Peristiwa Malapetaka 15 januari 1974, merupakan bentuk protes masyarakat Indonesia terhadap penyalahgunaan kekuasaan pemerintah semasa rezim Soeharto. Peristiwa yang dipicu dari penanaman modal asing, berhasil menyulut amarah masyarakat Indonesia, pemerintah dinilai membuka ruang monopoli kepada pihak asing.
Tidak sampai di sana, sejumlah kebijakan lain yang dikeluarkan pemerintah tidak berpihak kepada rakyat; harga pokok yang melonjak naik, belum lagi terjadi praktik korupsi yang menambah catatan ketidakadilan negara terhadap rakyat.
Hal tersebut menjadi pemicu besar kemarahan masyarakat Indonesia. Sehingga, mahasiswa bersama rakyat sipil turun melakukan demonstrasi besar-besaran untuk menolak penanaman modal asing.
Selain itu, unjuk rasa ini digelar sebagai bentuk ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai mulai otoriter dan anti kritik.
Demonstrasi yang digelar di sejumlah wilayah Jakarta berjalan damai, namun lemparan gas air mata dari aparat keamanan menyulut emosi dari koalisi mahasiswa dan masyarakat sipil yang sedang berunjuk rasa. Para demonstran yang merasa geram, akhirnya mulai melakukan pembalasan dengan melakukan penjarahan, pembakaran fasilitas, hingga pencurian. Kerusuhan ini memakan banyak korban tewas dan luka-luka.
Dalam peristiwa ini, Jenderal Sumitro dan Kepala Kepolisian Sutopo diduga terlibat dalam kerusuhan yang terjadi pada 15 januari 1974. Keterlibatan keduanya diduga karena perebutan posisi di kursi pemerintahan, akibat peristiwa tersebut, keduanya diberhentikan secara tidak terhormat.
Pasca peristiwa Malari, 775 orang ditangkap, termasuk aktivis dan mahasiswa. Salah satunya Ketua Dewan Mahasiswa UI – Hariman Siregar, yang dianggap sebagai otak dari kerusuhan Malari.
Hariman ditetapkan bersalah dan dijatuhkan pidana kurungan penjara. Meski begitu, pelaku kerusuhan malapetaka 15 Januari 1974 (Malari) belum terungkap hingga hari ini.
Dinamika peristiwa tersebut, menunjukkan bahwa Malari tidak hanya sekedar protes biasa, melainkan sebuah perlawanan massal terhadap ketidakpuasan yang meluas. Meskipun awalnya dihadapi dengan represi keras, gerakan ini merupakan bentuk kesadaran akan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan.
Peristiwa Malari bukan hanya kisah masa lalu, tetapi pembelajaran berharga bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Malari mengajarkan kita bahwa kekuatan rakyat dapat merubah arah sejarah. Di balik tragedi dan penderitaan, ada semangat perlawanan dan tekad untuk membentuk masyarakat yang lebih adil dan demokratis.
Penulis : Ananda dan Orvala
Editor : Ananda Rizka