Indonesia memiliki sejumlah catatan sejarah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang hingga saat ini belum mampu diselesaikan. Pelanggaran HAM berat di Indonesia dikenal oleh beberapa peristiwa seperti peristiwa Talangsari, Trisakti, Semanggi, hingga kerusuhan Mei 1998. Jenis pelanggaran HAM yang terjadi pun beragam, mulai dari penghilangan secara paksa (penculikan), hingga pembunuhan.

Untuk mengingat kasus pelanggaran HAM berat tersebut, akhirnya masyarakat Indonesia bersatu membentuk Aksi Kamisan rutin yang dilakukan di depan Istana Negara, Aksi Kamisan rutin digelar untuk memperjuangkan keadilan para korban dan keluarga korban atas pelanggaran HAM yang melibatkan sejumlah aparatur negara.

17 Tahun Aksi Kamisan Berdiri, HAM Masih Saja Dikebiri

Kamis, 18 Januari 2024 bertepatan dengan 17 tahun Aksi Kamisan yang rutin diselenggarakan setiap Kamis di depan Istana Negara. Pakaian dan payung serba hitam yang menjadi simbol akan keteguhan di dalam mencintai insan manusia, dipergunakan sebanyak 802 kali setiap Aksi Kamisan. Masyarakat khususnya keluarga korban dan aktivis berkumpul melakukan unjuk rasa. Aksi yang bertujuan untuk menuntut pemerintah segera menuntaskan dan menangani kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.

“… isu yang dibawa lebih pada isi-isu penuntasan HAM masa lalu, isu-isu politik terkait impunitas-impunitas terhadap segi hukumnya, impunitas terhadap pelaku-pelakunya yang sampai sekarang secara pidana bahkan tidak pernah diusut,” tutur Efsa selaku pihak dari Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional.

Mengutip dari Kompas.id, terdapat 12 peristiwa yang diakui sebagai pelanggaran HAM berat, yakni peristiwa 1965-1966; peristiwa penembakan misterius 1982-1985; peristiwa Talangsari, Lampung, 1989; peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh, 1989; peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998; peristiwa kerusuhan Mei 1998; peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999; peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999; peristiwa simpang KKA, Aceh, 1999; peristiwa Wasior, Papua, 2001-2002; peristiwa Wamena, Papua, 2003; dan peristiwa Jambo Keupok, Aceh, 2003.

‘Orang Silih Berganti, Aksi Kamisan Terus Berdiri’ menjadi tajuk 17 tahun Aksi Kamisan. Selama 2 (dua) periode masa pemerintahan Presiden Jokowi, tidak adanya pergerakan yang baik dalam menangani HAM. Hal ini didukung dengan data Indeks HAM 2023 berjudul “Stagnasi HAM Menjelang Satu Dekade Jokowi” yang dikeluarkan oleh Setara Institut.

Seperti yang disampaikan oleh Jali selaku salah satu koordinator dari Aksi Kamisan. “Apalagi kalau janji gitu kita lihat realisasi Presiden Jokowi tepat satu tahun yang lalu Januari 2022, justru malah bikin makin runyam makin rumit situasinya. Jadi, hanya ingin menyelesaikan secara non-yudisial seperti itu. Tanpa proses hukum yang berkualitas dan bisa menciptakan evaluasi dan koreksi yang nyata buat institusi maupun individu pelaku pelanggaran HAM berat.”

Di mana Peran Pemerintah?

Tidak adanya transparansi pemerintah atas penyelesaian dalam regulasi hukum yang jelas terhadap kasus pelanggaran HAM berat menyebabkan terus digelarnya Aksi Kamisan. Menurut Efsa, sejak awal pemerintahan Presiden Jokowi, hanya membahas peristiwa yang masuk dalam kategori pelanggaran HAM tanpa ada tindak lanjut upaya penuntasan pelanggaran HAM.

“Tapi rezim berganti rezim, sampai hari ini implementasi kepedulian terhadap HAM dan jangankan perlindungan gitu, menghormatinya aja nggak ada gitu. Pengakuan terhadap pelanggaran-pelanggaran itu sampai kepada dibukanya kasus-kasus itu tidak ada implementasi sampai hari ini” lanjutnya.

Salah satu petani pakel asal Banyuwangi, yakni Harun yang menjadi korban kejamnya HAM di Indonesia mengatakan, “Belum ada respon penuh dari pemerintah. Sampai selama ini, sampai lamanya 17 tahun itu masih ada saja di berbagai daerah warga yang sedang memperjuangkan hak atas tanah, ada yang memperjuangkan keadilan, itu masih ada saja upaya pemerintah untuk membungkam ini.”

Jelang Aksi Kamisan, Media Sosial X @aksikamisan Hilang

Akun Twitter atau X milik @aksikamisan tiba-tiba menghilang pada Rabu, (17/01/24). Hilangnya akun Aksi Kamisan tersebut menyulut perhatian publik yang menduga bahwa akun tersebut dengan sengaja dihilangkan oleh pihak tertentu.

“[terkait] akun yang hilang, mungkin ada yang nggak senang ya dengan adanya Aksi Kamisan. Mungkin. Saya nggak bisa menduga apa itu dari instansi negara atau  instansi [lain] yang saya nggak bisa menduga,” ujar Harun yang turut serta dalam Aksi Kamisan dan ikut menyuarakan terkait pelanggaran-pelanggaran HAM.

Koordinator Aksi Kamisan, Jali, turut buka suara terkait hilangnya akun X @aksikamisan dan mengklarifikasi bahwa sudah adanya tindakan atas masalah ini dengan menghubungi ke pihak X terkait akun Aksi Kamisan.

“Kita sampai sekarang juga belum dapat balasan lebih lanjut sebenarnya soal penyebab dan lain-lain. Semoga katanya sih prosedurnya 3 x 24 jam atau 72 jam secara total gitu. Jadi diharapkan besok sih harusnya udah atau ya maksimal Sabtu ya itu udah bisa kita pakai lagi.”

Mengutip tirto.id, akun X @aksikamisan hilang karena adanya kendala teknis akibat perubahan informasi soal akun. Hal ini disampaikan oleh salah satu akun bernama @MLimamS: “Halo Bapak Ibu, betul ini sementara sedang tidak bisa diakses terkait kendala teknis karena ada perubahan informasi soal akun, sedang mengajukan tiket ke Twitter support (jadi bukan karena ada yang take down atau laporan pihak tertentu, misal mau meluruskan). Kemungkinan akun kembali maksimal dalam 72 jam dari Twitter support biasanya.”

Harapan Masyarakat terkait Penuntasan HAM

Segala upaya terus dilakukan, melalui Aksi Kamisan sebagai bentuk kesadaran akan maraknya kasus HAM terjadi di Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Maria Catarina Sumarsih, selaku ibu dari Benardius Realino Norma Irawan (Wawan), korban tragedi Semanggi I tahun 1998, mengatakan bahwa dalam menegakan supremasi hukum ia akan melakukan aksi apa saja termasuk Aksi Kamisan agar mendapatkan keadilan di meja pengadilan apapun hasilnya.

Tentunya dengan melakukan Aksi Kamisan, para penggerak, korban, maupun keluarga korban dan masyarakat menginginkan dan mempunyai harapan besar terkait penuntasan pelanggaran HAM. Serta adanya peningkatan transparansi pemerintah dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat, komitmen dalam mengimplementasikan prinsip atau hukum HAM yang berlaku, pengungkapan total pelaku, dan pemulihan bagi korban yang mengalami peristiwa kala itu.

Masyarakat sangat berharap siapapun presiden nantinya yang akan menjabat, dapat memberikan bukti nyata dalam menangani isu pelanggaran HAM dengan implementasi konkret, perubahan substansial dalam penanganan kasus pelanggaran HAM, dan adanya perlindungan terhadap aktivis, terutama setelah menghilangnya akun media sosial @aksikamisan. Sehingga dapat membangun masa depan Indonesia yang berlandaskan keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

 

Oleh: Tim Redaksi LPM Gema Alpas

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini