Kasus pelecehan seksual yang terjadi pada Jumat, 2 Desember 2022 berujung tindak persekusi oleh sejumlah mahasiswa Universitas Gunadarma kepada pelaku. Tindakan persekusi ini terjadi dengan pelaku diikat di pohon, disunduti rokok hingga dipaksa meminum air seni dan disebarkan profil serta hasil persekusi di laman Instagram. Aksi ini kemudian viral di sosial media dan menuai kritik dari sejumlah pihak yang menyayangkan tindakan tersebut. Menyebarkan daftar orang di dunia maya (internet) untuk diadili bertentangan dengan UU No. 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Berbicara tentang tindakan persekusi, definisi persekusi sendiri ialah tindakan atau perlakuan sewenang-wenang terhadap seseorang atau kelompok tertentu, dan kemudian disakiti, dipersusah, atau ditumpas. Tindakan ini juga dikenal dengan main hakim sendiri. Perlakuan ini tergolong sebagai tindak pidana, sehingga setiap pelaku dapat diancam pidana penjara dengan kurun waktu maksimal 6 tahun dan denda Rp. 1 Miliar.

Terkait kasus ini, beragam pertanyaan kepada pihak kampus bermunculan. Peranan Universitas Gunadarma dalam mengusut kasus pelecehan seksual hingga aturan atau pedoman kampus terkait mekanisme pengaduan bahkan sanksi bagi pelaku yang sesuai dengan UU TPKS dipertanyakan.

Hal ini tentunya menunjukkan budaya kekerasan dan nilai-nilai maskulinitas. Untuk itu, dikutip dari Kompas, Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Siti Aminah Tardi menyatakan, hal ini terjadi lantaran korban dan mahasiswa tidak mengetahui adanya mekanisme pengaduan pelecehan seksual atau bahkan tidak ada sama sekali mekanisme pengaduan itu di kampus. Menurutnya, “Dalam hal, kasus ini berkembang menjadi kasus pelecehan seksual dan kasus penganiayaan,” ujar Siti.

Berdasarkan pernyataan Wakil Rektor III Universitas Gunadarma, terkait dengan dugaan pelecehan seksual yang terjadi, pihaknya menyetujui bahwa pelaku dan korban adalah mahasiswa Gunadarma. Sebelum kasus ini viral, pihaknya sudah melakukan beberapa langkah dengan mengundang korban dan juga terduga pelaku.

Namun, dugaan terkait tidak adanya mekanisme pengaduan atas pelanggaran tersebut di kampus terlihat dari upaya korban menyuarakan pelecehan yang menimpanya pada salah satu akun Instagram. Dilansir dari Detik, Siti mengatakan, “Karenanya perlu Universitas Gunadarma perlu didorong untuk memiliki Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) sebagaimana mandat dari Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021.”

Penanganan Kasus Tindak Persekusi

Dilansir dari Tempo, Polres Metro Depok belum menerima laporan polisi atas kasus persekusi yang terduga sebagai pelaku pelecehan seksual di kampus Universitas Gunadarma yang viral. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Depok, Ajun Komisaris Besar, Yogen Heroes Baruno menyatakan bahwa kepolisian menunggu korban persekusi melapor.

Apabila tidak ada laporan, kepolisian tidak dapat melakukan tindakan apapun untuk menindaklanjuti tindakan main hakim sendiri yang dilakukan mahasiswa Universitas Gunadarma terhadap terduga pelaku pelecehan seksual.

Namun, hal ini berbanding terbalik dengan pernyataan Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni. Dikutip dari Detik, ia menyatakan, “Saya pikir seharusnya polisi setempat bisa langsung memproses tindakan persekusi dan pengeroyokan ini, karena ini merupakan delik biasa. Tidak perlu harus menunggu laporan korban. Bukti videonya juga sudah jelas dan viral pula,” kata Sahroni pada Sabtu (17/12/2022).

Menurutnya, hal ini harus segera diproses polisi sebagai bentuk memberi pemahaman ke masyarakat bahwa tindak main hakim sendiri atau persekusi itu sangat tidak dibenarkan.

Tindakan menghakimi pelaku tidak dapat dibenarkan. Oleh sebab itu, sebagai masyarakat kita harus cermat dalam menanggapi suatu kejadian. Tindakan persekusi bukan merupakan suatu solusi yang tepat, melainkan akan menjadi boomerang bagi pelaku persekusi itu sendiri.

Lalu, Bagaimana dengan Kasus Pelecehan yang Berujung Damai?

Akhir dari penanganan kepolisian terkait kasus pelecehan berakhir damai. Pihak Polres Metro Depok menjelaskan bahwa dugaan pelecehan ini terjadi pada tiga orang namun, hanya satu laporan yang diterima.

Yogen menjelaskan bahwa korban mencabut laporannya karena memaafkan pelaku. Untuk itu, pihak kepolisian memfasilitasi mediasi antara pelaku dan korban. Kesepakatan berdamai akhirnya dilayangkan dan pencabutan laporan diselesaikan dengan cara restorative justice di Polres Depok pada Selasa, 16/12/2022.

Tentunya hal ini tidak sesuai dengan sanksi yang harusnya diterima pelaku pelecehan seksual sesuai dengan UU TPKS Pasal 6, bahwa pelaku pelecehan seksual secara fisik dapat dipidana hingga 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp. 300 Juta.

“Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah),” bunyi Pasal 6 huruf A UU TPKS.

“Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah),” lanjutan Pasal 6 huruf B.

Keputusan berakhir damai, sangat disesali oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan dan Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (PPPA).

Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah mengatakan korban tetap akan dirugikan bila kasus ini damai. Menurutnya, tidak ada jalan damai di UU TPKS dan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021.

Dikutip dari Detik, “Penyelesaian kasus kekerasan seksual itu, pada dasarnya tidak dapat dilakukan dengan penyelesaian damai. Karena sebenarnya bisa jadi penyelesaian damai bagi pelaku, tidak damai untuk korban,” ujar Alimatul.

Sedangkan Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan pada Kementerian PPA, Margareth Robin Iche Maya Korwa menyatakan prihatin dan sangat menyesali pihak kampus yang menyelesaikan kasus ini secara damai.

Tegasnya aturan hukum bagi pelaku kekerasan maupun pelecehan seksual sudah sebagaimana diatur sesuai dengan kerugian yang diterima korban baik dengan melihat berbagai sisi. Terutama, kondisi kejiwaan korban yang pasti trauma dan butuh waktu dalam penyembuhannya.

Untuk itu, dikutip pada laman Merdeka, Iche menyatakan, “KemenPPPA mendorong penanganan kasus ini agar dituntaskan secara hukum demi tegaknya hukum yang adil dalam arti untuk memberikan efek jera dan mencegah adanya kasus lain,” jelasnya.

Sanksi sesuai harus tetap diberikan dan dijalankan oleh pelaku tanpa memandang bulu. Jalur hukum dan ketegasan pihak kampus harus diperlihatkan, kesadaran dan pelajaran bagi pelaku tidak dapat diterima hanya dengan meminta maaf. Pendampingan dan pemulihan bagi korban juga harus diutamakan.

Penulis: Christavianca Lintang Azaries

Editor: Nabila

Sumber:

https://news.detik.com/berita/d-6462258/persekusi-pelaku-pelecehan-di-gunadarma-tuai-kritik-di-sana-sini/2

https://metro.tempo.co/read/1669144/viral-persekusi-mahasiswa-universitas-gunadarma-buntut-kasus-pelecehan-polisi-belum-terima-laporan

https://www.kominfo.go.id/content/detail/9856/persekusi-di-internet-langgar-uu-ite/0/sorotan_media

https://www.suara.com/news/2022/12/14/201702/kronologi-lengkap-kasus-pelecehan-seksual-sampai-pelaku-diperkusi-di-kampus-gunadarma

https://www.kompasiana.com/dinda26200/62a96f6dbb44867766667244/pemberlakuan-penegakan-keadilan-hukum-terhadap-pelaku-pelecehan-seksual

https://nasional.kompas.com/read/2022/04/12/17153171/uu-tpks-atur-pelecehan-seksual-nonfisik-pelaku-bisa-dipenjara-9-bulan

https://news.detik.com/berita/d-6466661/kasus-persekusi-pelaku-pelecehan-di-gunadarma-dinilai-tak-bisa-disetop

https://www.merdeka.com/peristiwa/kampus-gunadarma-dalami-tindakan-persekusi-terhadap-terduga-pelecehan-seksual.html

https://news.detik.com/berita/d-6467466/anggota-dpr-nyatakan-polisi-bisa-usut-persekusi-di-gunadarma-tanpa-aduan

https://www.merdeka.com/peristiwa/pelecehan-mahasiswi-gunadarma-berakhir-damai-kemenppa-dorong-proses-hukum-berlanjut.html

https://news.detik.com/berita/d-6467086/kemenpppa-sesalkan-pelecehan-seks-di-gunadarma-berakhir-damai

https://www.merdeka.com/peristiwa/komnas-perempuan-soal-pelecehan-mahasiswi-gunadarma-tak-ada-jalan-damai-di-uu-tpks.html

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini