Berserah

0
566

Jalan kisah ini bertapak luka, setiap langkahnya membawa derita, dari awal kaki-kaki kita sudah dibentuk untuk terbiasa menjadi kuat, diperintah untuk selalu berjalan searah. Di persimpangan kita selalu punya kesepakatan untuk bisa menentukan kemana lagi kaki ini harus melangkah. Percikan perdebatan terlontar satu jawaban disepakati. Lalu kembali melanjutkan perjalanan berharap menemukan tujuan sebelum malam datang.

Tapi bukan jalan yang membawa kita sampai tujuan, melainkan setiap langkah dari dua pasang kaki yang sejak awal dipaksa jadi kuat inilah yang menuntunnya. Walau tak sepenuhnya sampai tujuan karena pada akhirnya langkah kita beradu. Ironis sekali saat tiba-tiba saja kakimu berbalik arah, berlari dengan begitu cepat -menghiraukan aku yang sudah tak sanggup lagi meneriakimu-kembali pada tangan masa lalu. Sedang aku tertinggal jauh di belakang. Memilih untuk menetap dan bertahan. Lalu basah dan kedinginan.

Tadi malam aku bergurau, meracau tak karuan

Jiwa membeku, raga bercelaru

Cambuk rindu mendera di tulang belulang

Ilusi berayun  pada selirat akar

Langit kelabu bertamu

Berpijak hujan meredah bentala

Basah di madah

Tumpah memuja hujan

Terbangun dari mimpi buruk bukan suatu impian, tapi setidaknya semesta masih memberi sempat untuk aku mengartikan sepasang tanya yang pada akhirnya punya jawabnya sendiri. Duduk terbelenggu mengulang nasehat semesta; ‘kalau atas dasar cinta, seharusnya tidak mendera’. Di setiap jalan, akan selalu ada batu batu kecil yang menjadi penghalang. Menahan tangis hanya akan membuat perasaan banjir keluhan, setidaknya lepaskan untuk beri ruang agar tidak terlalu menyesakkan karena tertampung terlalu lama.

Kini sedihku tidak lagi sendiri, tidak perlu bersembunyi pada pukul-pukul sepi. Berbicara perihal melepaskan memang cukup berat, tidak ada cara mudah untuk melepaskan apa yang menjadi bagian dari keseharian. Ingatan tidak lagi memelihara lilin, dibirkan cair dijilat api. Kesedihan memang terlalu sempurna, tapi nilai dari berserah tidak pernah salah arah. 

 

Selamat Hari Puisi Nasional.

Puisi oleh : Reyantika G. Utami

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini