Nilai dasar yang terwujud dalam bentuk pikiran, sikap dan tindakan saling peduli dan berbagi dengan dilandasi kerelaan, kesetiaan, kebersamaan serta kesetaraan untuk meningkatkan harkat, martabat dan juga harga diri warga negara merupakan makna dari kesetiakawanan sosial. Kesejahteraan akan tercipta dari kesetiakawanan yang dilandasi kesadaran dan kerukunan.
Dilansir dari website resmi Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Joko Widodo menegaskan “Kesetiakawanan sosial perlu dirasakan secara nyata, bukan hanya nyata dibicarakan. Nyata dalam arti benar-benar bertindak saling membantu. Karena itu, mulai dari diri kita masing-masing, dari tiap keluarga, harus terus menanamkan dan memupuk nilai-nilai kesetiakawanan sosial, nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai kebhinnekatunggalikaan kita,” jelas Presiden RI.
Kesetiakawanan diperlukan untuk mengatasasi permasalahan kesenjangan sosial, antara lain intoleransi dan kemiskinan. Kasus intoleransi begitu banyak terjadi di Indonesia dari lingkup sekolah maupun luar. Dilansir dari laman alinea.id berdasarkan Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan mengatakan, sejak 2012 hingga 2019 adanya 41 tindakan intoleran kepada pelajar dan 17 diantaranya kasus diskriminasi. Melalui laman BeritaSatu Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti menjelaskan kasus intoleransi di sekolah antara lain seputar sekolah negeri melarang penggunaan hijab, ada pula yang mewajibkan seluruh siswi memakai hijab bahkan kasus tidak memilih ketua OSIS karena agamanya bukan mayoritas.
Selain dari dunia pendidikan, adanya kasus intoleransi yang terjadi pada Biksu di Tangerang saat Februari 2018. Mulyanto Nurhali seorang biksu mendapat pengusiran karena dicurigai warga sekitar bahwa dirinya sedang melakukan syiar agama Buddha karena rumahnya selalu didatangkan jemaat sehingga dianggap kediamannya dijadikan rumah ibadah. Tetapi, hal ini telah diusut tuntas oleh pihak berwajib.
Tidak hanya masalah intoleransi, kesenjangan untuk mencapai kesejahteraan juga terhambat dengan adanya kasus kemiskinan. Dilansir dari Tribunnews Badan Pusat Statistik (BPS) mendata jumlah orang miskin di Indonesia Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang dan mencapai 10,14 persen dari total populasi nasional.
Tantangan kian menyertai menguji kesetiakawanan. Dilansir dari Media Indonesia pada Desember 2020 menurut Menteri Sosial, Juliari P. Batubara, saat ini bangsa Indonesia masih berhadapan dengan berbagai masalah kesejahteraan sosial ditambah dengan adanya wabah virus Covid-19.
Sementara yang dapat kita lihat pemerintah mememiliki kemampuan terbatas untuk menanggulagi hal ini. Maka satu-satunya solusi adalah melalui kesetiakawanan sosial dengan melakukan aksi sosial seperti peduli dan berbagi terhadap sesama. Kegiatan tersebut yang dapat mengikis kesenjangan yang sedang terjadi.
Menteri sosial dalam laman wapresri.go.id mengatakan “Kesetiakawanan sosial di masa kini merupakan instrumen menuju kesejahteraan masyarakat melalui gerakan peduli dan berbagi oleh, dari, dan untuk masyarakat, baik sendiri-sendiri maupun secara bersamaan.”
Kesetiakawanan begitu di uji melalui penyakit ini, bahkan tanpa dasar solidaritas menimbulkan rasa takut dan egoisme sehingga acuh kepada masyarakat yang terdampak penyakit ini. Sehingga begitu diperlukan kerjasama dan kesadaran solidaritas dilakukan di masa pandemi. Dilansir dari alinea, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai elemen pemerintahan mengajak sejumlah pihak bekerjasama dari swasta, perguruan tinggi dan masyarakat untuk berjuang di tengah mewabahnya virus. Hal ini dibuktikan melalui adanya kerja sama dengan aplikasi kesehatan Halodoc, sejumlah perusahaan swasta memberikan donasi dan masyarakat menjadi relawan untuk test Covid ataupun merawat pasien Covid. Saling mengingatkan satu sama lain untuk menjaga kesehatan dan protokol kesehatan juga menjadi nilai kesetiakawanan.
Kesetiakawanan harus selalu tumbuh pada jiwa masyarakat agar dapat saling menolong dengan empati dan kasih sayang. Tanpa adanya kesetiakawanan akan melunturkan nilai kebersamaan, kurang peduli, acuh tak acuh dan kerenggangan. Oleh karenanya, nilai kesetiakawanan harus ditumbuhkan, dipertahankan dan dikuatkan agar dapat menciptakan kesejahteraan yang merata.
“Tidak akan ada keadilan tanpa solidaritas. Tidak akan ada keadilan tanpa gerakan sosial.” -Joia Mukherjee
Penulis: Widdy Ayu Puspadewi
Editor: Nabila