Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut mengalami kecaman dan intimidasi oleh Kelompok Pecinta Alam (KPA) Arkadia, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Masalah ini bermula dari salah satu alumni di KPA Arkadia melakukan kekerasan seksual pada salah seorang mahasiswi UIN Jakarta. LPM Institut yang mengusut kasus tersebut,
mengeluarkan berita mengenai kronologi kasus. Korban menyetujui untuk publikasi berita kekerasan seksual yang dialaminya, namun LPM Institut melalukan kesalahan redaksional dengan tidak konfirmasi nama organisasi yang terkait. Merasa tak terima, pihak KPA Arkadia mengintimidasi LPM Institut dengan memaksa untuk menurunkan berita berjudul “Dosa Besar Senior Predator Seks” yang terbit pada Senin (18/4).
Tindakan intimidasi bermula dari berita yang diterbitkan pada Senin malam. Pihak KPA Arkadia yang merasa keberatan karena nama organisasinya tercantum di berita langsung menghubungi pihak LPM Institut untuk segera menurunkan berita tersebut. Namun, dengan pertimbangan kaidah jurnalistik hal tersebut tidak bisa sembarang dilakukan dan bisa diberikan hak jawab. Untuk usahanya dalam menempuh hak jawab, LPM Institut mengalami banyak sekali penolakan dan justru mendapatkan tekanan terus-menerus dari UKM pecinta alam di kampus UIN tersebut. LPM Institut pada awalnya mengagendakan pertemuan dengan pihak KPA Arkadia pada Selasa (19/4) pukul 14.00 WIB. Sebelum bertemu dengan pihak KPA Arkadia, LPM Institut terlebih dahulu menemui kemahasiswaan kampus. Lalu sekitar pukul 13.48, sudah ada sekitar 7
orang yang sudah menunggu untuk bertemu dengan LPM Insititut di depan ruang staff
kemahasiswaan.
Pertemuan diadakan di ruang kesekretariatan LPM Institut, dan sebelum diskusi dimulai kedua pihak sepakat untuk merekam jalannya diskusi. KPA Arkadia menyampaikan keberatannya karena tidak ada konfirmasi terlebih dahulu untuk menyantumkan nama organisasi, dan kesalahan diakui oleh pihak LPM Institut. KPA Arkadia meminta dan menekan untuk segera menurunkan berita terkait, namun pihak LPM Institut menolak dengan penjelasan bahwa hal ini akan diselesaikan dengan hak jawab.
“Jadi memang Institut sudah mengakui ada kesalahan tadi itu ga konfirmasi. Belum selesai diskusi kita juga udah menawarkan hak jawab gitu mereka minta take down dan kita bilang gabisa ini kan bisanya pake hak jawab gitu, sudah dijelaskan sama pimrednya bahwa nanti dari pihak Arkadia tulis aja apa keberatannya terus nanti dikasih ke Institut, tulis tangan aja gapapa, nanti diedit sama kita,” jelas perwakilan pengurus LPM Institut.
Di tengah jalannya diskusi, datang salah satu senior dari UKM Arkadia yang marah dan
memaksa untuk takedown berita yang dikeluarkan LPM Institut. Ia bahkan menyumpahi pihak-pihak di LPM Institut agar tidak lulus kuliah.
‘Ini aib sodara kamu sendiri, kalo berita ini keluar orang malah menertawakan bukan malah bersedih’
‘Nanti kalo ada anak Arkadia merusak sekred ini saya tidak bisa nanggung’
‘Jangan bawa-bawa Arkadia kalo kamu mau memenuhi keinginan korban itu untuk menjelek-jelekan organisasi’
Ancaman dari senior Arkadia semakin menjadi-jadi, dia mengatakan, “Aku ga belajar banyak agama, tapi yang saya tau tugas kita sebagai umat muslim adalah menyembunyikan aib sodara sendiri bukan diumbar kaya gitu.” Dan di situ LPM Institut berdasarkan pernyataannya melalui wawancara pada masa penekanan tersebut benar-benar dipaksa takedown, didorong dan dibentak-bentak juga. Akhirnya perwakilan pengurus LPM Institut terpaksa menurunkan berita dulu.
Merespon langsung setelah berita dikeluarkan, KPA Arkadia memaksa LPM Institut untuk
menurunkan berita jam 15.00 (Selasa, 19/4) dan pada hari yang sama tersebut juga pihak Arkadia meminta untuk membuat surat perjanjian antara KPA Arkadia dan LPM Institut. Perjanjian tersebut berisi penurunan berita pada pukul 15.00 dan membuat permintaan maaf dari LPM Institut kepada KPA Arkadia yang editorialnya dibuat oleh KPA Arkadia.
Permintaan maaf yang diminta oleh pihak Arkadia bertuliskan:
1. Ketidakprofesionalan lembaga karena memberikan informasi yang tidak berimbang (tidak ada verifikasi dalam pemberitaan yang sesuai kaidah-kaidah jurnalistik).
2. Adanya tindakan yang menyebabkan tercorengnya nama lembaga terkait.
LPM Institut menolak isi permintaan maaf yang diminta oleh pihak Arkadia. Perwakilan
pengurus LPM Institut menyampaikan bahwa pihak LPM Institut berkenan menulis permintaan maaf yang menyatakan kesalahan karena kurangnya verifikasi atau konfirmasi ke pihak Arkadia. Pihak Arkadia tetap tidak setuju dan terus menekan agar LPM Institut menulis permintaan maaf versi mereka, dan dengan terpaksa LPM Institut menyetujui penurunan berita dan mempublikasikan postingan permintaan maaf dengan pertimbangan untuk meredakan suasana panas yang terjadi pada saat itu.
Tak hanya itu, LPM Institut juga dipaksa untuk menandatangani permintaan maaf tersebut diatas materai, namun Institut menolak.
Tekanan tak kunjung mereda, terdapat salah seorang dari Arkadia yang mengaku sebagai pendiri dan perintis organisasi datang dan memaksa LPM Institut untuk membuat video permintaan maaf terbuka untuk di publish di sosial media nantinya.
Hingga malam hari tekanan masih terus dilontarkan pihak Arkadia yang terus-terusan memaksa LPM Institut untuk menurunkan berita dan juga menandatangi surat perjanjian dengan KPA Arkadia.
Pemaksaan penurunan berita tersebut juga terjadi di website LPM Institut di mana berita itu dibagikan. Terdapat salah satu orang yang mengaku sebagai pendiri KPA Arkadia menanggapi dengan sikap intimidasi dan memberikan ancaman terhadap LPM Institut, dan salah seorangnya lagi berkomentar kata-kata tidak baik.
Rasa tidak aman terus menghampiri LPM Institut pada hari itu baik di ruang digital (pesan Whatsapp & website) dan ruang kesekertariatan mereka di Gedung Student Center UIN Syarif Hidayatullah. Pihak-pihak yang merupakan senior dari UKM Arkadia terus mendatangi dan menekan LPM Institut untuk menurunkan berita segera.
Hingga saat wawancara dilakukan pada Jumat, 29 April dengan LPM Institut dan beberapa gabungan Forum Mahasiswa Pers Jakarta (FPMJ) yang bersolidaritas mengusut kasus ini, mereka tidak lagi mendapatkan penekan seperti pada awal pemberitaan kekerasan seksual tersebut dipublikasikan.
Dilansir dari website blokTuban, Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, Agus Sudibyo mengatakan bahwa secara teori tidak ada pihak manapun yang boleh memaksa redaksi mencabut berita atau menurunkan berita semena-mena (sepihak). Namun secara praktik, tergantung kebijaksanaan redaksi masing-masing.
Berdasarkan Bab 1 Pasal 1 Ayat (8) UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers, berbunyi :
“Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.”
Ancaman dan tindak intimidasi oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan berita yang menyangkut namanya tidak hanya sesekali terjadi, yang terjadi pada LPM Institut atas kasus yang dialaminya merupakan salah satunya. Tindakan-tindakan tersebut juga seringkali dialami oleh banyak pers tak terkecuali pers mahasiswa. Hal ini menyebabkan terhambatnya kebebasan pers yang membuat kebenaran sulit diungkapkan, khususnya kasus tentang kekerasan seksual yang saat ini masih mengalami jalan yang sulit dalam penanangannya.
Intimidasi yang dialami oleh LPM Institut tidak hanya membahayakan bagi anggotanya, namun juga membuat khalayak teralihkan untuk mengawal dan menuntaskan kasus kekerasan seksual yang dialami korban. Pihak Arkadia dibutakan oleh menjaga nama baik, padahal tindakan tegas dan tanggungjawab dari organisasi yang bersangkutan seharusnya menjadi hal utama, mengingat pelaku merupakan salah satu anggota organisasi itu sendiri. Tanpa melupakan bahwa kasus kekerasan seksual yang dilakukan pelaku adalah kesalahan pribadi, tanggung jawab organisasi yang menaungi untuk ikut campur tangan juga tak boleh dilupakan.
FPMJ sudah mencoba menghubungi pihak KPA Arkadia untuk dimintai keterangan dan
konfirmasi terkait tindakan intimidasi yang dilakukan. Namun, sampai saat berita ini diterbitkan, pihak KPA Arkadia tidak memberikan respon.
LBH Pers mengkonfirmasi bahwa terdapat laporan terkait tindakan intimidasi yang dialami oleh LPM Institut pada Selasa (19/4/22). “Memang salah satu rekan di LPM Institut kontak pengacara kami di LBH Pers,” ujar Ade Wahyudin selaku Direktur Lembaga Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers.
Oleh: Tim Redaksi LPM Gema Alpas