Sudah semestinya pembangunan diberikan untuk kepentingan rakyat bukan menjadikan rakyat sebagai korban atas pembangunan itu sendiri. Apalagi jika kebijakan dari pembangunan itu hanya untuk kepentingan segelintir orang. Seperti yang terjadi belum lama ini di Desa Wadas, Purworejo yang menjadi korban atas kepentingan segelintir pihak.
Berdasarkan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 509/41/2018, Desa Wadas ditetapkan sebagai lokasi penambangan batuan andesit material pembangunan proyek Bendungan Bener. Total lahan yang dibutuhkan untuk penambangan dan bendungan yakni 145 hektare. Ditambah 8,64 hektare lahan untuk akses jalan menuju proyek pertambangan. Penambangan dilakukan menggunakan metode peledakan atau bahan peledak.
Rencana ini ditolak warga. Mereka menilai aktivitas penambangan ini mengancam mata pencaharian sebagian besar warga desa dengan merusak lahan pertanian mereka dan dikhawatirkan menyebabkan Desa Wadas semakin rawan longsor. Pada 15 Juli 2021, warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Jawa Tengah. Mereka menggugat Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah atas kebijakannya yang merugikan warga dengan mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah tertanggal 7 Juni 2021.
Namun, hal yang tidak diinginkan pun terjadi. Pada Senin, 7 Februari 2022 ratusan personil kepolisian berkumpul di depan Polres Purworejo dan mendirikan tenda-tenda di lapangan Kaliboto. Para aparat ini memasuki Desa Wadas. Mereka mencopot spanduk dan segala atribut bentuk penolakan warga. Beberapa rumah warga dikepung polisi. Warga yang ada di dalam masjid juga dikepung oleh pasukan aparat polisi bersenjata lengkap, hingga warga tidak bisa keluar sedangkan pengukuran tetap berlanjut.
Keesokan harinya sinyal di Desa Wadas hilang serentak dengan apel ratusan polisi bersenjata lengkap. Ada indikasi sinyal dibuat sengaja gangguan. Lalu pada hari yang sama tim pengukur dari Badan Pertanahan Negara datang dengan dikawal ribuan polisi memasuki Desa Wadas. Tim kuasa hukum dari LBH Yogyakarta pun dilarang masuk ke Desa Wadas jika tidak membawa surat kuasa. Sebanyak kurang lebih 25 orang dibawa paksa ke Polres Purworejo dan Polsek Bener termasuk tim kuasa hukum dari LBH Yogyakarta. Tindakan tersebut juga disertai sikap represif dari pihak kepolisian.
Tindakan aparat dan kebijakan pemerintah ini menuai protes dari berbagai kalangan masyarakat, terlebih lagi menuntut aksi represifitas dari polisi yang dinilai sangat tidak memanusiakan manusia. Masyarakat juga menuntut tindakan yang ditempuh pemerintah hendaknya jangan dengan mengedepankan security atau power approach, tetapi mengedepankan pendekatan musyawarah dan dialog. Tujuannya agar semua pihak merasa enak dan merasa perlu untuk menyukseskan pembangunan tersebut.
Berbagai aksi damai dibuat oleh berbagai lapisan masyarakat sebagai bentuk protes tragedi Desa Wadas di berbagai wilayah di Indonesia, seperti di Yogyakarta, Malang, Depok, Jakarta, dan daerah-daerah lainnya.
Penulis : Raihan Fadilah
Editor : Fachri Reza