Era modern ini membawa media sosial menjadi kebutuhan sehari-hari. Setiap orang memanfaatkan media sosial dengan keperluan yang berbeda-beda.
Mulai dari mencari informasi, mengikuti tren, berkomunikasi, memperluas koneksi, membagikan momen, hingga sebagai tempat mencari rezeki. Terlepas dari kegunaannya, media sosial memiliki sisi buruk yang berdampak negatif jika kita digunakan secara berlebihan. Yup! Media sosial bisa menjadi pemicu sifat atau perilaku negatif salah satunya narsisme berlebihan kepada setiap individu yang menggunakannya.
Pada dasarnya setiap orang mempunya sisi narsisme sejak lahir. Sifat ini seolah menjadi kebutuhan bagi diri sendiri karena dapat membantu seseorang mencapai rasa percaya diri dan tidak terkait pada standar orang lain demi kebahagiaan dirinya. Tetapi di lain sisi, perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan atau narsisme juga membawa pada hal yang tidak baik untuk diri sendiri loh!
Secara psikologis, narsisme yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud ini dapat membuat seseorang merasakan self centered (berpusat pada diri sendiri) dan self concerned (hanya memikirkan diri sendiri) sehingga membuat seseorang kesulitan untuk berempati atau menghargai orang lain. Seseorang yang memiliki sifat ini tidak mudah menyesuaikan diri karena kurangnya kesadaran akan keadaan aktual dirinya dan bagaimana orang lain memandangnya.
Sifat berlebihan pada diri ini sudah beranjak di sosial media. Tak jarang, seseorang yang mengidap sifat narsisme di sosial media telah sampai pada tingkat yang berlebihan karena setiap pengguna dapat memposting konten apa saja bahkan kehidupan pribadinya.
Buruk atau tidaknya membuat konten kehidupan pribadi, tergantung tingkatannya. Menurut Gracia Inovika, M.Psi seorang Psikolog Personal Growth menyatakan bahwa dampak menyebarkan kehidupan pribadi jika dilihat secara psikologis tergantung pada frekuensi dan intensistas menyebarkan kontennya.
Para pengguna yang mengunggah konten di media sosial seharusnya sudah memahami dampak atau konsekuensi yang akan terjadi dari konten yang mereka posting di media sosial. Karena, konten yang telah di unggah akan menjadi jejak digital. Membuat konten dengan adanya unsur narsistik juga dapat membuat seseorang kecanduan untuk selalu mengunggah kehidupan pribadinya agar mendapatkan pengakuan, pujian hingga dikagumi.
Pintar dan bijak dalam menggunakan media sosial sangat lah penting agar tidak sembrono dalam mengunggah konten di media sosial. Apalagi kalau demi memberi angin pada sifat narsisme diri yang memberi dampak buruk. Biar bisa mencegahnya, Yuk simak beberapa gejala akibat narsisme berlebihan di media sosial.
1. Sering Merasa Dirinya “Diatas” Orang Lain
Rentan memiliki kepercayaan diri yang lebih baik dari orang lain hingga mengharapkan banyak pujian dan dikagumi oleh orang lain. Merasa dirinya paling bagus dalam segala hal sehingga patut mendapatkan perhatian dan pernghargaan dari orang lain. Parahnya, muncul sikap merendahkan orang lain dan berusaha secara berlebihan untuk mendapatkan perhatian untuk disanjung.
2. Sering Merasa Iri atas Pencapaian Orang Lain
Individu yang memiliki sifat narsisme berlebihan di media sosial merasa dirinya adalah “spotlight” hingga haus akan pengakuan pun lahir. Oleh karenanya, apabila ada orang yang mengunggah pencapaiannya di media sosial, para narsistik ini merasa iri dan tertinggal sehingga merasa dirinya sudah tidak menjadi “spotlight” lagi.
3. Anti Kritik
Saat menerima kritik, pihak yang dikritik seringkali menganggapnya sebagai serangan pribadi. Ini mungkin tampak seperti komentar yang ofensif bahkan terkadang membuat malu, sakit hati, dan tidak nyaman. Hal tersebut dikarenakan, sifat narsistik membawa seseorang memiliki sikap arogan dan egois.
4. Narsis & Oversharing Saling Berkaitan
Terlepas dengan gejala pada seseorang yang memiliki sifat narsis. Kemudahan membagikan informasi di era digital juga membuat seseorang menjadi oversharing. Nah, begitupun dengan para narsistik di sosial media yang kerap melakukan perilaku overshare.
Melansir dari Detik, Dosen Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Tiara Diah Sosialita MPsi Psikolog menjelaskan, oversharing adalah kondisi ketika seseorang tidak bisa membatasi diri sendiri dalam membagikan informasi pribadinya kepada publik.
Hal ini digambarkan seperti seseorang yang sering mengunggah hubungan pribadi dan masalah keluarga di media sosial. Bagi mereka, membagikan informasi yang tidak seharusnya diketahui orang lain di media sosial dapat menarik perhatian serta sebagai upaya mengekspresikan emosi walaupun memberi dampak negatif.
Oversharing di media sosial dapat terjadi akibat beberapa faktor, diantaranya narsis dan kesepian. Individu yang merasa kesepian dalam dunia nyata, seolah merasa memiliki wadah meluapkan cerita hingga akhirnya kecanduan bercerita di media sosial. Secara tidak langsung, individu yang sering melakukan oversharing di media sosial telah memicu dampak berbahaya seperti tindak kriminal dari netizen yang mengetahui kisahnya.
Perilaku oversharing terkadang juga dipicu oleh Fear of Missing Out (FOMO) atau rasa takut ketinggalan. Melihat orang lain bercerita sesuatu dan berhasil mendapatkan perhatian atau respon yang baik akan membuat seseorang juga ingin bercerita tanpa Batasan. FOMO diketahui memainkan peranan penting dalam berbagi hal secara berlebihan dan kerap kali mempunyai dampak buruk yang lebih besar terhadap kesehatan mental, khususnya ketidakpuasan ekstrem.
Nah, biar dijauhi dari sifat narsis dan perilaku oversharing. Kamu harus tahu tips agar tidak oversharing di sosial media!
1. Deep Talk dengan Orang yang Dapat Dipercaya
Bercerita ke orang yang dipercaya dapat menjadi salah satu cara agar individu tidak oversharing di media sosial. Berinteraksi secara langsung juga dapat memperkuat hubungan emosional dan lebih mendapatkan feel atau perasaannya.
2. Menulis Masalah di Buku Diary atau Membuat Jurnal Harian
Selain bercerita dengan orang yang dapat dipercaya, menumpahkan perasaan yang dirasa atau masalah di buku diary, jurnal, atau sekedar notes dapat melegakan perasaan dan meningkatkan suasana hati lho. Karena dengan menulis apa yang dirasakan, dapat memvalidasi bahwa perasaan yang sedang dialami adalah nyata.
3. Menyibukkan Diri dengan Kegiatan yang Positif
Melakukan kegiatan positif juga dapat mencegah individu melakukan oversharing di media sosial. Dengan menyibukkan diri dengan kegiatan yang positif, hari terasa berjalan dengan baik. Upaya melakukan hal yang positif juga dapat membantu untuk mengalihkan diri dari media sosial. Sehingga, dapat mencegah mengalami dampak buruk dari sosial media serta menjadi lebih fokus pada hobi dan cita-cita diri.
Nama: Dewa Rahadian Hakeem
Editor: Nabila
Sumber:
https://www.liputan6.com/citizen6/read/5221203/suka-oversharing-di-media-sosial-yuk-kenali-penyebabnya-dan-tips-untuk-berhenti-oversharing
https://www.kompas.com/sains/read/2021/04/25/200000223/tren-influencer-unggah-konten-kehidupan-pribadi-apa-efeknya-?page=all
https://www.idntimes.com/life/inspiration/melinda-fujiana/agar-tidak-oversharing-di-media-sosial-c1c2?page=all
https://kumparan.com/116_laila-nurul-andini/pengaruh-media-sosial-terhadap-kepercayaan-diri-20j7cK1DOo7
https://www.republika.id/posts/40368/hidup-bermedia-sosial-dan-sulitnya-menghadapi-kritikan
https://www.halodoc.com/artikel/kecanduan-media-sosial-hati-hati-oversharing