Gagasan isu lingkungan menjadi pembahasan hangat dalam debat cawapres (calon wakil presiden) yang diadakan pada Senin, (21/01/2024) lalu. Sebab, salah satu paslon memberikan solusi mengenai agenda transisi energi yang akan dijalankan pada tahun-tahun mendatang.
Carbon Capture Storage (CCS), merupakan solusi energi terbarukan yang kerap kali di gadangkan oleh cawapres nomor urut 02. Akan tetapi, solusi ini mendapat kritik dari sejumlah pihak. Sebab, CSS merupakan solusi yang kurang tepat dan tidak efisien dalam mengurangi emisi untuk jangka panjang.
“Penggunaan CCS akan memperpanjang penggunaan energi fosil,” jelas Firdaus Cahyadi, selaku Indonesia Team Lead Interim 350.org. “Akibatnya, penggunaan teknologi CCS ini akan menghalangi pengembangan energi terbarukan.”
Berdasarkan hasil press release yang dikeluarkan oleh 350.org dan Power Up, mengungkapkan bahwa isu energi terbarukan ini menjadi sebuah pembahasan penting. Sebab, hal ini juga akan berdampak pada krisis iklim yang sedang dihadapi.
Terlebih, penggunaan CSS nantinya akan sangat memakan biaya yang cukup besar. Sehingga, dengan biaya sebesar itu, tidak sepadan dengan manfaat yang akan didapatkan oleh negara.
Gagasan lainnya yang diungkapkan oleh cawapres nomor urut 02 juga dinilai akan membahayakan, yaitu pengembangan energi hijau berbasis sawit. Sebab, hal tersebut akan meningkatkan alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan sawit secara masif.
Menanggapi hal tersebut, Firdaus menyatakan, “Kita semua tidak ingin agenda transisi energi berkeadilan di Indonesia berantakan hanya karena program energi hijau dan CCS dari Prabowo-Gibran.”
Generasi Muda Tidak Temukan Komitmen Capres-Cawapres Akan Tangani Isu Lingkungan
Generasi muda saat ini mencari dan menantikan political will yang pasti dari para capres (calon presiden) untuk menangani isu lingkungan yang dapat menyelesaikan permasalahan krisis iklim dengan menggunakan transisi energi bersih.
Hal ini disebabkan oleh krisis iklim yang terjadi saat ini berdampak pada kenaikan suhu yang cukup signifikan. Menurut temuan dari BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) rata-rata suhu udara di Indonesia pada tahun 2023 meningkat 0,5 derajat celcius, dibandingkan dengan periode 1991-2020.
Kenaikan suhu yang dialami Indonesia saat ini akan berdampak pada cuaca ekstrem, seperti kemarau panjang, kekeringan, krisis air dan gagal panen yang mengakibatkan krisis pangan. Selain itu, efek domino juga akan menghantui seperti perlambatan ekonomi di masa mendatang.
Survei CELIOS (2023) menunjukkan bahwa 81% masyarakat Indonesia setuju bahwa pemerintah perlu mendeklarasikan kondisi darurat iklim. Kenyataanya, pada riset rekam jejak para paslon untuk isu transisi energi dan krisis iklim dari Cerah dan Markdata (2023), menemukan bahwa narasi tentang iklim dan energi para capres bersifat umum dan belum menjadi prioritas utama.
Kebijakan pemerintah pada iklim seharusnya memenuhi kriteria yang inklusif, sesuai rekomendasi sains, dengan mempertimbangkan dampak bagi masyarakat, dan sesuai kebutuhan masyarakatnya.
Nyatanya hingga saat ini, para anak muda tidak mendapatkan kepastian dari para paslon (pasangan calon) yang memenuhi kriteria. “Menurut kami tidak ada satupun calon yang benar-benar kuat berkomitmen untuk menghentikan pembangunan PLTU batubara baru dan melakukan pensiun dini batubara,” ujar Feby Nur Evitasari, KMPLHK Ranita UIN Jakarta.
Sumber daya alam yang berlimpah harus dilindungi dan dijaga untuk generasi yang akan datang agar dapat menikmatinya. Kebijakan hari ini pun, pastinya akan berdampak pada puluhan bahkan ratusan tahun mendatang.
“Para pemimpin seharusnya mewariskan hal baik untuk Bumi yang sehat kepada kami bukan warisan rangkaian bencana akibat kerakusan mereka mengeruk sumber-sumber energi fosil. Apakah para pemimpin kita menunggu batubara habis baru tobat? Yah keburu terlambat,” jelas Prisalo Luis, Kepala Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI 2023.
Oleh karena itu, sejak awal generasi muda perlu memastikan para calon presiden dan wakil presiden untuk lebih serius dalam mengutamakan krisis iklim dan melakukan transisi energi bersih dan adil. Supaya dapat dikelola dengan baik dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Oleh: Tim Redaksi LPM Gema Alpas