Jauh sebelum memasuki era serba ada, tentunya kita sering mendengar seperti apa perempuan diperlakukan pada masa itu. Kesetaraan dan keadilan bagi kaum hawa selalu dikesampingkan, tak jarang hanya dianggap sebagai objek oleh kelompok tertentu.
Keadilan semu yang diromantisasi dengan berbagai alasan, seringkali menodai kehormatan perempuan kala itu. Tuntutan akan keadilan bagi wanita dianggap menyalahi norma dan tindak kejahatan, padahal sejatinya perempuan adalah makhluk yang indah dan penuh kehormatan dengan segala kelembutannya.
Perjuangan dan perlawanan terus dilakukan walaupun bagai merangkak diatas pecahan beling, tetapi hal ini tidak membuatnya patah semangat sebab pada akhirnya usaha yang dilakukan membuahkan hasil dengan hadirnya sosok yang mendobrak kekeliruan akan pemahaman terhadap perempuan.
Sosok Pejuang Emansipasi Wanita
Pada abad ke-14 perjuangan ini telah dimulai dengan nama emansipasi wanita yang dipelopori oleh Raden Ajeng (R.A) Kartini. Emansipasi wanita adalah upaya untuk mendapatkan kesetaraan dan kesamaan kelas sosial di mata masyarakat. Pemikiran ini lahir karena berkaca pada kebebasan berpikir bangsa eropa yang pada saat itu lebih maju dibandingkan dengan perempuan di Indonesia.
Hal tersebut menjadikan R.A Kartini memperjuangkan kesetaraan gender, sosok emansipasi asal Jepara ini melihat bahwa perempuan sebagai kaum yang termarjinalisasi dan terenggut haknya dari berbagi aspek kehidupan oleh keadaan sosial pada zaman itu.
Kebebasan perempuan di Indonesia pada saat itu pun tercekik, dimana perempuan hanya dididik untuk berbakti kepada suami, bahkan derajatnya dianggap lebih rendah dibandingkan laki-laki. Sampai-sampai melahirkan istilah “pemimpin haruslah laki-laki” yang seolah-olah menganggap seorang perempuan tidak memiliki kecakapan untuk menjadi pemimpin.
Kini, ia telah tiada namun semangatnya tetap membara dan menjadi inspirasi kaum hawa di Indonesia untuk terus berjuang dan berperan bagi kemajuan bangsa, terutama pendidikan. Walaupun usaha yang dilakukan bukanlah perkara mudah, akan tetapi semangatnya berhasil melahirkan sosok Kartini – Kartini lainnya.
Kartini Masa Kini
Keberhasilan sosok Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita menjadi loncatan besar bagi peradaban khususnya bagi para perempuan. Peringatan akan keberhasilannya diabadikan dalam Hari Kartini yang jatuh pada setiap tanggal 21 April sebagai momentum para perempuan di Indonesia untuk terus mempertahankan dan meningkatkan derajat wanita di mata dunia.
Selepas jauh kepergian R.A Kartini, Indonesia masih mengalami gejolak ketidakadilan terhadap hak-hak perempuan. Sosok Maria Ulfah Soebadio kemudian hadir ditengah-tengahnya. Mungkin kita tidak begitu familiar dengan beliau, tetapi beliau adalah seorang Menteri Sosial (Mensos) perempuan pertama pada tahun 1946 yang ditunjuk oleh Sultan Sjahrir sebagai simbol keberhasilan dan kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, Maria berperan dalam mendorong perlindungan terhadap perempuan yang menikah. Hal ini bermula pada keresahannya yang tertuang dalam bukunya dengan judul “Pejuangan Untuk Mencapai Undang-Undang Perkawaninan” yang dilatarbelakangi oleh kisah bibinya yang mendapatkan perlakuan semena-mena sebagai seorang istri.
Kejadian tersebut menjadi tonggak perubahan di Indonesia dengan dibentuknya Badan Perlindungan Perempuan Indonesia untuk melindungi hak-hak seorang istri dalam perkawinan pada masa itu.
Adapun jauh di negeri seberang terdapat sosok yang mengispirasi dan membela hak-hak perempuan, yakni Malala Yousafzai asal Taliban. Ia merupakan tokoh yang berperan dalam kesetaraan gender dan Pendidikan bagi perempuan di negara tersebut.
Dalam perjuangannya ia sempat tertembak oleh oknum Taliban karena begitu gencar menyuarakan hak dan kebebasan bagi perempuan dalam mengenyam Pendidikan. Namun, perjuangannya tidak sia-sia sebab aksinya membangkitkan semangat para perempuan di negara-negara yang kental akan budaya patriarki. Keberhasilannya terlihat pada Yayasan yang ia buat yakni “Malala Fund” guna memberdayakan perempuan di negara-negara seperti Pakista, Burma, Turki, dan India agar mendapatkan hak yang setara dimata dunia.
Sang Penerang Peradaban
Kelembutan dan keluguannya bukanlah ketidakberdayaan apalagi kedunguan. Sosok yang dikenal dengan kediamannya ini bukan berarti tidak tahu apa-apa, justru ketenangan yang dimilikinya lah mampu membuat ia berpikir dengan jernih.
Walau dikenal sebagai sosok yang sensitif tetapi ia sebenarnya adalah orang yang paling mudah merasakan penderitaan dan kesusahan orang lain. Sisi lembutnya lah yang menjadikan ia mudah memahami orang lain, tapi justru malah disalah artikan oleh segilintir pihak yang merasa paling kuat.
Sudah saatnya tidak ada lagi yang merasa paling kuat dan paling berhak, sebab semua orang memiliki hak yang setara. Cerita kompleksitas dunia perempuan membuat perempuan selalu bergerak untuk mewarnai peranan penting kehadirannya. Keseimbangan serta kebersamaan untuk berbagi peran dan rasa penting dilakukan sebagai gambaran istimewa bahwa Aku, Kamu, dan Kalian adalah sosok yang sama-sama hebat.
“Marilah wahai perempuan, gadis. Bangkitlah, marilah kita berjabatan tangan dan bersama-sama bekerja mengubah keadaan yang tak terderita ini.”
– R.A. Kartini
Penulis: Risma Amalia Ulfa Dewi & Nofiyanti
Editor: Aisha Balqis S
Sumber:
https://www.its.ac.id/news/2021/04/23/tumbuhkan-semangat-untuk-menjadi-kartini-masa-kini/
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-sidoarjo/baca-artikel/15030/Kartini-Kartini-Masa-Kini.htmlhttps://www.idntimes.com/life/women/markus-yohannes/21-perempuan-mengubah-sejarah-c1c2