek jangka panjang?

Harapan di Hari Bumi

Momentum peringatan Hari Bumi seharusnya menjadi panggilan bagi kita semua untuk merenung, bertindak, dan mengubah sikap kita terhadap bumi. Kita tidak boleh lagi membiarkan keserakahan merusak apa yang kita miliki saat ini, karena pada akhirnya, kita hanya akan merusak diri sendiri.

 

Penulis : Jasmine Mutiara Ananda

Editor : Melody Azelia Maharani

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini