Pola konsumsi pangan pada suatu negara merupakan tolak ukur terhadap kecukupan gizi, kesehatan dan tumbuh kembangnya suatu masyarakat. Hal tersebut dikarenakan kecukupan pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap orang. 

Namun, sebagai negara dengan jumlah penduduk yang padat, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan gizi pangan penduduknya hingga adanya permasalahan stunting yang berupa terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, biasanya ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.

Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022 angka stunting di Indonesia terdapat 21,6%. Sedangkan menurut World Health Organizations (WHO) masalah kesehatan masyarakat dianggap kronis apabila prevalensi stunting lebih dari 20%. Hal ini menyatakan bahwa masalah stunting di Indonesia masih tergolong kronis.

Sumber: Kemenkes

Ditambah permasalahan gizi juga cukup tinggi diakibatkan dengan adanya pencampuran bahan kimia dalam makanan. Tentunya, penggunaan bahan kimia tersebut salah satu faktor meningginya stunting.

BTP Merusak Struktur Makanan 

Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan kimia berbahaya yang beresiko tinggi bagi penggunanya terutama dalam pemakaian jangka panjang. Karena makanan yang telah tercemar dengan bahan kimia akan membuat proses metabolisme anak terhambat, ada beberapa gizi yang tidak dapat dipenuhi. Sehingga, hal ini akan menghambat tumbuh kembang pada anak.

Sayangnya, masih banyak oknum-oknum yang membuat makanan tercemar dengan menggunakan pengawet, penyedap rasa, pengental, dan pewarna.

Mono Sodium Glutamat (MSG) merupakan jenis penyedap rasa yang sering ditemukan pada makanan dan minuman kemasan, MSG juga kerap kali ditemukan pada industri junk food. Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Primpin Basarah Yanuarso, mengatakan bahwa hal ini disebabkan karena menjamurnya industri junk food di Indonesia.

Junk food merupakan masalah yang terjadi dalam sekala global terkait perbaikan asupan gizi anak. Karena junk food merupakan salah satu penyebab utama obesitas dan pubertas dini yang disebabkan oleh meningkatnya insulin dalam tubuh sebab jumlah lemak dan gula yang terlalu tinggi.

Hadirnya junk food membuat banyaknya anak terkena obesitas, diabetes mellitus tipe 2, hingga hipertensi dan dampak lainnya.

Mengapa Perlu Mengonsumsi Protein?

Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mengadakan kegiatan dengan mengusung tema “Protein Hewani Cegah Stunting” yang dimulai dari pertengahan Januari hingga Februari 2023. Protein hewani merupakan sumber konsumsi yang berasal dari hewan seperti ikan, telur, susu, dan lainnya.

Bedasarkan Panduan Kegiatan Hari Gizi Nasional yang disusun oleh Kemenkes, protein hewani berperan penting dalam penurunan stunting. Salah satu studi yang dikemukakan oleh Headey et.al (2018) menyatakan bahwa terdapat hubungan kuat antara stunting dan indikator pada konsumsi pangan hewani.

Sumber: Pinterest

Sayangnya, menurut survei data sosial kependudukan (Susenas) pada tahun 2022 konsumsi protein hewani pada kelompok ikan, udang, kerang, daging, telur, dan susu masih masih tergolong rendah. 

Selain itu, karena harganya yang mahal dan rendahnya daya beli pada penduduk Indonesia, menyebabkan kurangnya angka kecukupan gizi yang dianjur oleh Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) yaitu 2.100 kkal dan 57gram protein.

Padahal selain mencegah stunting, konsumsi protein hewani berguna untuk menjaga keseimbangan asupan gizi, menjaga kualitas ASI pada ibu hamil agar bayi terhindar dari permasalahan gizi serta mencegah obesitas.

Kurangnya Tingkat Edukasi akan Keseimbangan Gizi

Minimnya edukasi mengenai makan sehat menyebabkan masyarakat Indonesia cenderung mengonsumsi makanan kemasan dan junk food yang beredar di pasaran.

Terlebih tingkat literasi yang sangat rendah dalam membaca label komposisi pada makanan olahan dan kemasan, berpotensi sebagai faktor risiko penyakit tidak menular (PTM).

Sumber: Freepik

Melansir dari laman Beritasatu.com, Pakar Gizi dr. Tan Shot Yen, mengatakan bahwa tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia dan para kader puskesmas tidak terlatih untuk membaca label kemasan dalam produk olahan. Hal ini menjadikan tingkat edukasi baik bagi para nakes sebagai penyambung edukasi dari pemerintah pun kurang paham akan permasalahan ini.

Salah satu kasus yang tengah viral kini, Kenzie, bayi laki-laki berumur 16 bulan di Bekasi, Jawa Barat mengalami obesitas dengan berat badan mencapai 27 kg. Hal ini terjadi disebabkan oleh susahnya memperoleh ASI karena sang ibu mengidap batu empedu yang kemudian digantikan dengan susu formula.

Namun, ketika memasuki usia satu tahun diganti dengan susu kental manis (SKM) sebagai makanan pendamping dikarenakan tidak sanggup lagi untuk membeli susu formula dan mpasi lainnya. Hal ini tentunya berdampak pada kesehatan Kenzie, karena sampai saat ini pertumbuhannya berjalan lambat. Bahkan ia belum bisa berbicara, berjalan, dan merangkak seperti anak sesusianya.

Kurangnya asupan gizi pada anak juga dapat dipicu dari angka kemiskinan yang membengkak di suatu negara. Kemiskinan yang terjadi di beberapa daerah menyebabkan minimnya pengetahuan akan gizi pada anak, karena orang tua tidak mampu memberikan makanan untuk memenuhi asupan gizi untuk sang anak. Maka terjadilah kasus-kasus seperti obesitas pada balita, gagal ginjal pada anak hingga ancaman mematikan.

Oleh karena itu diperlukan edukasi lebih terkait gizi dan stunting kepada masyarakat di daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi. Karena, asupan gizi tidak seimbang dapat menyebabkan kematian.

Tingkatkan Edukasi Gizi dan Pola Makan Demi Peduli Kesehatan

Penerapan gizi seimbang merupakan solusi untuk mencegah stunting dan obesitas, hal ini dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan sehat, membiasakan perilaku hidup bersih serta melakukan olahraga rutin.

Pemerintah sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai target pravelensi stunting dengan program intervensi spesifik; promosi dan konseling pemberian makan bayi dan anak (PMBA), promosi dan konseling menyusui, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak, pemberian suplemen tablet tambah darah (TTD) bagi ibu hamil dan remaja serta pemberian vitamin A, penanganan masalah gizi dan pemberian makanan tambahan, dan tatalaksana gizi buruk.

Kemenkes RI merekomendasikan konsumsi makanan sesuai “Isi Piringku” dimana porsi dalam satu piring terdiri dari 50% buah dan sayur, dan 50% sisanya terdiri dari karbohidrat dan protein.

Sumber: kesmas.kemkes.go.id

Menurut dr Marya W Haryono MGizi, SPGK, FINEM, Dokter Spesialis Gizi Klinis, mengatakan bahwa pola makan dapat diatur dengan pola 3 (tiga) J, seperti Jumlah, Jenis, dan Jadwal asupan makanan teratur, “Jaga pola makan dengan 3J yaitu Jumlah, Jenis, dan jadwal asupan makanan teratur. Setengah isi piring didominasi dengan sayuran dan buah, lalu sisanya dipenuhi dengan protein dan karbohidrat,” ucapnya.

Penulis : Aisha Balqis Salsabila

Editor : Febriyanti Musyafa  

Sumber:

https://www.dream.co.id/parenting/masak-sendiri-menu-sehat-bisa-cegah-anak-obesitas-dan-stunting-230125j.html

https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20230222123723-33-415985/kemenkes-ungkap-daerah-dengan-jumlah-anak-obesitas-tertinggi

Upaya Ibu Cegah Anak Stunting dan Obesitas

Inilah Upaya Pemerintah Capai Target Prevalensi Stunting 14% di Tahun 2024

https://ameera.republika.co.id/berita/romcry451/idai-junk-food-hambat-perbaikan-gizi-anak

https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-6581931/kondisi-bayi-obesitas-27-kg-di-bekasi-setahun-belum-bisa-ngomong-berjalan

Hari Gizi Nasional 2023: Protein Hewani Cegah Stunting

https://www.beritasatu.com/news/784687/edukasi-makanan-sehat-minim-indonesia-jadi-negeri-pemakan-makanan-kemasan

https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/obesitas/apa-itu-obesitas

https://www.brilio.net/ragam/9-penyebab-obesitas-pada-anak-ketahui-dampak-dan-pencegahannya-230223t/penyebab-obesitas-pada-anak-230223c.html

https://www.republika.id/posts/37830/menguak-misteri-maraknya-pubertas-dini

Cegah Stunting dan Obesitas dengan Gizi Seimbang

files7341rev7_Juknis HGN 2023.pdf

197-Article Text-894-1-10-20171209.pdf

https://www.guesehat.com/4-zat-kimia-berbahaya-yang-sering-digunakan-dalam-makanan

https://humbanghasundutankab.go.id/main/index.php/read/news/828

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini