Kasus cuci darah yang menyerang anak usia dini menjadi perhatian publik. Pasalnya, di Jawa Barat, tercatat sebanyak 77 anak yang rutin menjalani prosedur hemodialisis atau cuci darah.
“Kasus anak yang perlu di hemodialisasi di Jabar pada 2023 sekitar 125 anak lalu pada tahun 2024 sampai juli tercatat 77 anak.” Jelas Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jabar, Rochady Hendra Setya (2/8).
Melansir dari Liputan6, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta melaporkan terdapat 60 pasien anak yang rutin menjalani prosedur cuci darah untuk menggantikan fungsi ginjal. Dari 60 pasien anak, sekitar 30 anak menjalani prosedur hemodialisis, sisanya menjalani Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD).
Terkait hal tersebut, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso menanggapi ada beberapa penyebab seorang anak mengalami penyakit ginjal, pertama karena terdapat kelainan sejak lahir, seperti ginjalnya kecil atau terdapat kista di dalam ginjalnya. Kedua, Systemic Lupus Erythematosus (SLE) di mana sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan ginjal dan berujung pada cuci darah.
Meskipun kedua hal tersebut menjadi faktor yang menyebabkan gagal ginjal pada anak, terdapat beberapa faktor lain yaitu, tingginya konsumsi gula dan minimnya edukasi gaya hidup sehat.
Tingginya Konsumsi Gula Menjadi Salah Satu Masalah Terbesar
Dilansir dari beberapa sumber, gaya hidup atau pola hidup menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi meningkatnya kasus cuci darah pada anak.
Berdasarkan studi Health Day, kondisi ini juga menjadi perhatian dunia pasalnya di banyak negara konsumsi gula pada anak-anak dan remaja mengalami kenaikan. Menurut laporan yang diterbitkan BMJ pada 7 Agustus lalu, konsumsi gula pada anak dan remaja pada tahun 2018 meningkat 23% lebih banyak dibandingkan dengan tahun 1990.
“Konsumsi minuman manis berisiko pada kenaikan berat badan dan obesitas. Meskipun pada saat masih anak-anak jarang ada yang mengalami diabetes atau penyakit kardiovaskular, tetapi dampak terbesar akan dirasakan kemudian hari,” jelas Laura Lara-Castor, Peneliti utama Epidemiologi Gizi, University of Washington.
Berkaitan dengan kasus cuci darah yang sedang ramai dibicarakan saat ini, dr. Henny Adriani, Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia, menjelaskan bahwa secara tidak langsung konsumsi gula dan garam yang berlebihan dapat memengaruhi fungsi ginjal.
Tidak hanya itu, tingginya konsumsi gula dapat menyebabkan obesitas pada anak. Terlebih, jika tidak diimbangi dengan aktivitas fisik pada anak, maka obesitas secara perlahan akan memicu penyakit ginjal pada anak.
Minimnya Literasi dan Edukasi Pola Hidup Sehat
Meningkatkan kasus cuci darah juga tidak terlepas dari kurangnya literasi masyarakat dan pengawasan pemerintah terkait peredaran makanan di Indonesia. Melansir dari Pikiran Rakyat, pemerintah seharusnya lebih memperkuat dan menekankan edukasi terkait konsumsi gula, garam, dan lemak berlebih terutama pada makanan anak.
Hal ini didasari karena edukasi tersebut berguna untuk mengoptimalkan pencegahan penyakit gagal ginjal dan diabetes pada anak-anak. Komisi Perlindungan Anak (KPAI), mendorong pemerintah agar lebih mengawasi peredaran produk yang gemar dikonsumsi oleh anak-anak, dan menyampaikan bahwa peran orang tua diperlukan, sebab saat ini masih banyak orang tua yang belum memahami komposisi gizi seimbang dan juga takaran kadar konsumsi gula pada anak.
Penulis : Shalza Bilillah
Editor : Aisha Balqis Salsabila