Apple Inc. merupakan perusahaan teknologi berskala multinasional yang didirikan oleh Steve Jobs, Steve Wozniak, dan Ronald Wayne pada April 1976. Apple sendiri berhasil menciptakan berbagai perangkat seperti iPhone, iPad, Macbook, iMac, Apple Watch, dan lainnya.
Sejak awal didirikan, Apple Inc. bertujuan untuk menyediakan kebutuhan teknologi pada kelas menengah. Hal ini dibuktikan ketika pertama kali rilis iPhone tahun 2011 berhasil mendapatkan penghargaan brand value dan perusahaan dengan brand value tertinggi nomor 2 (dua).
Setahun setelah rilisnya iPhone, pada tahun 2012 Apple naik menjadi perusahaan brand dengan value tertinggi nomor 1 hingga tahun 2022. Akibat dari keberhasilan ini membuat Apple memiliki harga jual yang tinggi pada setiap produknya.
Memiliki harga jual yang cukup tinggi di pasaran, nyatanya tidak mempengaruhi minat beli. Alih-alih sepi peminat justru produk Apple malah menimbulkan kesan eksklusif di mata konsumen. Mengapa demikian?
Lo Punya iPhone, Lo kaya
Menurut laman Philstar Global, karena tingginya harga jual menjadikan iPhone bukan hanya sekedar smartphone melainkan sebagai simbol kekayaan. Jika dikaitkan dengan dunia fashion iPhone ini menjadi ciri khas status sosial seseorang.
Bahkan saat ini masih banyak orang-orang yang berpikiran bahwa seseorang yang menggunakan produk Apple identik dengan “orang kaya”. Persepsi ini muncul karena harganya yang tinggi kerap diartikan sebagai produk yang premium dan eksklusif.
Terlebih, logo apel yang tertera memiliki keterkaitan dengan kisah mitologi yang dikenal sebagai simbol kemewahan dan kekayaan. Hal ini tentunya menarik minat banyak orang, bahkan hingga saat ini banyak sekali orang yang berbondong-bondong ingin memiliki iPhone agar terlihat keren ataupun kaya.
Duh, iPhone Baru. Jual Ginjal Dulu Kali Ya?
“Gue jual ginjal dulu deh buat beli Pro Max”, begitulah kira-kira jokes yang sering diutarakan ketika keluar produk terbaru dari Apple dengan harga yang fantastis di pasaran.
Berkaitan dengan status sosial di mata masyarakat ternyata seseorang yang memiliki iPhone tidak perlu susah payah mengatakan kalian bagian daripada orang tajir. Bermodalkan mirror-selfie dang! orang-orang akan menilai kita sebagai “orang kaya”.
Tapi, jokes tersebut bukan hanya sebuah ucapan melainkan terdapat kisah nyata dibaliknya. Di China pada tahun 2011 terdapat seorang pemuda berusia 17 tahun yang rela menjual ginjalnya untuk membeli iPhone 4 dan iPad 2 pada saat itu.
Kendala ekonomi yang dihadapi sempat membuat keinginan pemuda tersebut terhalang, alih-alih menundanya pemuda ini malah nekat menjual ginjal nya demi gadget impiannya. Sayang seribu sayang, 10 tahun kemudian pemuda ini harus menanggung resiko sakit parah akibat hanya hidup dengan satu ginjal.
Jasa Screenshot iPhone Sebagai Ajang Validasi?
Belakangan ini viral jasa screenshot (SS) iPhone di pasaran. Cukup menggelitik memang penjualan jasa yang satu ini, walau demikian ternyata sektor ini memiliki konsumen tersendiri.
Melansir dari CNN Indonesia, ternyata konsumen dari pemakai jasa SS ini mengaku hanya ingin terlihat memakai iPhone. Hal ini kemudian dijelaskan oleh Psikolog dari Universitas Indonesia (UI), Rosmini, mengatakan bahwa perilaku semacam ini merujuk kepada istilah pamer demi mendapat status sosial.
Kebutuhan akan validasi seseorang dalam kehidupan nyata membuat siapa saja akan melakukan apapun demi eksistensi untuk menjadi orang terpandang di mata masyarakat ini merupakan bentuk validasi seseorang agar terlihat mampu di mata sosial, walaupun dengan menggunakan cara-cara yang tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Benar Kah, Ekslusif Dari Berbagai Sisi?
Karena keberhasilannya dalam menarik banyak peminat, hal ini membuat iPhone menjadi trendsetter pada perkembangan dunia teknologi, khususnya smartphone.
Mengutip dari laman amati-associates, Apple memiliki strategi branding yang berfokus pada perasaan atau emosi pengguna seperti lifestyle, imajinasi, minat, harapan, mimpi, aspirasi, inovasi dan hubungan antara teknologi dengan manusia.
Karena branding tersebutlah Apple khususnya pada produk iPhone seakan terlihat menjadi lifestyle dan kiblat perkembangan teknologi yang ada hari ini hingga masa yang akan mendatang. Hal tersebut dibuktikan dari banyaknya kompetitor yang berusaha menyamakan fitur serta desain yang mirip dengan iPhone.
Uniknya, sekalipun unit pengiriman smartphone global menurur, iPhone tetap memiliki permintaan terbanyak.
Berdasarkan data International Data Corporation (IDC), pengiriman smartphone global pada kuartal IV-2022 volumenya mencapai 300,3 juta unit, namun turun sebanyak 18,3% dibanding kuartal IV-`2021 (year-on-year/yoy).
iPhone Perlu Gak Sih?
Melihat sejumlah kejadian yang fenomena mengenai iPhone sebagai penentu status sosial seseorang rasanya hanya akan membuat kita semakin lelah mengikuti arus gengsi yang melejit tinggi.
Simbol kekayaan berbentuk kepemilikan barang memanglah dapat menjadi pengaruh, akan tetapi jika hal tersebut dijadikan gengsi utama dalam menunjukkan eksistensi diri rasanya hanya akan memperkeruh pikiran.
“Jual ginjal” mungkin bisa jadi solusi, namun apakah dengan menuruti nafsu duniawi hal tersebut memperkuat eksistensi kita di mata masyarakat yang akan terus mengikuti kehausan validasi gengsi?
Penulis : Dewa Rahadian Hakeem
Editor : Aisha Balqis S
Sumber :
https://dataindonesia.id/varia/detail/salip-apple-amazon-jadi-merek-paling-bernilai-di-dunia-2023
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/01/30/meski-pengiriman-smartphone-lesu-apple-masih-terlaris
https://www.viva.co.id/vstory/teknologi-vstory/1192876-begini-cara-apple-menjaga-brand-value?page=2
https://dianisa.com/alasan-yang-membuat-produk/
https://www.philstar.com/opinion/2022/09/14/2209503/iphone-status-symbol-or-simply-gadget
https://tekno.tempo.co/read/1720901/kenapa-orang-indonesia-suka-pakai-iphone-ternyata-ini-alasannya
https://weinform.ph/iphone-is-a-status-symbol/
https://eafeed.com/apple-became-luxury-brand/
https://www.amati-associates.com/digital-products/brand-positioning/apple/