Suara Kolektif Rakyat melalui Gerakan 17+8 

0
224

Gelombang demonstrasi yang terjadi sejak akhir Agustus 2025 melahirkan sebuah gerakan baru bertajuk 17+8 Tuntutan Rakyat. “17+8” bukan hanya sekadar angka tetapi simbol perjuangan reformasi yang disuarakan pasca HUT RI 17 Agustus 2025 lalu.

Apa Saja yang Dimuat dalam 17+8  Tuntutan Rakyat?

Gerakan 17+8 yang belakangan ini disuarakan  merupakan simbol dari 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah. Gerakan mulai dikenal luas di media sosial setelah sejumlah figur publik populer seperti Jerome Polin, Salsa Erwina, Andovi da Lopez, Andhyta F. Utami, Abigail Limuria, dan Fathia Izzati menghimpun dan memviralkan daftar 17+8 Tuntutan Rakyat.

Daftar tuntutan ini merupakan rangkuman dari berbagai desakan organisasi masyarakat sipil, antara lain 211 organisasi yang dipublikasikan YLBHI, siaran pers Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), hingga pernyataan sikap Center for Environmental Law & Climate Justice Universitas Indonesia.

Aspirasi yang dihimpun dibagi menjadi dua kolektif besar. Pertama, 17 tuntutan jangka pendek yang harus dipenuhi pemerintah sebelum 5 September 2025. Isinya antara lain:

  1. Tarik TNI dari pengamanan sipil dan pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran.
  2. Bentuk Tim Investigasi Independen kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, dan semua korban kekerasan aparat selama demonstrasi 28–30 Agustus.
  3. Bekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru, termasuk pensiun.
  4. Publikasikan transparansi anggaran terkait gaji, tunjangan, rumah, dan fasilitas DPR.
  5. Dorong Badan Kehormatan DPR memeriksa anggota yang bermasalah, termasuk melalui KPK.
  6. Pecat atau jatuhkan sanksi tegas pada kader DPR yang tidak etis.
  7. Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat.
  8. Libatkan kader dalam dialog publik bersama mahasiswa dan masyarakat sipil.
  9. Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan.
  10. Hentikan kekerasan polisi dan taati SOP pengendalian massa.
  11. Tangkap dan proses hukum anggota atau komandan yang melakukan kekerasan.
  12. TNI segera kembali ke barak dan hentikan keterlibatan dalam pengamanan sipil.
  13. Tegakkan disiplin internal agar TNI tidak mengambil alih fungsi Polri.
  14. Komitmen publik TNI untuk tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi.
  15. Pastikan upah layak untuk seluruh angkatan kerja.
  16. Ambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan lindungi buruh kontrak.
  17. Buka dialog dengan serikat buruh untuk solusi upah minimum dan outsourcing.

Kedua, 8 tuntutan jangka panjang dengan tenggat hingga 31 Agustus 2026 menitikberatkan pada reformasi struktural. Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming, serta jajaran kementerian diminta menindaklanjuti agenda reformasi ini, yang meliputi:

  1. Bersihkan dan reformasi DPR besar-besaran, termasuk audit anggota, peningkatan syarat anggota, penetapan KPI, dan penghapusan perlakuan istimewa.
  2. Reformasi partai politik dan kuatkan pengawasan eksekutif.
  3. Susun rencana reformasi perpajakan yang lebih adil.
  4. Sahkan dan tegakkan UU Perampasan Aset Koruptor.
  5. Reformasi kepemimpinan dan sistem kepolisian agar profesional dan humanis.
  6. Kembalikan TNI ke barak tanpa pengecualian.
  7. Perkuat Komnas HAM dan lembaga pengawas independen.
  8. Tinjau ulang kebijakan sektor ekonomi dan ketenagakerjaan, termasuk PSN, UU Cipta Kerja, serta tata kelola Danantara.

Respons Pemerintah dalam Menanggapi 17+8 Tuntutan Rakyat

Sebagai respons awal, pada Minggu, (31/08/2025), Presiden Prabowo Subianto menyatakan larangan bagi anggota DPR bepergian ke luar negeri serta mencabut sebagian tunjangan mereka. Ia juga berjanji melakukan proses hukum transparan terhadap aparat keamanan yang terbukti bersalah dalam insiden demonstrasi, termasuk kasus tewasnya driver ojol Affan Kurniawan.

Selanjutnya, pada Selasa, (02/09/2025), Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan bahwa pemerintah telah membaca dan mencermati 17+8 Tuntutan Rakyat. Ia menegaskan beberapa poin akan dibahas bersama kementerian terkait dan kepala daerah. Namun, pernyataan Tito dinilai masih umum dan belum menyentuh substansi.

Dengan demikian, 17 tuntutan jangka pendek sudah mulai mendapat respons pemerintah  meski belum sepenuhnya menjawab semua poin, hal ini menjadi catatan untuk masyarakat terus mengawal keberlanjutan dari tuntutan ini. Sementara itu, 8 tuntutan jangka panjang hingga kini belum ditindaklanjuti secara konkret, hanya sebatas janji pembahasan lebih lanjut.

Di media sosial, ribuan unggahan dengan tagar #178TuntutanRakyat ramai berseliweran di X, Instagram, hingga TikTok. Dukungan juga mengalir dari berbagai daerah melalui aksi massa yang membawa spanduk dan poster berisi daftar desakan tersebut. Sejumlah pengamat menilai gerakan ini bukan sekadar ekspresi kemarahan, melainkan representasi nyata keresahan masyarakat terhadap kondisi demokrasi dan keadilan sosial di Indonesia.

Kini, 17+8 Tuntutan Rakyat dipandang sebagai simbol perlawanan damai sekaligus artikulasi aspirasi publik yang lebih modern. Dengan dua klaster tuntutan jangka pendek dan jangka panjang gerakan ini berpotensi menjadi tolak ukur baru bagi demokrasi Indonesia; apakah suara rakyat benar-benar didengar, atau kembali diabaikan.

 

 

 

 

 

Oleh: Tim Redaksi Lpm Gema Alpas

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini