Hak kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, harta benda dan mendapat rasa aman, hak untuk bebas dari penyiksaan atau segala bentuk tindakan merendahkan derajat manusia merupakan isi dari Hak Asasi Manusia (HAM).

Namun, hak tersebut tidak dapat dijalankan seutuhnya karena penegakan HAM di Indonesia terbilang masih tumpul. Dilansir dari situs komnasham.go.id, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM,  Beka Ulung Hapsara menyatakan pada 2019 penegakan hak asasi manusia di Indonesia belum mengalami kemajuan yang berarti. Dilansir dari Lokataru, menurut Haris Azhar seorang aktivis HAM, salah satu masalah yang tak kunjung usai diselesaikan Komnas HAM ialah kisah masa lalu mengenai pelanggaran HAM berat di Indonesia tidak ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung, padahal kasus tersebut memiliki berkas penyelidikan.

Kasus pelanggaran HAM berat seperti tidak mendapat perhatian dari aparat negara dan pemerintah. Agar perjuangan beberapa orang yang gugur tidak hanya menjadi sejarah, berikut sedikit ulasan kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia:

1. Munir Said Thalib

Foto:liputan6.com

Munir merupakan Anggota Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM Timor Timur (saat ini Timor Leste) yang menjalankan perannya membongkar keterlibatan aparat keamanan pada pelanggaran HAM di Aceh, Papua dan Timor Leste. Aktivis HAM ini memang kerap mendapatkan ancaman selama hidupnya, hingga akhirnya pada tanggal 7 September 2004 ia ditemukan meninggal di pesawat Garuda Indonesia ketika ingin menuju Amsterdam. Penyebabnya dinyatakan karena diracuni. Dilansir dari nasional.tempo, kasus Munir telah diusut dengan dibentuknya Tim Pencarian Fakta (TPF) pada Desember 2004 dan berakhir dengan penyerahan dokumen hasil investigasi kepada mantan Presiden Indonesia, Soesilo Bambang Yudhoyono pada Juni 2005. Namun, saat zaman Presiden Joko Widodo dokumen tersebut tiba-tiba dinyatakan hilang dan tidak di usut kembali.

2. Marsinah

Foto: law-justice.co

Merupakan aktivis buruh yang menyuarakan tuntutan pekerjaan demi kesejahteraan pekerja yang berujung hilangnya nyawa. Dilansir dari Kompas, jasadnya ditemukan di Hutan Dusun Jegong, Nganjuk, Jawa Timur pada 9 Mei 1993. Namun, hasil forensik menyatakan dirinya tewas dengan dipenuhi luka-luka dan sempat diperkosa sebelum kehilangan nyawa. Dilansir dari laman berita grid.id, 30 September 1993 dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk menyelidiki kasus pembunuhan ini dan ada beberapa pihak yang dinyatakan bersalah. Tetapi, terasa masih ada yang disembunyikan dari ditangkap secara diam-diam para pihak yang dinyatakan bersalah dengan dihukum 4-12 tahun penjara. Sebelum jatuh vonis, para terdakwa berhasil naik banding dan akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung yang menimbulkan rasa ketidakadilan dari berbagai pihak untuk Marsinah. Bahkan, muncul spekulasi rekayasa karena pengakuan terdakwa yang tidak mengetahui perencanaan pembunahan ini.

3. Bernardus Realino Norma Irmawan

Foto: magdalene.co

Salah seorang mahasiwi Fakultas Ekonomi Unika Atma Jaya. Laki-laki yang kerap di sapa Wawan mati ditembak di halaman parkir kampus Semanggi ketika sedang menolong sesama rekan mahasiswa yang terluka akibat kerusuhan pada tanggal 13 November 1998. Dilansir dari mediaindonesia, saat ini akhirnya adanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengabulkan gugatan Nomor 99/G/TF/2020/PTUN untuk mengungkap kasus peristiwa pelanggaran HAM pada tragedi Semanggi I dan II. Perkembangan kasus ini masih akan terus dipantau hingga akhir agar tidak hanya disetujui gugatannya saja.

4. Theys Hiyo Eluay

Foto: jernih.co

Lahir dengan nama Dortheys Hiyo Eluwai di Fale Sentani, 2 November 1938. Ia merupakan seorang aktivis Papua dengan menjadi pemimpin besar bangsa Papua oleh Lembaga Musyawarah Adat yang sedang menggelar rekonsiliasi pada 1998. Theys meninggal dengan kondisi tidak wajar yaitu terposok bersama mobilnya di Jurang Koya. Satu hari sebelum kejadian, ia sepat hilang dan dinyatakan diculik sehingga kuat dugaan bahwa beliau meninggal karena dibunuh. Untuk saat ini kasus Theys belum ada titik terang. Dilansir dari Nasional Tempo, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS mendesak pemerintah agar segera mengusut kasus pembunuhan aktivis ini

5. Salim Kancil

Foto: rappler.com

Seorang aktivis lingkungan di Lumajang, Jawa Timur yang tewas dalam keadaan mengerikan. Salim mendapatkan luka hantam dan bekas gergaji di kepalanya. Ia dianiaya oleh para preman suruhan Kepala Desa Selok Awar-Awar, Haryono. Latar belakang pembunuhan karena ia sebagai pelopor aksi protes penambangan pasir di Desa Selok Awar-Awar 2015 dengan membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-Awar. Dilansir dari Detik, pada 2016 kasus ini berakhir dengan Haryono dan Mad Dasir atau Abdul Kholik sebagai dalang dari pembunuhan Salim divonis 20 tahun penjara. Namun, keputusan hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu hukuman seumur hidup.

6. Jopi Peranginangin

Foto: infoyunik.com

Ia merupakan aktivis lingkungan yang fokus pada urusan perusakan lingkungan dan aktif dalam lembaga Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Beliau menyuarakan hak-hak petani yang terenggut oleh industri esktraktif seperti kelapa sawit dan tambang. Mei 2015, menjadi hari kematiannya dengan jasad yang ditemukan mengenaskan. Beliau dipukuli dan ditusuk oleh orang berbadan tegap dengan menggunakan bayonet. Akhir dari kasus ini ialah terdakwa pembunuhan diberi hukuman penjara. Dilansir dari detik, Pengadilan Militer mengadili Praka Joko, seorang terdakwa pembunuhan Jopi dengan hukuman penjara 2 tahun dan dipecat dari dinas militer. Namun, hukumannya tidak sebanding dengan perlakuannya yang telah menghilangkan nyawa seseorang.

Selain kisah beberapa orang tersebut, adanya beberapa kasus yang tidak juga diusut tuntas seperti kasus Tanjung Priok, Penculikan Aktivis 1997/1998, dan Tragedi Semanggi.

Berbagai aksi dilakukan untuk menyuarakan keadilan, salah satunya aksi kamisan yang telah dilakukan selama 14 tahun. Sejauh ini, hasil yang di dapat hanya undangan pertemuan tertutup antara keluarga korban pelanggaran HAM dengan Presiden Jokowi pada 31 Mei 2018. Tetapi setelah pertemuan itu, hasil positif tak kunjung terlihat. Aksi ini terus berlanjut karena ingin terus berjuang walaupun kecil harapannya. Sehingga nilai utama dari perjuangan kamisan adalah konsistensi aksi.

Aksi kamisan yang tak kunjung mendapat titik terang, seolah menggambarkan penegakan HAM di Indonesia. Upaya penuntasan begitu sulit dan hanya berujung janji palsu dari pemerintah. Dilansir dari nasional.tempo, bahkan pada 27 November 2018, Kejaksaan Agung malah mengembalikan sembilan berkas perkara pelanggaran HAM berat masa lalu hasil penyelidikan Komnas HAM.

Seperti yang diungkapkan Yati Andriyani selaku Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pada laman berita Suara, hak-hak yang bersifat asasi semakin tidak terjaga, serta nilai-nilai demokratis memudar.

“Tidak seharusnya terdapat klaim yang dapat diterima ketika mempertahankan integrasi negara dengan cara mengingkari penghormatan HAM.”-Munir Said Thalib

 Selamat Hari Hak Asasi Manusia Sedunia.

 

Penulis: Faturahman Sophian

Editor: Nabila

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini