Baru-baru ini permasalahan terkait polusi udara yang menjadi cerminan buruknya kualitas udara ramai menjadi perbincangan. Diawali dengan beberapa publik figur yang mengabadikan kondisi udara dari pesawat dengan penampakan langit ibu kota dipenuhi asap hingga berwarna abu-abu.

Partikel-partikel polusi udara yang menumpuk ini menjadikan kondisi udara semakin buruk. Walaupun memang sudah buruk sejah dahulu, namun saat ini lebih buruk lagi hingga menjadikan Jakarta peringkat satu dalam kota dengan udara terburuk di dunia.

Memang sesuatu tak akan dilirik jika belum viral, itulah budaya Indonesia. Sebelumnya, kebanyakan masyarakat terlihat seakan acuh tak acuh atas kondisi udara yang buruk. Namun, semenjak isu ini viral di sosial media, masyarakat mulai bersuara dan bertanya mana solusi pemerintah akan polusi udara yang semakin memburuk.

Sebenarnya, buruknya kondisi udara memang sudah terjadi dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan hal ini menjadi permasalahan penting dan membuat Koalisi Ibu Kota dengan beberapa lembaga atau organisasi lingkungan lainnya sejak lama menggugat pemerintah untuk segera bertindak dalam menciptakan udara bersih. Terbukti dengan adanya tuntutan Koalisi Ibu Kota terkait Hak Udara Bersih yang menang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 September 2021. Namun sayangnya, hasil yang ada sekarang masih jauh dari tuntutan Koalisi Ibu Kota.

“Tercatat sejak 15-20 Juni 2022 kualitas udara secara berturut-turut untuk kota Jakarta berada di urutan teratas kota dengan polusi tertinggi di dunia pada pengukuran udara di pagi hari. Kualitas udara yang tidak sehat dirasakan warga Jakarta jelang Hari Ulang Tahun DKI Jakarta ke-495 pada tanggal 22 Juni 2022,” ujar Koalisi Ibu Kota dalam siaran pers.

Semakin memburuknya kualitas udara saat ini telah memberi jawaban akan ketidakpedulian masyarakat dan pemerintah terhadap udara bersih bebas polusi. Memang benar bahwasanya Jakarta saat ini menjadi kota terburuk dalam kualitas udara, namun mirisnya hal ini tidak hanya menimpa kota Jakarta tetapi kota-kota lainnya yang berdampak sejak lama, namun tidak diketahui orang banyak karena tidak viral.

Polusi Udara di Indonesia Sudah Buruk Sejak Era 90an Hingga Kini?

Melansir dari Kompas, World Health Organization (WHO) mencatat bahwa sejak era 90-an polusi udara di Indonesia memang telah mencemaskan dengan indikator utama partikel polutan atau Suspended Particulated Matter (SPM) yang terbilang parah. Sebagai partikel halus yang melayang di udara, SPM ini terdiri dari bahan bakar fosil dan berbahaya bagi kesehatan. Dalam laman Kompas tercatat bahwa polutan halus di Jakarta sudah meningkat hingga 30% sejak 10 tahun terakhir.

Sayangnya, indeks kualitas udara di Indonesia yang termasuk tidak sehat dalam 5 tahun belakangan ini ditandai dengan polutan yang semakin meninggi. Tepatnya pada 2023, laman Kompas menyatakan bahwa polutan telah mencapai 40 Mikogram per meter kubik dan telah melampaui batas aman menurut WHO senilai 15 Mikogram per meter kubik.

Dalam ranah ibu kota, memburuknya kualitas udara bukan lagi berada pada tingkat mencemaskan tetapi mengkhawatirkan dengan data IQAir pada 16 Agustus 2023, bahwa kualitas indeks udara sebesar 170 dengan partikel polusi udara berada di PM 2.5. Sehingga tidak heran jika Jakarta sebagai kota pertama di dunia yang memiliki kualitas udara buruk.

Meski demikian, terdapat Kabupaten Bekasi, Tangerang Selatan, Kabupaten Bogor, Depok, Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Tangerang, Bogor, Cimahi, dan lainnya yang juga menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di Republik ini. Banyaknya kota-kota di Indonesia yang memiliki kualitas udara buruk, membuktikan bahwa sangat diperlukan tindak nyata pemerintah dalam menangani hal ini.

PLTU dan Transportasi Menjadi Penyebab

Terlepas dari buruknya kepedulian pemerintah, sampai saat ini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menjadi penyebab utama pencemaran udara. Hal ini disebabkan oleh penggunaan batu bara yang dilakukan di ruang terbuka dan rawan terbawa angin, bahkan lokasinya berada dekat dari pemukiman.

Ditambah dengan musim kemarau yang membuat udara semakin panas dan berkabut sehingga menyebabkan timbulnya berbagai penyakit, baik penyakit kulit maupun penyakit pernapasan. Melansir CNBC Indonesia, Nafas Indonesia memperkirakan adanya dua sumber polusi udara, yakni hyperlocal dan lintas batas. Menurut Piotr Jakubowski selaku Co-Founder Nafas Indonesia, hyperlocal merupakan sumber polusi yang terjadi di kawasan industri, mobil dan motor, pembakaran sampah, dan pabrik dengan emisi yang tinggi. Sedangkan, lintas batas artinya daerah lain memiliki polusi yang kemudian tertiup angin dan datang ke daerah tertentu.

Kawasan industri yang memiliki sumber polusi tinggi, dibuktikan dengan beberapa wilayah di Tangerang Selatan yang menjadi lokasi pabrik-pabrik dengan emisi tinggi. Di mana banyak truk yang berlalu-lalang serta volume kendaraan yang cukup tinggi sehingga menjadi salah satu faktor tingginya polusi udara di Tangerang Selatan. Center for Research on Energy and Clean Air (CREA), menyebutkan pencemaran lintas batas dari Provinsi Banten dan Jawa Barat menjadi kontributor utama pencemaran udara di Jakarta, terutama industri energi pembangkit listrik dan manufaktur.

Selain kota-kota tersebut, pada 18 Agustus 2023, Kalimantan Barat khususnya Mempawah memiliki angka kualitas udara sebesar 162. Tentunya angka ini termasuk dalam kualitas udara buruk yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan yang sangat luas. Berakibatkan kabut asap yang mengudara pun menjadi banyak.

Dilansir CNN Indonesia, Sigit Reliantoro menyebutkan bahwa sebetulnya sumber emisi di Jakarta sebagian besar dipengaruhi dari Jakarta sendiri dan di daerah Jabodetabek sebagai hinterland-nya. Melalui PLTU di sekitar Jakarta yang bergantung dengan arah, kecepatan angin serta faktor atmosfer lainnya.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan kalau polusi udara yang terjadi di Jakarta bukan berasal dari PLTU, tetapi dari transportasi dan manufaktur yang seharusnya segera dikendalikan. Terkait transportasi di Jakarta memang sudah banyak disediakan transportasi publik, tentunya telah banyak juga masyarakat yang bergantung dengan transportasi publik. Hal tersebut pun dapat mengurangi polusi udara dibanding membawa kendaraan pribadi.

Namun seperti yang disampaikan oleh Public Engagement & Actions Manager Greenpeace Indonesia, Khalisa Khalid melalui tempo.co. “Siapa yang sebenarnya tidak menggunakan public transport? Yang tidak menggunakan itu pejabat publik, kami semua menggunakan publik transport,” ujarnya.

Perbaikan Kualitas Udara Butuh Aksi Nyata Bukan Aksi Belaka

Udara yang kian hari memburuk ini, tentunya membawa dampak bagi kesehatan. Akibat dari udara yang kotor ini, beberapa penyakit dapat muncul sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Diantaranya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), jantung koroner, kanker nasofaring, pneumonia, asma bronkial, bronkopneumonia, dan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).

Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI JAKARTA dari Januari hingga Juni 2023, mencatat ada 638.291 kasus ISPA di ibu kota. Kasus ini sempat turun pada bulan April hingga Mei namun, kembali naik pada bulan Juni 2023 dengan 102.475 kasus. Menurut Dinkes, hal ini disebabkan oleh kualitas udara di Jakarta.

Mengutip dari BBC, seorang ibu bernama Saskia sudah hampir satu pekan berada di rumah sakit karena menemani anak bungsunya yang didiagnosis terkena peradangan paru-paru (pneumonia) dan bronkitis. “Di keluarga saya tidak ada yang merokok. Saya masih memakai kendaraan sepeda motor, tapi satu hari sekali hanya satu kilometer. Setelah ditelusuri, kegiatan outdoor-nya yang membuat dia terpapar,” ujar Saskia menyatakan bahwa sang buah hati tidak memiliki riwayat masalah kesehatan.

Polusi udara begitu berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Resiko yang disebabkan juga berdampak pada kematian. Berdasarkan penjelas Kementerian Kesehatan, terdapat sejumlah penyakit respirasi yang diakibatkan polusi udara dengan prevalensi tinggi. Sementara di Indonesia dari 10 penyakit dengan kasus terbanyak per 100.000 penduduk, 4 di antaranya merupakan penyakit respirasi, antara lain PPOK 145 kejadian dengan 78,3 ribu kematian, kanker paru 18 kejadian dengan 28,6 ribu kematian, pneumonia 5.900 kejadian dengan 52,5 ribu kematian, dan asma 504 kejadian dengan 27,6 ribu kematian.

Lantas, akankah pemerintah diam melihat resiko besar akibat pencemaran udara?

Sudah banyak lembaga atau masyarakat yang sejak dulu meminta pemerintah untuk bertindak tegas terkait hal ini. Namun, baru dilakukan oleh Presiden setelah masyarakat ramai membicarakannya. Melansir dari Greenpeace Indonesia, salah satu lembaga yang merespon tanggapan Presiden akan hal ini adalah Koalisi Ibu Kota. Melalui pengadaan aksi damai pada 16 Agustus 2023 di Balai Kota DKI Jakarta dengan menyampaikan 4 tuntutan, yaitu:

  1. Mendorong reformasi kebijakan dan keterbukaan informasi publik terkait industri, pabrik, dan PLTU batubara penyumbang polusi udara
  2. Meminta para tergugat dan turut tergugat menjalankan putusan CLS
  3. Meminta pemerintah berhenti mencari alasan untuk melepas tanggung jawab pengendalian polusi udara
  4. Meminta pemerintah berhenti memberikan solusi palsu dalam upaya memulihkan kualitas udara Jakarta.

Hingga kini, pemerintah hanya baru memberi solusi dengan jangka pendek, menegah dan panjang. Melansir dari Kompas, solusi jangka pendek ini terdiri dari rekayasa cuaca, percepat penerapan batas emisi, perbanyak ruang terbuka hijau dan kantor Work From Home (WFH) dan Work From Office (WFO). Bukankah sebuah solusi butuh tindak nyata? melihat dari solusi jangka pendek saat ini yang telah digadang-gadang tidak memberi bukti maupun upaya nyata. Pada 22 Agustus 2023 berdasarkan laman IQAir, US Air Quality Index (AQI US) atau indeks kualitas udara di Ibu Kota masih tercatat buruk dengan angka 163 dan polutan utama PM 2.5.

Dimanakah tindak nyata pemerintah dalam menindak hal ini dengan cepat dan tepat?

Tingkatkan Kepedulian Menjaga Udara Bersih Bebas Polusi

Langit dengan kabut tebal menjadi keresahan bagi masyarakat. Bukan hanya pandangan yang kurang jelas namun, juga sistem pernapasan yang terganggu. Dampak dari polusi ini bukan hanya bualan belaka atau bisa dianggap seperti angin yang berhembus saja.

Menurut Air Quality Life Index (AQLI), diperkirakan rata-rata orang Indonesia dapat kehilangan usia harapan hidupnya sebesar 2,5 tahun akibat polusi udara ini. Bahkan, meningkatkan risiko bayi lahir dengan kelainan atau cacat. Polusi termasuk salah satu dampak dari krisis iklim yang dapat menciptakan kenaikan permukaan laut dari cairnya es di kutub dan berkurangnya air tanah.

Krisis iklim ini sangat perlu perhatian serius dan aksi nyata dari pemerintah. Dalam menanggulangi hal ini, masyarakat harus bersama untuk meningkatkan kepedulian dan turut dalam menjaga lingkungan terutama udara bersih. Secara bersama masyarakat harus menyadari atas hak merasakan udara bersih dan tangung jawab untuk menjaganya. Karena, mengembalikkan kualitas udara bersih butuh keterlibatan dan tindakan dari semua pihak.

Melansir dari lama KrJogja, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara, Luckmi Purwandari menyampaikan bahwa “Saya mengharapkan warga Indonesia menyadari bahwa udara bersih adalah hak kita bersama dan sekaligus menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menjaganya,” jelasnya.

Penulis: Rena Maulida & Raihani Az Zahra

Editor: Melody Azelia M

Daftar Pustaka:

https://www.bbc.com/indonesia/articles/cndkdyzp269o

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-66497528

https://www.iqair.com/id/indonesia/jakarta

https://www.bbc.com/indonesia/articles/c0dkezpngylo

https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20230815153952-33-463163/tangsel-tangerang-jadi-sarang-polusi-dari-mana-sumbernya

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/02/23/13370731/jalur-tak-steril-bikin-warga-malas-naik-transjakarta

https://www.bbc.com/indonesia/articles/c0dkezpngylo

https://news.republika.co.id/berita/rzcacx451/gaya-hidup-pengaruhi-polusi-di-kota-jakarta

https://www.instagram.com/p/CwCCqzyPT_q/?igshid=MzRlODBiNWFlZA==

https://news.detik.com/berita/d-6139236/polusi-di-dki-juga-disebabkan-sumber-pencemaran-udara-belum-terkendali

https://www.instagram.com/p/Cv_DTPtP6OJ/?igshid=MzRlODBiNWFlZA==

Koalisi IBUKOTA Tuntut Pengendalian Polusi Udara Jakarta

https://metro.tempo.co/read/1760462/polusi-udara-jakarta-greenpeace-warga-sudah-naik-transportasi-publik-yang-tidak-pejabat

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/08/18/kalbar-punya-kualitas-udara-terburuk-di-indonesia-pagi-ini-jumat-18-agustus-2023

https://aqli.epic.uchicago.edu/wp-content/uploads/2021/09/AQLI_IndonesiaReport-2021_IND-version9.7.pdf

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini