Tahun baru Cina atau Hari Raya Imlek (Xinjia) yang jatuh pada Minggu (22/01/2023) merupakan hari penting bagi para keturunan Tiongkok di seluruh belahan dunia.
Guru Besar Studi China Universitas Indonesia Hermina Sutami menjelaskan, perayaan Imlek merupakan penyambutan awal musim semi yang berlangsung selama 15 hari dan diakhiri dengan perayaan Cap Go Meh sebagai penutupnya.
Dahulu, perayaan Imlek hanya dijadikan sebagai penyambutan tahun baru pada penanggalan lunar. Namun, semenjak kemunculan para filsuf diadakan persembahan yang bersifat ritual. Seperti yang dilakukan oleh penganut Tridharma, Taoisme dan Buddha melakukan sembayang sembari menyajikan makanan untuk Tuhan yang disebut Thien (Tian).
Akan tetapi, jika menilik sejarah Imlek di Indonesia perayaan ini sempat mengalami peristiwa memilukan bagi para penganutnya. Pasang surut perayaan Imlek terjadi dari masa ke masa. Mulai dari pelarangan, dilakukan secara sembunyi-sembunyi hingga ditetapkan sebagai hari libur nasional turut mewarnai perkembangan sejarah perayaan ini.
Kebebasan yang Terkekang
Mewahnya perayaan Imlek saat ini tentunya tidak terjadi pada zaman Orde Baru yang dipimpin oleh presiden Soeharto, sebab rezim tersebut melarang perayaan ini dilakukan di ruang terbuka.
Pada saat itu ketika ada yang berupaya untuk menggelar kesenian berbau budaya Cina di depan publik maka akan dianggap subversif atau tuduhan melakukan kejahatan.
Jangankan untuk melakukan perayaan di tempat terbuka, di lingkungan sendiri pun warga keturunan Tionghoa sering dipersulit untuk mengadakan upacara adat. Hal tersebut terjadi karena adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang kepercayaan dan adat istiadat Cina.
Dalam peraturannya, tertera Imlek harus dilakukan secara internal dalam lingkup keluarga atau perseorangan. Serta perayaan-perayaan pesta agama, adat istiadat Cina agar tidak dilakukan secara mencolok di depan umum. Dimana, hal tersebut tentunya mengekang kebebasan para keturunan Tionghoa.
Penyebab terbentuknya aturan ini merupakan hasil dari rivalitas antara Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pada saat itu memiliki hubungan erat dengan Republik Rakyat Cina (RRI).
Maka dari itu, selama berlakunya Inpres tersebut para etnis Tionghoa dilarang untuk melakukan perayaan hari besar dan menunjukkan eksistensinya. Bahkan, barongsai, liang liong, huruf-huruf serta lagu Mandarin tidak boleh diperkenalkan ke publik.
Keinginan yang Akhirnya Tercapai
Pada pascareformasi, ketika jabatan presiden dipegang oleh Habibie, beliau mengganti Inpres Nomor 14 Tahun 1967 menjadi Inpres Nomor 26 Tahun 1998. Hal ini bertujuan untuk membatalkan aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa serta penghentian istilah pribumi dan nonpribumi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Kemudian, pada tanggal 17 Januari 2000 presiden Gus Dur dengan keberaniannya mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000 yang isinya pencabutan atas Inpres Nomor 14 Tahun 1967 buatan zaman orde baru itu. Lantaran, beliau tidak setuju dan menganggap peraturan tersebut diskriminatif.
Demi diterbitkan Inpres terbaru yang menggantikan Inpres sebelumnya, Gus Dur mengatakan bahwa etnis Tionghoa yang tinggal di Indonesia dapat dengan bebas menggunakan nama asli mereka. Bahkan baik perayaan ataupun ritual keagamaan tidak perlu lagi dilakukan secara tersembunyi.
Hingga pada 9 April 2002 presiden Megawati menindaklanjuti kebijakan tersebut dengan membuat Keppres Nomor 19 Tahun 2002 yang meresmikan perayaan Imlek sebagai hari libur nasional.
Oleh sebab itu, kini perayaan Imlek dapat dilaksanakan secara terbuka dengan menunjukkan berbagai macam ciri khasnya.
Seperti yang diungkapkan oleh Naomi Rachel, Mahasiswa FIKom Universitas Pancasila menjelaskan, bahwa perayaan Imlek dimeriahi dengan kumpul keluarga, bagi-bagi angpao untuk anggota keluarga yang sudah menikah, serta memberikan sesembahan kepada anggota keluarga yang telah tiada.
Ia juga menjelaskan bahwa perayaan Imlek tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya, karena dekat dengan liburan tahun baru serta akan diberlangsungkan kembali perayaan Cap Go Meh perdana setelah pandemi di Suryakencana, Bogor dengan menampilkan atraksi barongsai dan parade.
Adanya perayaan Imlek ini tentunya menjadi momentum bagi para etnis Tionghoa untuk membuka lembaran baru dan juga harapan baru. “Semoga imlek tahun ini makin banyak rezeki dan keberuntungan-keberuntungan terus dateng,” ucap Naomi.
-SELAMAT HARI RAYA IMLEK-
Penulis : Raihan Fadilah
Editor : Aisha Balqis Salsabila
Sumber:
https://travel.kompas.com/read/2021/02/11/130100327/apa-itu-imlek-dan-apa-tujuan-dari-perayaannya
https://tirto.id/sejarah-imlek-di-indonesia-dilarang-soeharto-diizinkan-gus-dur-gadj
https://www.tionghoa.info/daftar-hari-dan-tanggal-tahun-baru-imlek-tahun-2000-2070/