Komitmen untuk melawan tindakan korupsi harus selalu di adakan, salah satunya memperingati Hari Anti Korupsi pada 9 Desember. Peringatan ini menyatukan pandangan negara-negara bahwa korupsi adalah musuh bersama karena dampak buruknya.
Tapi rasanya komitmen bagai semu semata di Indonesia. Semakin buruknya penanganan korupsi dengan meningkatnya kasus, memperlihatkan bahwa penanggulangannya tidak sebanding dari kerugiannya.
Melansir dari antikorupsi.org, Berdasarkan hasil pemantauan tren penindakan kasus korupsi semester I tahun 2022 saja, ICW mencatat setidaknya terdapat 252 kasus korupsi dengan 612 orang diantaranya ditetapkan sebagai tersangaka dan potensi kerugian negaranya mencapai Rp33,6 Triliun. Peningkatan ini disebabkan belum optimalnya penindakan kasus korupsi.
Mirisnya, dalih menekan tingginya kasus korupsi malah memperkeruh dengan tergesernya ketegasan hukum melalui pengesahan RKUHP Pasal 603 yang mengatur tindak pidana korupsi. Pada pasal tersebut dijelaskan minimal hukuman penjara bagi koruptor itu dua tahun dan paling lama 20 tahun.
“Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.”
Dalam naskah ini, koruptor hanya dikenakan denda paling sedikit RP 10 juta dan paling tinggi RP 2 milliar. Hal ini tentu malah meringankan hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi, bukannya memberi efek jera tetapi meringankan koruptor.
Tidak hanya itu, penilaian yang diberikan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) terhadap penindak lanjutan kasus korupsi selama semester I 2022 dikatakan sangat buruk lantaran hanya mampu menangani 18 persen dari target penanganan kasus sebanyak 1.387.
Hukum yang lemah dan penanganan buruk tidak sesuai dengan tema yang diusung oleh KPK untuk perayaan Hakordia (Hari Antikorupsi Sedunia) tahun ini yaitu “Indonesia Pulih Bersatu Lawan Korupsi”. Bukannya pulih, justru memperparah karena konsekuensi yang diterima tak sesuai dengan perbuatannya. Kata lawan bagaikan pemanis dengan tidak sesuainya kinerja penindakan para penyidik.
Akankah dapat pulih dari sikap menyepelekan persoalan korupsi dengan landasan hukum yang memihak?
Nyatanya yang sebenarnya kita perangi adalah perilaku serakah dari wakil rakyat itu sendiri. Peran sentral dibutuhkan dengan tindakan pemberantasan secara keseluruhan berdasarkan hukuman setimpal.
-Timpang Tindih Adalah Hasil Berjalan Tanpa Hati Nurani dan Keberpihakan-
Penulis: Raihan Fadilah
Editor: Nabila
Sumber:
https://www.kpk.go.id/hakordia2022/
https://antikorupsi.org/id/tren-penindakan-kasus-korupsi-semester-1-tahun-2022
https://www.instagram.com/p/ClzlsXKhMUM/ // https://www.instagram.com/4maze/
ICW Beri Nilai E Penindakan Korupsi di Indonesia pada Semester I 2022 | kumparan.com