Sejak 8 Oktober, Israel membentangkan serangan kepada warga Palestina yang ada di Gaza. Tepat hari ini, terhitung sebagai hari ke-28 penyerangan tersebut. Penyerangan ini menjadi kejadian yang paling mematikan hingga memakan ribuan nyawa dan mengesampingkan nilai kemanusiaan.
Eskalasi semakin terlihat dengan semakin banyak jumlah warga sipil yang meninggal dunia setiap harinya. Bukan sekedar peperangan, banyak pihak beranggapan bahwa tindakan ini menjurus ke arah genosida yang diupayakan pihak Israel terhadap penduduk Gaza. Dimana zionis Israel dengan sengaja menghancurkan etnis, kebangsaan, agama atau ras demi menguasai wilayah Palestina.
Kilas Balik Awal Konflik
Konflik telah terjadi lebih dari 100 tahun. Hal ini diawali dengan adanya Deklarasi Balfour pada tanggal 2 November 1917. Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour menuliskan surat kepada Lionel Walter Rothschild, tokoh komunitas Yahudi Inggris. Surat tersebut berisikan untuk didirikannya rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina. Sejak saat itu, tahun 1920 hingga 1940-an jumlah oranh Yahudi yang tiba di Palestina terus meningkat. Migrasi massal ini lantaran Gerakan Nazi di Eropa.
Pengungsi Yahudi yang datang ke Palestina begitu disambut oleh penduduk Palestina, karena melihat kesusahan yang dialami Yahudi kala itu. Namun, kebaikan itu dibalas dengan kecaman yang semakin dirasakan penduduk Palestina dengan gelombang migrasi dan mengarah pada penyitaan tanah para penduduk asli. Dikarenakan, Yahudi menganggap bahwa Palestina adalah rumah bagi leluhur mereka. Namun, komunitas Arab di Palestina juga menganggap hal yang sama karena adanya Masjid Al-Aqsa.
Ketegangan semakin dirasakan diliputi tindak kekerasan yang meningkat. Hal ini menyebabkan adanya pemberontakan Arab dari 1936 hingga 1939. Melihat adanya pemberontakan yang memprotes kolonialisme Inggris, membuat Inggris menindas mereka secara brutal dengan adanya penangkapan massal dan penghancuran rumah. Melansir dari CNBC, Pada paruh kedua tahun 1939, Inggris telah mengerahkan 30.000 tentara di Palestina. Desa-desa dibom melalui udara, jam malam diberlakukan, rumah-rumah dihancurkan, dan penahanan administratif serta pembunuhan massal tersebar luas hingga dalam tiga tahun pemberontakan tersebut 5.000 warga Palestina terbunuh dan 15.000 hingga 20.000 orang terluka bahkan 5.600 orang dipenjarakan.
Sumber: https://www.washingtonpost.com/politics/2021/05/28/dueling-histories-debate-over-historic-palestine/
Pada 1947, populasi Yahudi semakin meningkat hingga 33%. Melihat konflik tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuat Resolusi 181 yang berisi pembagian Palestina menjadi negara Arab dan Yahudi. Palestina menolak karena ketidakadilan dalam kebijakan tersebut, dimana 56% wilayah Palestina harus diberikan kepada Yahudi. Karena konflik yang tak kunjung usai, membuat inggris mendeklarasikan pembentukan negara Israel pada tahun 1948. Setelah itu, operasi militer Israel dilangsungkan yang dikenal dalam Peristiwa Nakba. Dimana 15.000 warga Palestina terbunuh dan mayoritasnya adalah anak-anak dan perempuan serta menguasai 78% wilayah Palestina, dan tersisa 22% wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Sejak saat itu, Israel meningkatkan penyerangan. Perlawanan dari komunitas Arab untuk mempertahankan kota suci tersebut, hingga adanya perjanjian Oslo tak membuat penyerangan yang dilakukan Israel berhenti dari praktik kejam pembunuhan dan penghancuran.
Serangan Mematikan Kembali Terulang
Israel kembali melakukan praktik kejamnya pasca Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober. Hamas merupakan kelompok militan islam yang menggabungkan dakwah damai islam dan perjuangan bersenjata. Harakat al-Muqawamah al-Islamiyyah (حركة المقاومة الاسلامية) ini sebagai gerakan pertahanan islam dan berjuang membebaskan Palestina dari gempuran Israel.
Zionis Israel telah lebih dari 100 tahun menyerang, menyiksa dan membunuh warga Palestina. Wajar jika ada sebuah perlawanan sebagai bentuk dari upaya pertahanan dari sisi Gaza. Anehnya, karena tidak terima, Israel kembali menyerang bahkan mengklaim bahwa Hamas adalah teroris.
Melansir dari Kompas, konflik bersenjata di Gaza memiliki rasio 6:1 korban tewas untuk Palestina dan Israel. Hal ini dikarenakan penyerangan yang dilakukan lebih luas hingga pengungsian, rumah sakit, masjid, gereja, ambulance hingga pusat listrik, air dan sanitasi. Jalur Gaza semakin tercekik dengan tidak adanya aliran listrik, air bersih, makanan, pakaian dan pengungsian yang mendapati pengeboman. Setiap harinya korban selalu bertambah dari pengeboman dam penembakan massal, anak-anak hingga perempuan menjadi korban utama.
Jumlah warga Gaza yang gugur akibat serangan udara Zionis Israel melebihi jumlah korban kematian sejak Gaza di blokade pada tahun 2007. Melansir dari Middle East Eye, lebih dari 9.000 warga tewas di Jalur Gaza. Mirisnya, angka kematian anak-anak yang terbunuh lebih banyak dibandingkan jumlah korban tewas dalam konflik di seluruh dunia.
Dilansir dari CNBC, Organisasi non-pemerintah Save the Children menyebut per data Minggu, setidaknya 3.324 anak telah terbunuh di Gaza sejak 7 Oktober, sementara 36 anak meninggal di Tepi Barat. Sementara Jumat (3/11/2023), ada sebanyak 3.760 anak-anak dari total 9.061 warga yang tewas di Jalur Gaza. Jumlah ini melampaui total anak terbunuh di 24 negara pada tahun 2022.
Mengutip dari Al Jazeera, Jason Lee sebagai Direktur Save The Children wilayah Palestina menyampaikan bahwa “Kematian satu anak adalah satu hal yang terlalu banyak, namun ini adalah pelanggaran berat yang sangat besar,” jelasnya. Ia pun menghimbau agar adanya genjatan senjata dan komunitas internasional harus mengutamakan masyarakat disbanding politik.
Berdalih Self Defense Hingga Penggunaan Senjata Terlarang
Israel seolah membenarkan diri atas tindak keji yang dilakukan dengan dalih Self Defense. Bagi mereka, pengeboman, pembunuhan dan penembakan massal adalah sebagai bentuk dari mempertahankan diri pasca serangan balik Hamas. Pernyataan ini sungguh tidak masuk akal, seharusnya konsep self defense dapat dinyatakan oleh warga Palestina yang telah lama mempertahankan wilayahnya dan mengorbankan nyawa mereka.
Ini bukan lah perlindungan diri bagi Israel, tetapi upaya memusnahkan warga Gaza yang telah hebat melindungi wilayah mereka. Hal ini terbukti dengan Gaza pada tahun ini, mengalami pengeboman yang sangat hebat untuk pertama kalinya dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Israel menggunakan 18.000 tons dalam pengeboman yang melebihi kejadian di Hiroshima.
Tidak hanya sebagai ungkapan, dalih self defense berdampak pada penggunaan senjata terlarang yang digunakan oleh Israel dalam penyerangan ke Gaza. Salah satunya, menggunakan bom fosfor putih. Dilansir dari Detik, Human Right Watch, sebuah organisasi internasional yang menyelidiki dan melaporkan pelanggaran hak asasi manusia di seluruh dunia membenarkan penggunaan bahan kimia terlarang tersebut. Mereka menyebutkan penggunaan bahan kimia tersebut adalah pelanggaran dan dapat berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang bagi warga Gaza.
Dunia Mengutuk Tindakan Anti Kemanusiaan Israel Kepada Gaza
Genosida yang sangat amat kejam dari Israel dikutuk oleh berbagai negara di dunia. Kekejaman begitu terlihat, suara lirih meminta pertolongan dan bantuan, kejadian orangtua kehilangan anak-anak mereka, atau bahkan satu keluarga yang gugur hingga tidak lagi memiliki keturunan. Rumah sakit yang seharusnya menjadi tempat perlindungan dan pertolongan sama halnya dengan pengungsian juga dibinasakan, hingga banyak warga Gaza yang mengalami kesulitan dalam upaya pertolongan.
Ketidaklayakan hidup akibat genosida yang begitu dirasakan oleh para warga Gaza membuat masyarakat di penjuru dunia geram. Ini bukan lah tentang agama, ras, etnik dan lainnya. Melainkan tentang kemanusiaan yang dilanggar oleh Israel.
Sejumlah demonstrasi mendukung Palestina menyebar di berbagai kota di seluruh dunia. Berbagai aksi di gelar di Turki, Australia, Perancis, Amerika Serikat, Iran, Korea Selatan, Pakistan, Malaysia, Iggris, Indonesia dan banyak lainnya. Demonstran mengecam kekerasan yang dilakukan oleh Israel dan menuntut genjatan senjata. Dunia meminta adanya kebebasan penuh bagi warga Palestina dan meminta bagi pemerintah memberi bantuan secara rutin dan nyata serta keadilan bagi Palestina.
Sumber: Merdeka.com
Aksi harus selalu dilakukan, bantuan harus selalu dikirimkan dan perhatian harus selalu diberikan kepada warga Palestina. Karena, pesan untuk memberhentikan tindakan keji yang mematikan harus selalu dikobarkan agar ada upaya nyata untuk menekan angka kematian yang telah mencapai 9.770 orang per tanggal 5 November 2023.
Penulis & Editor: Nabila
Sumber:
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cjr0pz20z7po
https://www.kompasiana.com/flavilius44423/65473598edff761e0455b452/sejarah-konflik-palestina-israel
https://www.kompas.id/baca/riset/2023/11/04/27-hari-paling-mematikan-di-gaza
https://www.republika.id/posts/46629/israel-terus-mencekik-gaza
https://www.voaindonesia.com/a/demo-pro-palestina-meluas-di-seluruh-dunia/7312431.html