Mungkin akhir-akhir ini kalian sering banget denger kata skena, misal, orang yang fashionable dikit dibilang skena, orang yang taste musiknya agak beda dikit dibilang skena, nongkrong di coffeshop atau tempat hangout lainnya juga dibilang skena. Jadi sebenernya skena itu apa sih?

Skena sendiri merupakan sebutan bagi sekumpulan orang yang memiliki minat dan ketertarikan yang sama terhadap suatu hal, nahh…salah satunya musik!. Kata skena memiliki beberapa versi arti, salah satunya diambil dari kepanjangan kata itu sendiri yaitu, sua, cengkerama, dan kelana. Jika digabungkan, skena artinya perkumpulan orang yang bercengkrama sampai berkelana bersama saat berkumpul, misalnya ketika perkumpulan tersebut menyukai musik punk, maka mereka dapat disebut dengan skena punk. 

Ataupun arti lain yang diserap dari bahasa inggris yaitu “scene” yang dijadikan kata bahasa Indonesia menjadi skena yang berarti satu segmen atau bagian tertentu dan dalam konteks ini bisa dibilang dalam suatu kelompok orang yang bergerak atau berkumpul atas dasar kecenderungan, minat, dan ketertarikan yang sama. Biasanya, mereka memiliki minat dalam musik, seni visual, mode pakaian atau pop culture lainnya. Mereka cenderung mengikuti tren, mengadopsi gaya tertentu, dan terlibat dalam aktivitas yang mendukung identitas mereka sebagai bagian dari skena itu sendiri.  

Singkatnya, skena dapat dipahami tentang suatu tempat, kolektif atau gerakan yang didominasi oleh anak muda yang memiliki kesamaan dalam mengekspresikan diri. Mediumnya pun beragam. Tidak hanya musik, kata skena juga sering dikaitkan dengan gaya berpakaian hingga lifestyle mereka. Dalam konteks fashion, anak skena sering kali terlihat dengan pakaian berwarna hitam yang gelap atau bahkan dengan warna cerah yang nyentrik dan mencolok. gaya berambut pendek untuk perempuan, pakai kaos band, celana baggy, pakai sepatu docmart atau new balance menjadi ciri bagi anak skena. Gaya anak skena tidak hanya terbatas pada penampilan dan musik, tetapi juga mencakup komunitas yang hidup di dalamnya. 

 

Sosial Media Menghidupkan Kembali Istilah Skena

Maraknya kata skena yang akhir-akhir ini menjadi pembincangan di media sosial seperti  twitter, tiktok dan instagram membuat sebagian orang bertanya-tanya tentang kata skena itu sendiri. Padahal sebenarnya, istilah anak skena ini sudah ada sejak lama. 

 Jika sudah ada sejak lama, penasaran nggak sih bagaimana awalnya skena lahir? 

Pada tahun 1971, Indonesia mulai kedatangan berbagai grup band dengan mode independen dalam memproduksi lagu-lagunya. Dilansir dalam Kumparan, Istilah skena sendiri memang tak langsung muncul pada saat awal-awal band indie lahir mereka lebih memilih menggunakan kata musik underground (bawah tanah). Awalnya, orang menyebut skena sebagai scene. Berdasarkan data Koleksi Leipzig Corpora, kata skena baru muncul pada tahun 2000-an. Kata-kata tersebut sering diikuti kata-kata sebagai berikut: Pop punk, lokal, musik, band, metal, burgerkill. 

David Tarigan selaku pengamat musik serta founder Irama Nusantara menjelaskan terkait   kehadiran skena yang dipaparkan dalam laman Kumparan. Menurut David, ada semangat perlawanan yang dibawa oleh skena dan musik indie. Semenjak ada rock n roll, kata dia, anak muda punya musiknya sendiri. Itu dilakukan untuk membedakan musik ‘kami’ dan ‘kalian’. 

Di era digital yang semakin canggih, fenomena baru selalu muncul di sosial media dan menjadi ten yang menggemparkan anak muda. Sama halnya dengan pengaruh sosial media yang membuat viral sebutan “Skena”. Fenomena ini telah merajalela dengan cepat dan menyebabkan adanya fomo pada remaja. Kemajuan sosial media tidak luput dari fenomena viralisasi yang selalu muncur hingga menyebabkan penyebaran yang begitu cepat, bahkan bisa membuat berbagai hal yang terjadi di masa lampau terkenal kembali. Namun, akselerasi persebaran informasi saat ini selalu menimbulkan masalah baru dengan menghadirkan beragam perspektif baru dari masyarakat hingga stigma negatif yang muncul. Salah satunya, fenomena skena yang saat ini memiliki sisi negatif khususnya di sosial media. 

Polisi Skena Hadir Sebagai Stigma Negatif

Sebutan seperti cewe skena, skena punk, abang-abang skena dan sejenisnya merujuk pada individu-individu yang terlibat dalam skena tersebut dengan berbagai karakteristik dan peran yang mereka miliki. Mereka adalah orang-orang yang saling mendukung, berbagi minat yang sama, dan membantu  menjaga semangat musik hidup.

Namun, penting untuk diingat bahwa gaya anak skena adalah tentang mengekspresikan diri dan menciptakan identitas unik. Melansir pada Kumparan, Anak skena sering kali menarik perhatian di TikTok karena “nyeleneh” atau mereka memiliki gaya unik yang mereka ciptakan, kemampuan kreatif dalam membuat konten, serta dampak pop culture yang dimiliki oleh komunitas mereka. Dalam menjalankan tren atau tantangan tertentu, anak skena mungkin menunjukkan keunikan dan keahlian mereka dalam menyajikan konten yang menarik dan menghibur, yang menarik perhatian dan membuat orang lain berbicara tentang mereka

Setiap individu memiliki hak untuk menikmati musik yang mereka sukai, tanpa harus meremehkan atau membatasi selera musik orang lain. Kebebasan dan keragaman adalah inti dari ekosistem musik yang sehat.

Sayangnya, kini skena seakan memiliki intonasi negatif di media sosial. Skena malah dianggap sebagai perkumpulan penggemar musik yang malah memiliki budaya mengkirik di kalangan penikmat musik lainnya. Mereka merasa menjadi perkumpulan yang paling mengerti tentang musik hingga lahirnya sebutan polisi skena. 

Polisi skena lahir menjadi istilah yang mulai viral di sosial media, khususnya Tiktok karena banyaknya orang-orang yang merasa punya wewenang untuk mengomentari kesukaan seseorang pada musik dan dianggap sebagai kelompok orang yang telah gagal menikmati musik. Hal ini dilakukan dengan cara mengawasi pembicaraan tentang musik di media sosial dan memberi teguran ketika musik yang dibicarakan tidak sesuai dengan definisi musik keren bagi mereka. 

Bahkan, para polisi skena juga seolah memiliki hak untuk mengomentari selera, cara menikmati, hingga pengetahuan  tentang musik di media sosial. Dilansir dari Netralnews, polisi skena mulai kembali marak untuk merujuk pada para gate keeper. Orang seperti ini yang tak ingin hobinya diikuti oleh pihak-pihak yang menurutnya hanya ikut-ikutan. Hal yang marak terjadi belakangan adalah munculnya kelompok yang tak suka orang-orang di luar kelompoknya mengenakan kaos musisi kesukaan mereka. Biasanya golongan ini merasa para pengguna kaos tersebut hanya sekadar memakai kaos tanpa tahu lagu-lagu dari sang musisi. 

Pengaruh media sosial berhasil menciptakan adanya stigma negatif dari budaya yang telah ada sejak lama. Namun, memiliki nilai yang berbeda akibat campur tangan viralisasi. Buktinya, hal ini dianggap menjadi masalah karena polisi skena seolah merasa mempunyai wewenang untuk menghakimi selera,membatasi pendapat hingga kebiasaan seseorang ketika menikmati musik. 

Labelling akan skena pun muncul hingga mengesampingkan makna dari kehadiran skena itu sendiri. Hal ini dikarenakan media sosial menghadirkan tren dan menjadikan para penggunanya harus mengikuti tren akibat rasa fomo hingga membuat adanya perasaan paling benar karena telah menjadi bagian tren sosial media itu sendiri. Rasa risih juga muncul dari beberapa orang yang mengetahui atau mengikuti fenomena ini karena parahnya sudah sampai menghakimi cara orang berpakaian, khususnya kaos yang dipakai hingga menghadirkan istilah poser. 

Pada laman Kumparan, dijelaskan bahwa poser sendiri adalah orang yang tak memahami betul soal kaos band yang dikenakan. Biasanya, poser adalah orang yang ikut-ikutan dengan hype, tanpa tahu lagu dari kaos yang mereka gunakan. Mereka inilah yang kemudian ‘diserang’ oleh polisi skena. Poser tidak hanya ditemui di dunia musik, istilah poser juga sering digunakan untuk hal lainnya.

Tetapi, David menjelaskan bahwa fenomena ini hal yang lumrah, apalagi di kalangan anak muda, sebab keinginannya yang masih menggebu-gebu dan ingin merasa spesial. Ia juga menjelaskan pada lama Kumparan bahwa, “(Skena) dari dulu memang seperti itu (eksklusif), mau di negeri mana pun pasti ada eksklusivitasnya. Kadang-kadang kan kaya bikin secret society, bikin seperti geng. Ini musik kita, itu musik kalian,” tuturnya. 

 

Penulis: Mohammad Ruby Firdaus & Nabila

Editor: Nabila

 

Sumber:

https://kumparan.com/berita-hari-ini/arti-skena-dalam-bahasa-gaul-yang-berkaitan-dengan- musik-dan-fashion-20bEVnIDVg2/3

https://www.pramborsfm.com/music/apa-arti-dari-kata-skena-kata-yang-viral-di-sosial- media/all

https://www.beritatokoh.com/idea/5859265373/style-anak-skena-fashion-musik-dan- kebersamaan?page=2

https://www.whiteboardjournal.com/ideas/music/polisi-skena-sindiran-sir-dandy-terhadap-superioritas-di-kalangan-penikmat-musik/ 

https://www.netralnews.com/yuk-kenali-apa-itu-arti-kata-skena-istilah-gaul-yang-lagi-viral-di-sosial-media/ZWJ1WlRpKy9JWjUzc2JhTE9tbXY2QT09 

https://kumparan.com/millennial/risih-sebutan-poser-dan-penghakiman-polisi-skena-20hwAfcfI7c/1 

https://www.kompasiana.com/riosadewo/6493039d08a8b5689357e492/fenomena-skena-merajalela-kawula-muda-ketar-ketir 

https://kumparan.com/millennial/skena-di-antara-geliat-musik-independen-indonesia-20hV2zTiMta/4 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini