30 Maret ditetapkan sebagai Hari Film Nasional sejak hari pertama diproduksinya film Darah dan Doa karya Usmar Ismail, tahun 1950. Hal ini disebabkan karena film ini merupakan film pertama yang disutradarai orang dan perusahaan Indonesia serta dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan Indonesia. Peringatan ini diresmikan oleh B.J. Habibie pada 30 Maret 1999 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 1999 tentang Hari Film Nasional. Dalam Keppres itu disebutkan pula bahwa peringatan Hari Film Nasional bukan hari libur nasional
Melihat kondisi saat ini, industri film di Indonesia sedikit terganggu dengan larangan tayang di bioskop sebagai upaya pencegahan Covid-19. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) percaya bahwa industri film tanah air akan kembali normal seperti dulu di mana masyarakat dapat menonton film di bioskop tanpa rasa takut.
“Saya selalu optimis bahwa industri film akan kembali normal, pariwisata bangkit, orang mulai ramai datang, bisa travelling. Karena orang sudah mulai jenuh di rumah tapi protokol kesehatan harus tetap dilaksanakan,” ujar Direktur Industri Kreatif, Film, Televisi, dan Animasi Kemenparekraf, Syaifullah Adam kepada ANTARA.
Bangkitnya industri film Indonesia juga tak luput dari pentingnya peran film pada masyarakat. Film dipercaya sebagai sarana hiburan bagi masyarakat agar tidak terlalu stress, terutama di tengah pandemi seperti sekarang ini. Film juga berperan sebagai penyampai pesan dan kemampuan mempengaruhi audiens. Terlepas menjadi bahan propaganda atau tidak, terkadang sebuah film muncul dengan memanfaatkan fenomena yang sedang hangat terjadi di masyarakat karena dianggap ampuh memotret realita yang terjadi.
Tidak hanya mempengaruhi bagaimana kita hidup, film juga mempengaruhi cara berfikir kita. Bahkan beberapa pelaku kejahatan mengaku terinspirasi dari film. Salah satunya terjadi pada peristiwa penembakan (20/7/2012) dalam pemutaran film perdana Batman The Dark Knight Rises di Colorado, Amerika Serikat. Pelaku yang diketahui bernama James E. Holmes, mencat rambutnya berwarna merah agar menyerupai tokoh Joker. Tercatat sebanyak 12 orang meninggal dan 59 orang terluka.
Pengaruh film juga terasa di tanah air kita sendiri. Sebagai contoh film Dilan 1990, yang mencapai 4,7 juta penonton dalam waktu yang singkat. Film yang memperlihatkan kisah asmara anak SMA pada tahun 90-an ini diusung oleh seniman asal Bandung, Pidi Baiq. Kisahnya yang romantis dan penjiwaan oleh aktor yang sangat menghayati mampu membuat masyarakat terkagum-kagum hingga banyak orang terutama anak muda yang mengikuti gaya berpakaian ala Dilan. Diketahui semenjak film ini booming, banyak dari kalangan remaja yang mencari jaket jeans seperti yang Dilan gunakan. Dilansir dari laman berita Kompasiana, banyak para pria yang ingin tampil seperti sosok Dilan di film Dilan 1990. Menariknya sejumlah di belanja online pun menyediakan item busana dari ‘Dilan Starter Pack’ tersebut, yaitu jaket jeans berkerah cokelat.
Setelah mengetahui apa saja film-film yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat, kita sebagai pembaca juga berhak mengetahui macam-macam film yang cocok untuk kita tonton dan yang berdampak baik. Berikut kami rekomendasikan film inspiratif yang cocok untuk ditonton sendiri atau bersama teman-teman :
- The Day After Tomorrow
Film ini berceritakan tentang perubahan iklim yang terjadi dan memiliki dampak yang signifikan terhadap persepsi risiko perubahan iklim, model konseptual, niat perilaku, prioritas kebijakan, dan bahkan penilaian dari penonton bioskop. Pada dasarnya, film ini membuat kita sebagai orang yang menonton merasa khawatir dan membuat kita lebih peduli tentang perubahan iklim.
2. Philadelphia
Film tahun 1994 ini menceritakan tentang epidemi HIV/AIDS, menayangkan maksudnya dengan cara yang baru bagi banyak orang dan menjadi salah satu film pertama yang membahas HIV/AIDS, Homophobia, dan diskriminasi. Film ini tak luput dari pemeranan aktor dan aktris yang sangat memukau sehingga membuat penonton merasakan apa yang mereka rasakan. Film ini memenangkan dua Oscar dan memperkenalkan serta menjelaskan isu-isu penting epidemi HIV/AIDS pada waktu itu, yang membantu mengurangi diskriminasi, permusuhan, stigma, dan pandangan salah tentang penyakit dan tentang orang gay.
Peran film memanglah sangat penting, terbukti dengan perubahan yang terjadi ketika kita selesai menonton film. Chand Parwez menilai, 2022 masyarakat butuh menonton film yang bisa menghangatkan hati, membangkitkan rasa optimis, penuh harapan dan semangat untuk memulai hidup dengan kebiasaan baru.
“2022 ini penuh harapan, kalau tidak bisa bangkit di 2022 akan menghadapi isu baru, bukan pandemi, tapi isu kemiskinan. Kita harus terus bergerak untuk membuat film yang bikin kita optimis, merelfleksikan diri kita,” ujarnya saat dihubungi Okezone, Senin (3/1/2022).
Penulis & Editor: Fachri Reza
https://indonesiabaik.id/motion_grafis/sejarah-hari-film-nasional